Pembunuh 51 Anggota Jemaah di Dua Masjid Selandia Baru Mengaku Bersalah
Brenton Harisson Tarrant adalah orang pertama yang dinyatakan bersalah melakukan terorisme di Selandia Baru berdasarkan undang-undang yang disahkan setelah 11 September 2001, serangan teroris di Amerika Serikat.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·4 menit baca
WELLINGTON, KAMIS — Brenton Harisson Tarrant (29), penyerang yang menembak mati 51 anggota jemaah di dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru, pada Maret 2019, secara tak terduga mengaku bersalah atas semua tuduhan pada Kamis (26/3/2020).
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dan komunitas Muslim menyatakan kelegaan atas pengakuan bersalah Tarrant yang berarti meniadakan pengadilan panjang yang dikhawatirkan pihak berwenang akan digunakan Tarrant untuk menyemburkan propaganda neo-Nazi.
Pria kulit putih asal Australia yang pindah ke Selandia Baru pada 2017 ini sebelumnya menyangkal 51 tuduhan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan, dan satu tuduhan terorisme. Namun, kini dia mengaku bersalah atas semua tuduhan tersebut dalam sidang pengadilan.
”Ya, bersalah,” kata Tarrant kepada Pengadilan Tinggi Christchurch melalui videolink dari Penjara Auckland saat dakwaan dibacakan kepadanya. Tarrant yang mengenakan atasan abu-abu menatap tajam ke arah kamera saat mengaku bersalah tersebut.
Mantan instruktur gym di kota kecil Grafton, Australia, itu dan pengacaranya tidak memberikan penjelasan atas perubahan tersebut. Tarrant adalah orang pertama yang dinyatakan bersalah melakukan terorisme di Selandia Baru berdasarkan undang-undang yang disahkan setelah 11 September 2001, serangan teroris di Amerika Serikat.
Serangan Tarrant yang menargetkan jemaah yang sedang shalat di dua masjid setahun yang lalu tersebut mengejutkan Selandia Baru dan mendorong disahkannya undang-undang baru yang melarang jenis senjata semiotomatis.
Hal itu juga mendorong perubahan global pada protokol media sosial setelah Tarrant ternyata merekam secara langsung serangannya di Facebook yang dilihat oleh ratusan ribu orang.
Perubahan pembelaan
Perubahan dalam pembelaan Tarrant terjadi kurang dari dua minggu setelah warga Selandia Baru memperingati satu tahun serangan tersebut dan mengenang mereka yang meninggal dalam serangan pada 15 Maret 2019.
”Jujur, saya masih mencoba untuk memproses apa yang baru saja terjadi,” kata Aya al-Umari yang saudara laki-lakinya, Hussein, tewas dalam serangan di Masjid Al Noor.
Aya al-Umari mengatakan bahwa di satu sisi, dirinya ingin mencari tahu lebih banyak tentang apa yang terjadi di persidangan. Namun, di sisi lain, dia merasa lega karena tidak harus menghadapi trauma saat duduk di persidangan.
Temel Atacocugu, yang selamat dari penembakan sembilan kali selama serangan di Masjid Al Noor, mengatakan, dirinya terkejut dengan pengakuan bersalah yang dinyatakan Tarrant tersebut dan berharap hakim akan menjatuhkan hukuman terberat dalam sejarah Selandia Baru dan membantu memastikan tidak ada lagi kejadian seperti itu. ”Saya senang dia menerima bahwa dia bersalah,” kata Atacocugu.
Hakim Cameron Mander belum menetapkan tanggal hukuman. Tarrant menghadapi hukuman penjara seumur hidup dan hakim memiliki keleluasaan dalam memutuskan jumlah minimum tahun yang harus dilalui Tarrant sebelum memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat.
Perubahan dalam pembelaan Tarrant terjadi di sidang pengadilan yang diatur dengan tergesa-gesa pada saat Selandia Baru memulai penguncian selama empat minggu untuk mencegah penyebaran virus korona.
Penguncian itu berarti Tarrant muncul di pengadilan melalui tautan video dari sel penjaranya di Auckland dan hanya segelintir orang yang diizinkan masuk ke ruang sidang, termasuk para imam dari dua masjid yang diserang.
Mander mengatakan, sangat disayangkan bahwa penguncian Selandia Baru tersebut mencegah para korban dan anggota keluarganya tidak dapat menghadiri persidangan, tetapi para imam membantu mewakili mereka. Mander menyatakan ingin segera melanjutkan persidangan, terutama karena tanggapan atas virus korona justru mengancam penundaan jadwal pengadilan.
Sedikit emosi
Tarrant yang mengenakan seragam penjara berwarna abu-abu menunjukkan sedikit emosi ketika dia mengaku bersalah. Dia tidak menunjukkan mengapa dia mengubah pembelaannya tersebut dan pengacaranya tidak bisa segera dihubungi untuk dimintai komentar.
Jacinda Ardern, yang dipuji di seluruh dunia atas tanggapan empatinya terhadap komunitas Muslim setelah serangan itu, mengatakan bahwa hal yang ”sangat mengecewakan” para korban tidak bisa menghadiri sidang.
Setelah pindah ke Selandia Baru pada 2017, Tarrant tidak pernah menonjolkan diri di kota Dunedin. Dia sering pergi ke gym, berlatih menembak di klub senapan, dan membangun gudang senjata. Dia sepertinya tidak bekerja dan mengatakan dalam beberapa posting online bahwa dirinya mewarisi sejumlah besar uang ketika ayahnya meninggal dunia.
Tarrant tampaknya memiliki ketertarikan dengan konflik agama di Eropa dan Balkan, serta mengunjungi sejumlah situs di Eropa Timur pada tahun-tahun sebelum dia melakukan serangan tersebut.
Setelah serangannya di masjid kedua, Tarrant mengemudi, mungkin untuk melakukan penembakan di masjid ketiga, tetpi upayanya terhenti ketika dua petugas polisi menabrak mobilnya di jalan, menyeretnya keluar dari mobil dan menangkapnya. (AP/AFP)