Hentikan Permusuhan, Dukung Rute Bantuan Kemanusiaan
Laju penularan dan kematian akibat Covid-19 membuat sejumlah negara semakin mengeraskan kebijakan untuk menanggulangi wabah itu. Larangan keluar rumah hingga larangan naik angkutan umum diberlakukan.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
VATIKAN, SENIN — Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma Sedunia Paus Fransiskus mendukung ajakan gencatan senjata global. Dengan demikian, dunia bisa memfokuskan energinya melawan pandemi virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19.
”Hentikan semua permusuhan dan dukung pembuatan rute bantuan kemanusiaan, upaya diplomatik, dan perhatian kepada mereka yang dalam situasi rentan,” ujar Paus, Minggu (29/3/2020), di Vatikan.
Pernyataan itu untuk mendukung ajakan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres. Dalam pernyataan resmi pekan lalu, Guterres meminta semua pihak yang terlibat konflik untuk melakukan gencatan senjata.
Guterres menyatakan hal itu karena perang masih terus terjadi di sejumlah negara. Organisasi kemanusiaan kesulitan mengirimkan bantuan kepada warga sipil di wilayah pertempuran. Sebab, baku tembak terus terjadi, seperti di Suriah, Yaman, atau Afghanistan.
Selanjutnya, semua pihak diajak untuk bekerja sama dan memfokuskan energi melawan wabah SARS-CoV-2 yang, hingga Minggu malam, telah merenggut 32.144 jiwa dan menulari hampir 700.000 orang di sejumlah negara.
Laju penularan dan kematian akibat Covid-19 membuat sejumlah negara semakin mengeraskan kebijakan untuk menanggulangi wabah itu. Kanada melarang siapa pun yang terindikasi sesak napas untuk naik pesawat dan kereta. Setiap calon penumpang akan ditanyai riwayat kesehatannya.
Di sejumlah wilayah di Kanada, polisi membuat pos pemeriksaan untuk memastikan orang tidak keluar rumah tanpa alasan kuat. Wakil Gubernur Quebec Genevieve Guilbault menyebut pembatasan perjalanan di Quebec berlaku mulai Sabtu.
Sementara Irlandia Utara juga memastikan siapa pun dilarang keluar rumah tanpa izin. Seluruh perusahaan dan majikan diminta mengoptimumkan kerja dari rumah. Pelanggar dapat didenda hingga 5.000 poundsterling.
Menteri Utama Irlandia Utara Arlene Foster mengatakan, kebijakan itu terpaksa dilakukan di tengah situasi luar biasa. ”Kami tahu telah meminta hal berat pada masyarakat. Walakin, ini layak untuk menghadapi virus mematikan, tidak ada yang kebal,” ujarnya.
India
Perdana Menteri India Narendra Modi mempertahankan kebijakan isolasi total di negaranya. Meskipun demikian, ia meminta maaf karena kebijakan itu menimbulkan kekacauan.
”Pertama-tama, saya memohon ampun dari seluruh negeri. Orang miskin jelas akan bertanya PM macam apa ini membuat kami susah. Langkah yang diambil sejauh ini akan membawa India menang terhadap virus korona,” ujarnya.
Ia menyampaikan itu setelah di berbagai penjuru India ada keluhan orang miskin meninggalkan kota-kota besar. Sebab, mereka tidak bisa mendapat penghasilan setelah perintah isolasi diberlakukan pekan lalu.
”Pemerintah tidak punya rencana darurat menghadapi eksodus ini,” demikian pernyataan oposisi India, Rahul Gandhi, melalui media sosial.
Adapun Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan tidak ada isolasi New York, New Jersey, dan Connecticut. Ia memilih menerapkan anjuran keras soal perjalanan ke tiga wilayah yang menjadi lokasi bagi lebih dari separuh kasus virus korona di AS tersebut. Siapa pun dianjurkan tidak ke tiga negara bagian itu selama dua pekan ke depan.
Trump menyatakan sudah berkonsultasi dengan gugus tugas penanganan virus korona. Pusat Pengendalian Penyakit Menular diminta menerbitkan anjuran perjalanan yang keras dan diatur oleh gubernur atas konsultasi dengan pemerintah federal. ”Tidak perlu karantina,” katanya.
Dari Eropa dilaporkan, Italia dan Spanyol menuntut Uni Eropa bertindak lebih besar untuk membantu kedua negara tersebut menghadapi Covid-19. ”Eropa harus menunjukkan mampu menghadapi tugas bersejarah ini. Saya berjuang sampai titik darah penghabisan untuk mendapat tanggapan Eropa yang kuat, bersatu, dan berani,” kata PM Italia Giuseppe Conte.
Italia bolak-balik kecewa dengan UE yang dinilai tidak cukup membantu negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di Eropa itu. Roma membandingkan UE dengan China dan Rusia yang sigap mengirimkan tenaga medis, aneka peralatan kesehatan, hingga obat untuk menghadapi wabah itu. Roma juga kecewa karena UE tidak menyepakati penerbitan obligasi khusus untuk menangani dampak wabah.
Sementara PM Spanyol Pedro Sanchez menyebut UE kini di periode tersulit sejak didirikan. ”Harus bangkit menghadapi tantangan,” ujarnya.
Dengan hampir 79.000 kasus, Madrid semakin mengetatkan perintah karantina. Sejak Minggu, hampir seluruh pekerja diperintahkan libur dan diam di rumah. Kepala Layanan Gawat Darurat Spanyol Fernando Simón menyebut jumlah orang di unit perawatan intensif terus meningkat di beberapa daerah. ”Karena itu harus membuat pengendalian lebih keras,” ujarnya.
Sementara Menteri Luar Negeri Perancis Amelie de Montchalin menyebut wabah ini menjadi ujian UE. ”Cara UE menanggapi wabah ini akan menentukan kredibilitas di masa depan,” ujarnya.
Bersama Madrid dan Roma, Paris menyokong penerbitan obligasi khusus untuk menanggulangi dampak virus korona jenis baru. Sementara Jerman dan Belanda menentang ide itu. (AP/REUTERS)