Stok Pangan Dunia Aman, Kendala Muncul dalam Distribusi
Data statistik Departermen Pertanian AS menyatakan ketersediaan bahan pangan mencukupi. Namun, ada kendala logistik atau distribusi bahan pangan kepada setiap kota dan daerah di berbagai negara dampak penutupan wilayah.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
BRUSSELS, KAMIS — Keamanan stok pangan dunia menjadi salah satu perhatian utama saat hampir semua negara menerapkan penutupan wilayah guna mencegah penyebaran wabah Covid-19. Sejumlah angka statistik menunjukkan, ketersediaan pangan global dalam kondisi aman. Kendalanya terletak pada masalah logistik atau distribusi bahan pangan ke setiap kota dan daerah di berbagai negara.
Ketika kebijakan penutupan wilayah diberlakukan di berbagai negara, kebanyakan warga serta-merta berduyun- duyun memborong barang kebutuhan pokok selama wilayah tersebut tertutup. Berbagai laporan menyebutkan, rak-rak barang kebutuhan pokok kosong diborong warga yang memilih menyimpan makanan untuk kebutuhan keluarganya hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Beberapa negara produsen bahan pangan dunia juga telah memutuskan menunda sementara waktu ekspor pangan ke berbagai negara. Kazakhstan, misalnya, memutuskan menunda ekspor beberapa produk utama, seperti tepung gandum, sorgum, gula, minyak bunga matahari, dan beberapa produk pertanian lainnya hingga 15 April mendatang. Keputusan ini diambil untuk mengamankan pasokan dalam negeri mereka.
Vietnam, negara pengekspor beras ketiga terbesar di dunia, mengumumkan tidak akan menghentikan pasokan beras mereka ke pasar internasional. Namun, sehari setelah pengumuman itu, Rabu (25/3/2020), Hanoi memutuskan tidak menerima kontrak ekspor beras yang baru hingga 28 Maret mendatang.
Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc meminta Kementerian Pertanian mengecek ketersediaan beras di dalam negeri selama tiga hari ke depan sebelum mengambil keputusan anyar akhir pekan ini.
Data Departemen Pertanian Amerika Serikat menunjukkan, jumlah total produksi beras dan gandum—dua bahan pokok bagi sebagian besar warga dunia—diproyeksikan mencapai 1,26 miliar ton pada tahun 2020. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 469,4 juta ton akan menjadi cadangan pasokan kedua bahan pokok bagi kebutuhan dunia.
Departemen Pertanian AS juga memperkirakan ketersediaan gandum pada akhir Juni nanti mencapai 287,24 juta ton atau naik dari 277,57 juta ton dibandingkan Juni 2019. Adapun cadangan beras dunia mencapai 182,3 juta ton hingga akhir Juni mendatang.
Ekonom senior pada Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Abdolreza Abbassian, mengatakan, kepanikan berbelanja warga di negara-negara pengimpor bahan pangan ini dapat memicu krisis. ”Ini bukan masalah ketersediaan bahan pangan, tetapi ada perubahan perilaku konsumsi masyarakat,” kata Abbassian di Roma, Italia, markas FAO.
Lebih lanjut, dia mengatakan, krisis pangan akan terjadi apabila para importir besar mereka tidak akan mendapatkan bahan pangan dalam satu atau dua bulan ke depan. Mereka akan saling sikut untuk mendapatkan pasokan sebanyak mungkin saat ini.
Kendala logistik
Kepala Tim Ekonomi FAO Maximo Torero Cullen, yang dikutip dari situs resmi FAO, mengatakan, kepanikan warga membeli bahan pangan dan mengisi cadangan di rumah-rumah lebih karena melihat rak-rak di pusat-pusat perbelanjaan atau pasar swalayan yang kosong. Namun, sebenarnya stok bahan pangan dalam kondisi aman.
Yang terjadi saat ini, menurut Cullen, adalah kendala logistik atau distribusi bahan pangan kepada setiap kota dan daerah di berbagai negara. Dampak penutupan atau isolasi diri yang diterapkan di banyak negara adalah perlambatan pengiriman barang oleh kapal-kapal pengangkut atau kapal kargo.
”Pemerintah harus mengikutsertakan masalah distribusi barang dan logistik ini sebagai bagian dari upaya mengatasi penyebaran virus di wilayahnya masing-masing. Pengiriman dan distribusi barang-barang kebutuhan pokok harus terjaga,” katanya.
Selain itu, masalah sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk musim panen juga harus dipikirkan pemerintah di masing-masing negara.
Pekka Pesonen, Sekretaris Jenderal Petani dan Kerja Sama Agrikultural Eropa Copa Cogeca, mengatakan, negara-negara Uni Eropa harus membuka pasarnya jika mereka ingin menjamin ketersediaan pangan bagi warganya selama masa pandemi ini berlangsung. Para pemilik pertanian dan perkebunan besar juga meminta pemerintah UE mengizinkan para pekerja paruh waktu atau pengangguran membantu wilayah-wilayah yang kini tengah memasuki masa panen.
Sementara Asosiasi Perkapalan Internasional (International Chamber of Shipping) dan Asosiasi Pelabuhan Internasional (Association of Ports and Harbors), Rabu (25/3/2020), meminta negara-negara anggota G-20 tetap membuka pelabuhan-pelabuhan mereka di masa pandemi global ini. Kapal-kapal barang dan awaknya harus bisa bergerak bebas dengan pembatasan yang minimal untuk memastikan suplai barang tidak terhenti.
”Kami ingin memastikan bahwa pelaut dan kru kapal dapat melakukan perjalanan tanpa batasan yang tidak semestinya. Hal itu menjadi kunci untuk mempertahankan aliran makanan, obat-obatan, dan komoditas utama ke negara-negara yang paling membutuhkan,” kata Sekjen ICS Guy Platten.
Dia juga mendesak negara-negara anggota G-20 memasukkan pelaut dan kru kapal sebagai pekerja vital dan penting pada masa pandemi global ini.
Penyebaran virus SARS-CoV-2, penyebab penyakit Covid-19, di banyak negara membuat masing-masing pemerintahan melakukan penutupan arus orang dan barang ke wilayahnya sebagai langkah pencegahan. Namun, langkah tersebut membuat pengiriman barang yang menggunakan kapal laut atau kargo menjadi terhambat, bahkan cenderung terhenti.
Banyak kapal kargo menjalani masa karantina hingga dua pekan atau lebih. Kru kapal dan pelaut pun harus mengarantina diri di negara tujuan untuk menghindari penyebaran virus yang lebih luas.
Direktur IAPH Patrick Verhoeven mengatakan, pemerintah di berbagai negara harus mengupayakan berbagai langkah untuk mengizinkan distribusi barang dari dan keluar pelabuhan. (AP/AFP/REUTERS)