Wabah covid-19 memukul pariwisata Thailand. Tidak hanya pelaku usaha yang terlibat di industri itu merugi, ribuan gajah yang selama ini terlibat didalamnya juga merana.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Gara-gara pandemi Covid-19, bukan hanya manusia yang menderita, gajah-gajah Thailand yang selama ini berjasa pada sektor pariwisata pun ikut menderita. Karena wisatawan sepi, mereka tidak diberi makan dan dirantai selama berjam-jam. Banyak juga yang dijual ke kebun binatang atau dipindah ke perdagangan kayu ilegal.
Sebelum pandemi Covid-19 datang pun kondisi kehidupan sekitar 2.000 gajah yang dipekerjakan di sektor pariwisata memprihatinkan. Mereka sering dipukul dan dipaksa mau dinaiki wisatawan dan melakukan berbagai aksi dalam pertunjukan atraksi binatang.
Akibat perjalanan di seluruh dunia lumpuh, tidak ada pemasukan dan binatang-binatang tidak mendapatkan jatah makanan. Satu gajah saja membutuhkan setidaknya 300 kilogram makanan setiap harinya. Para pembela hak gajah dan kelompok konservasi, Selasa (31/3/2020), memperingatkan ancaman kelaparan dan eksploitasi yang lebih parah jika tidak segera disediakan bantuan keuangan darurat.
“Atasan saya mencoba melakukan apa saja tetapi tidak ada uangnya,” kata Kosin, pawang gajah di tempat penampungan gajah Chiang Mai dimana salah satu gajah bernama Ekkasit harus puasa.
Tak ada biaya
Chiang Mai yang berada di wilayah Thailand utara merupakan daerah tujuan wisata dengan tempat penampungan gajah. Sedikitnya 2.000 gajah kini menganggur. Presiden Asosiasi Aliansi Gajah Thailand Theerapat Trungprakan mengakui anggaran yang minim untuk pakan gajah akan beresiko pada kondisi fisik mereka. Jangankan gajah, para pawang pun gajinya berkurang sampai 70 persen.
Theerapat khawatir gajah-gajah itu akan dipekerjakan di perdagangan kayu ilegal di sepanjang perbatasan Thailand dan Myanmar. Ini bisa terjadi jika terpaksa dilakukan dan akan melanggar aturan yang melarang pemanfaatan gajah untuk mengangkut kayu. “Sisanya bisa jadi akan dipaksa mengemis di jalanan,” ujarnya.
Anjloknya wisatawan yang datang dimulai akhir Januari lalu. Wisatawan asal China memang yang terbanyak yang datang ke Thailand, sekitar 40 juta orang. Jumlah wisatawan China merosot sampai 80 persen pada Februari lalu seiring dengan kebijakan karantina China gara-gara Covid-19. Pada bulan Maret, kebijakan larangan masuk Thailand juga berlaku untuk negara-negara Barat. Ini karena jumlah kasus Covid-19 sudah mencapai 1.388 kasus.
Pemilik Taman Alam Gajah Saengduean Chailert situasinya krisis karena gajah-gajah sudah kekurangan gizi. Di suakanya, ia menyelamatkan 80 binatang berkulit tebal termasuk gajah. Para pengunjung hanya diperbolehkan melihat binatang saja, berbeda dari tempat lain yang mempertunjukkan atraksi binatang termasuk menaiki gajah.
Chailert sudah mencoba mengumpulkan uang untuk membeli makanan gajah dan membantu para pawang di sekitar 50 tempat penampungan gajah di Thailand. Gajah-gajah yang dirantai seharian bisa membuat mereka stres bahkan bisa saling menyerang. Jika itu terjadi, tidak ada juga biaya pengobatannya.
Pemerintah juga didesak untuk memberikan bantuan dana demi kesejahteraan gajah. “Kami membutuhkan sekitar 30 dollar AS sehari untuk satu gajah saja,” kata Apichet Duangdee yang mengelola Taman Penyelamatan Gajah.
Gajah-gajah dan binatang mamalia yang lain juga tidak bisa dibebaskan dan diselamatkan dari sirkus atau pedagang kayu ilegal di hutan karena pasti tidak akan kuat dan mati saat harus melawan gajah-gajah liar di wilayah itu. “Saya akan coba pinjam 61.000 dollar AS secepatnya supaya gajah-gajah saya tidak mati. Saya tidak akan membiarkan mereka sengsara,” kata Duangdee. (AFP)