Rumor dan klaim yang ngawur bertebaran di dunia daring memperparah situasi pandemi Covid-19. Perlu sikap skeptis dan kritis terhadap berita-berita yang tak jelas asal-usul dan kebenarannya agar warga dunia tak celaka.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Akibat pandemi Covid-19, orang di banyak negara menjadi panik, bingung, dan sebagian mencari cara sendiri untuk mencegah dan mengobati penyakit itu. Namun, kebanyakan dari mereka malah sembrono. Hal ini sedikit banyak karena orang terpengaruh virus informasi tidak akurat, bahkan palsu, yang mengalir deras secara daring.
Rumor dan klaim yang ngawur bertebaran di dunia daring memperparah situasi. Apalagi, hal itu ditambah dengan bombardir berita menyedihkan tentang perkembangan penyebaran Covid-19 yang kini jumlah korbannya lebih dari 20.000 orang di dunia.
Pengaruh kabar yang kabur itu tragis. Kantor berita Iran, IRNA, menyebutkan lebih dari 210 orang tewas karena meminum alkohol beracun yang disebut-sebut di media daring bisa mencegah atau mengobati Covid-19. Di antara kabar menyesatkan dan berbahaya itu, yakni mengonsumsi abu vulkanik atau disinfektan klorin yang bisa menyebabkan sakit jika digunakan tidak tepat.
Obat lain yang diklaim bisa "membunuh Covid-19", menurut sebuah unggahan di media sosial yang menjerumuskan, yaitu meminum cairan partikel perak yang dikenal dengan nama colloidal silver. "Saya sekarang membuat colloidal silver. Saya punya asma dan obat itu manjur. Saya minum satu sendok teh sehari. Baru coba juga,” tulis seorang bernama Michelle di Facebook.
Menurut Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat, efek samping meminum colloidal silver itu bisa menimbulkan perubahan pada warna kulit menjadi abu-abu kebiruan, dan tubuh menjadi tidak bisa menyerap obat-obat tertentu, termasuk antibiotik.
Meski demikian, penjelasan itu tetap saja tidak membuat orang kapok. Warga Australia yang mengaku rutin meminum ramuan itu mengatakan, ramuan tersebut ludes dibeli orang di negaranya. Alangkah kuatnya pengaruh media sosial. Padahal, percaya begitu saja terhadap berita-berita bohong dan tak akurat di media sosial tanpa konfirmasi bisa berakibat celaka.
Kokain dan cairan, seperti obat pemutih, juga termasuk obat palsu yang kerap disebut-sebut di media daring. “Kokain TIDAK melindungi diri dari Covid-19,” tulis pemerintah Perancis di Twitter.
Merugi
Tak hanya soal obat Covid-19, berita palsu dan bohong juga beredar soal barang-barang dagangan. Saat di berbagai negara terjadi kepanikan belanja, petani dan pedagang di India malah merugi karena tidak ada yang mau membeli barang jualan mereka hanya gara-gara informasi keliru.
Para pedagang di Delhi, India, menyatakan mereka sudah telanjur mengulak barang-barang buatan China, seperti mainan, rambut palsu, dan aneka ragam aksesoris lain. Namun, gara-gara informasi salah tentang produk China yang disebut membawa virus, para pedagang di India itu merugi.
“Penjualan anjlok sampai 40 persen dibandingkan tahun lalu,” kata Vipin Nijhawan dari Asosiasi Mainan di India.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan berkali-kali bahwa virus itu tak akan bertahan lama pada permukaan benda mati. Apalagi, barang impor butuh waktu lama dan perjalanan panjang dari negara produsen sampai ke tangan konsumen.
Penyebaran informasi yang sangat cepat di media daring seakan berlomba-lomba dengan para ilmuwan yang berjuang setengah mati mencari vaksin dan obat untuk Covid-19. Andai mau bersikap skeptis dan kritis terhadap berita-berita yang tak jelas asal- usul dan kebenarannya terkait korona, warga dunia niscaya tak akan celaka.