Dokter dan paramedis menjadi garda terdepan dalam perang melawan Covid-19. Namun tak sedikit dari mereka yang menjadi korban penyakit baru itu.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Jean-Jacques Razafindranazy (67), dokter yang bertugas Rumah Sakit Compiègne, Lille, Perancis, mestinya bisa memilih pensiun dan menikmati hidup. Namun, ia memilih sebaliknya. Di tengah deraan wabah Covid-19, dokter senior itu justru memilih untuk tidak pensiun dan membantu menangani kasus-kasus awal pasien positif Covid-19 di Perancis. Awal Maret lalu, dokter kelahiran Madagaskar itu terinfeksi Covid-19 dan meninggal, Sabtu (21/3/2020). Istrinya, yang juga dokter, kini sakit dan dikarantina di rumah.
Keluarga Razafindranazy mengumumkan kabar kematiannya melalui media sosial Facebook, ”Ayah Saya: Pahlawan”. Harian The Guardian menyebutkan, Razafindranazy memilih tetap bekerja karena dokter dan perawat kewalahan menangani banjir pasien.
”Dia mengorbankan dirinya sendiri. Hanya mau membantu. Dia tetap bekerja karena mencintai pekerjaannya. Itu hidupnya. Ini tidak adil. Kami sedih sekaligus marah,” kata anaknya.
Menteri Kesehatan Perancis Olivier Veran mengatakan, ini kasus pertama dokter yang meninggal setelah merawat pasien positif Covid-19. Sampai saat ini tercatat 562 orang tewas dan 6.172 orang masih dirawat di rumah sakit di Perancis.
Sangat berisiko
Kasus ini menyentak Perancis dan mengingatkan betapa berisiko tugas dokter, perawat, dan semua petugas medis yang terlibat. Veran menegaskan, perlindungan terhadap pekerja medis tidak boleh diabaikan. ”Pengorbanan para pekerja medis besar sekali untuk negeri ini,” kata Veran.
Belum diketahui bagaimana Razafindranazy bisa terinfeksi virus itu, tetapi, menurut media Le Parisien, pada saat awal kasus Covid-19 merebak, belum ada aturan yang jelas untuk mengantisipasi agar tak tertular virus itu. Rumah Sakit Compiègne waktu itu mengarantina para pekerja medis. Veran menduga terjadi penularan virus di luar rumah sakit.
Anak Razafindranazy menceritakan mendiang ayahnya, akhir Februari lalu, pulang dari liburan di luar negeri dan mulai mengeluh sakit awal Maret. ”Pulang ke rumah setelah bekerja semalaman di rumah sakit mengeluh capek luar biasa lalu langsung sakit,” ujarnya.
Situasi kritis
Seorang petugas medis di ruang gawat darurat Compiègne mengatakan, para petugas medis sebenarnya merasa jengkel karena kekurangan masker pelindung. ”Kami tidak mau mati konyol. Kami menjalankan tugas ini penuh tanggung jawab. Tetapi masyarakat sepertinya belum paham betapa seriusnya situasi saat ini,” ujarnya.
Beberapa daerah di Perancis bersusah payah melawan penyakit ini. Sejumlah rumah sakit di negara lain, seperti Jerman dan Swiss, pun membantu Perancis menangani pasien-pasien yang sakit parah. Empat rumah sakit pendidikan dan rumah sakit militer di Baden-Württemberg, Jerman, kini merawat 10 pasien asal Perancis yang membutuhkan alat bantu pernapasan. Negara-negara bagian di Jerman, seperti Rhineland-Palatinate dan Saarland, serta tiga wilayah di Swiss ikut membantu pasien Perancis.
Dokter-dokter di Mulhouse dan Colmar, Perancis, mengeluhkan sistem layanan kesehatan yang sudah kewalahan. Karena tak sanggup lagi menangani pasien, ada enam pasien parah yang ditransfer ke rumah sakit militer. (REUTERS)