225 Miliar Dollar AS Dana Investasi Negara-negara Minyak Menguap
Dana investasi negara-negara produsen minyak di Timur Tengah dan Afrika harus dijual akibat anjloknya harga minyak dan pandemi Covid-19. Pilihan itu diambil untuk menalangi pengeluaran negara dan defisit anggaran.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
LONDON, SENIN — Dana investasi negara-negara produsen minyak di Timur Tengah dan Afrika yang dikelola badan-badan usaha pengelola investasi negara (sovereign wealth fund) menguap hingga 225 miliar dollar AS di tengah anjloknya harga minyak dan pandemi Covid-19. Dana itu kebanyakan diinvestasikan dalam bentuk saham di pasar-pasar saham.
Ahli strategi lembaga keuangan JP Morgan, Nikolaos Panigirtzoglou, di London, Minggu (29/3/2020) waktu setempat, menyatakan, penyebaran Covid-19 yang cepat telah menekan ekonomi global. Pasar saham global pun jatuh.
Dia mengatakan, dana investasi negara-negara yang berbasis minyak dan nonminyak yang menguap dari ekuitas global diperkirakan mencapai 1 triliun dollar AS. Perkiraan itu didasarkan pada data dana kekayaan negara dan angka-angka dari Sovereign Wealth Fund Institute, sebuah kelompok penelitian.
Berpegang teguh pada investasi ekuitas dan mempertaruhkan lebih banyak kerugian bukanlah pilihan untuk sejumlah dana dari negara-negara penghasil minyak. Pemerintah mereka menghadapi kesulitan keuangan ganda, yakni pendapatan yang jatuh karena kenaikan harga minyak dan meroketnya pengeluaran saat pemerintah terburu-buru mengeluarkan anggaran darurat.
Menurut Panigirtzoglou, 100 miliar dollar AS-150 miliar dollar AS saham kemungkinan telah dijual dalam beberapa pekan terakhir. Seiring dengan hal itu, dana 50 miliar dollar AS-75 miliar dollar AS berikutnya kemungkinan akan dilepas dalam beberapa bulan mendatang.
”Masuk akal bagi dana negara untuk mendahulukan penjualan mereka karena Anda tidak ingin menjual aset Anda pada tahap selanjutnya ketika harganya cenderung lebih tertekan,” katanya.
Sebagian besar dana berbasis minyak diperlukan untuk menjaga penyangga uang tunai dalam jumlah besar jika jatuhnya harga minyak memicu permintaan pendanaan dari pemerintah. Sebuah sumber di sovereign fund negara berbasis minyak mengatakan telah bertahap meningkatkan posisi likuiditas sejak harga minyak mulai turun dari puncak harga di atas 70 dollar AS per barrel pada Oktober 2018.
Selain cadangan kas, likuiditas tambahan biasanya diambil pertama-tama dari instrumen pasar uang jangka pendek, seperti surat berharga, dan kemudian dari ekuitas yang diinvestasikan secara pasif sebagai upaya terakhir.
Tren serupa juga biasanya terjadi terhadap dana-dana lain. ”Aliran investor kami secara luas menunjukkan ketahanan lebih dari harga pasar,” kata Elliot Hentov, kepala penelitian kebijakan di State Street Global Advisors. ”Telah ada pergeseran arah uang sejak krisis dimulai, tetapi itu bukan langkah panik, tetapi sebuah hal yang terjadi secara bertahap."
Seorang sumber dari kalangan perusahaan pengelola dana-dana pemerintah mengatakan, pilihan atas satu dana investasi dilakukan melalui sejumlah penyesuaian. Penyesuaian itu antara lain penyesuaian terhadap investasi ekuitas yang dikelola secara aktif karena gejolak pasar, baik untuk membendung kerugian maupun posisi untuk pemulihan, khususnya ketika saat-saat itu akan tiba kelak.
Banyaknya dana kekayaan negara yang diinvestasikan dan dengan siapa dana itu diinvestasikan tetap dirahasiakan. Banyak yang bahkan tidak melaporkan nilai aset yang mereka kelola.
Pada Kamis (27/3/2020) pekan lalu, badan usaha pengelola dana kekayaan negara asal Norwegia mengatakan telah kehilangan 124 miliar dollar AS tahun ini karena pasar ekuitas yang anjlok.
CEO perusahaan itu, Yngve Slyngstad, mengatakan, pihaknya pada titik tertentu bakal kembali mulai membeli saham untuk mendapatkan portofolionya kembali ke target alokasi ekuitasnya.
Target alokasi ekuitas itu diperkirakan sebesar 70 persen dari posisi total dana kelolaan saat ini yang mencapai 65 persen. Slyngstad juga mengatakan bahwa setiap pengeluaran fiskal oleh pemerintah tahun ini akan dibiayai dengan menjual surat utang yang ada dalam portofolionya.
”Ada pertanyaan apakah sebagian dari dana ini akan digunakan untuk mendukung mata uang karena beberapa kerangka hukum mengizinkan ini,” kata Danae Kyriakopoulou, kepala ekonom dari Forum Lembaga Moneter dan Keuangan Resmi (OMFIF), sebuah lembaga think tank.
”Dalam 10 tahun sebelumnya, beberapa negara memindahkan cadangan dari bank sentral mereka ke dana negara, memungkinkan mereka untuk berinvestasi dalam aset yang lebih berisiko karena mereka memiliki fleksibilitas yang lebih besar.”
Namun, ditegaskan bahwa saat ini hal seperti itu mungkin menjadi masalah. Hal itu mengingat lebih banyak cadangan di sovereign fund daripada bank sentral saat dibutuhkan dana cadangan lebih untuk mempertahankan mata uang.
Arab Saudi adalah salah satu negara yang dalam beberapa tahun terakhir memindahkan cadangan dari bank sentralnya untuk menambah kendaraan investasi berdaulatnya, Dana Investasi Publik.
Dana itu, antara lain, dialokasikan dalam bentuk saham di perusahaan mobil listrik Uber dan Lucid Motors dan memiliki sekitar 300 miliar dollar AS aset yang dikelola di 2019.
Pada 2015, ketika harga minyak mentah terakhir kali runtuh, bank sentral Arab Saudi mengurangi aset asing lebih dari 100 miliar dollar AS untuk menutupi anggaran negara yang mengalami defisit relatif besar. Bank Saudi kemudian mengawasi sebagian besar investasi kerajaan, terutama dalam sekuritas, seperti surat utang US Treasury.
Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed al-Jadaan mengatakan, negara itu akan mencari dana pinjaman untuk membiayai defisit setelah mengumumkan paket dukungan ekonomi senilai lebih dari 32 miliar dollar AS. (REUTERS)