Memasuki masa panen, pemilik lahan pertanian dan perkebunan di Eropa membutuhkan pekerja musiman untuk membantu mereka di ladang. Kebijakan ”lockdown” di beberapa negara Eropa membatasi hal ini.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
BERLIN, MINGGU — Pembatasan gerak warga di perbatasan negara-negara Eropa untuk menghadang penyebaran virus SARS-CoV-2 membuat permasalahan baru bagi industri pertanian Eropa. Padahal kawasan pertanian sangat bergantung pada para pekerja migran, khususnya dari Eropa Timur.
Keberadaan para pekerja migran selama ini dinilai sangat membantu berjalannya roda bisnis di kawasan pertanian Eropa. Apalagi saat ini, di tengah pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19), sejumlah kawasan pertanian di Eropa sedang bersiap memasuki masa panen dan kemudian dilanjutkan masa tanam.
Masa panen membutuhkan tenaga kerja yang mengandalkan para pekerja migran. Itu sebabnya Uni Eropa disarankan tetap membuka perbatasannya bagi para pekerja migran agar suplai makanan bagi warga tidak berkurang.
Menteri Pertanian Jerman Julia Kloeckner, pekan lalu, mengatakan, ketersediaan bahan makanan di negara itu lebih dari cukup. Namun, yang menjadi kendala adalah sumber daya manusia untuk membawa bahan makanan dari ladang hingga ke toko atau supermarket di seluruh Jerman.
”Kendalanya adalah karena suplai pekerja dari negara tetangga mengecil. Bahkan mungkin tidak banyak lagi pekerja migran dari negara tetangga yang bekerja di sini. Kondisi ini sangat terasa pada rumah pemotongan hewan (RPH), industri pengemasan daging dan produk susu. Industri ini yang paling terdampak,” tutur Kloeckner.
Dikutip dari The New York Times, tahun lalu, para petani di Jerman mempekerjakan sekitar 300.000 pekerja musiman untuk membantu mereka memanen dan memulai masa tanam. Sebagian besar pekerja musiman di Jerman berasal dari Eropa Timur yang mau melakukan kerja fisik dengan upah sekitar 10,25 dollar Amerika Serikat atau 9,35 euro, setara dengan Rp 168.000 per jam (kurs Rp 18.000).
Malte Voigts, seorang pemilik perkebunan asparagus di wilayah Brandenburg, mengatakan, di wilayah itu saja setidaknya membutuhkan sekitar 24.000 pekerja untuk memanen asparagus, yang akan dimulai April ini. Beberapa orang sudah meneleponnya dan menyatakan bersedia untuk bekerja di ladang asparagus miliknya.
”Mungkin sebagian besar orang berpikir, memanen asparagus adalah sebuah hal yang mudah. Tidak. Tidak mudah memanen asparagus,” katanya.
Pemerintah Jerman telah mengumumkan lowongan pekerjaan di berbagai industri, khususnya industri pertanian, kepada warga yang memang saat ini membutuhkannya.
Lowongan itu diumumkan di situs web milik pemerintah. Namun, sejauh ini, dari kebutuhan sekitar 300.000 pekerja, baru 16.000 orang yang melamar. Dan, tidak semuanya memiliki pengalaman bekerja di ladang pertanian.
Industri pertanian dan peternakan Perancis juga menghadapi kendala yang sama dengan Jerman. Menghadapi musim panen ini, setidaknya Perancis membutuhkan sekitar 200.000 pekerja untuk membantu para pemilik lahan memanen hasil kerja mereka selama setidaknya setahun terakhir. Namun, sejauh ini, baru 40.000 orang yang mendaftar melalui laman yang disediakan pemerintah.
Spanyol dan Italia juga menghadapi kendala yang sama. Dua negara di Eropa yang paling parah terdampak Covid-19 membutuhkan jumlah pekerja musiman yang mirip dengan Perancis untuk membantu mereka memanen produk pertaniannya. Provinsi Huelva, yang menjadi daerah penghasil bluberi utama di Spanyol, kehilangan sekitar 9.000 pekerja musiman asal Maroko karena pembatasan.
Sarah Boparan, salah satu agen tenaga kerja terkemuka di Eropa, yang biasa menyalurkan tenaga kerja Eropa Timur ke sejumlah negara Eropa Barat mengatakan, pemerintahan negara-negara Eropa perlu memikirkan kebijakan yang lebih baik mengenai persoalan pekerja musiman ini. Bila tidak, industri pertanian Eropa juga akan terdampak. Ujungnya, suplai makanan selama masa pandemi ini berlangsung akan terganggu.
Eropa perlu memikirkan kebijakan yang lebih baik mengenai persoalan pekerja musiman ini. Bila tidak, industri pertanian Eropa juga akan terdampak.
Pekka Pesonen, Sekretaris Jenderal Petani dan Kerja Sama Agrikultural Eropa Copa Cogeca, mengatakan, negara-negara Uni Eropa harus membuka pasarnya jika mereka ingin menjamin ketersediaan pangan bagi warganya selama masa pandemi ini berlangsung.
Para pemilik pertanian dan perkebunan besar juga meminta pemerintah Uni Eropa agar mengizinkan para pekerja paruh waktu atau pengangguran membantu di wilayah-wilayah yang kini tengah memasuki masa panen. (REUTERS)