Jelang Pertemuan Darurat OPEC, Hubungan Riyadh-Moskwa Meruncing
Jatuhnya harga minyak dunia harus ditangani baik oleh negara-negara OPEC. Namun, hubungan Arab Saudi dan Rusia yang saat ini tidak harmonis dikhawatirkan menjadi kendala mencapai kesepakatan.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
DUBAI, SABTU – Menjelang pertemuan darurat negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC hubungan antara Arab Saudi dan Rusia meruncing, Sabtu (4/4/2020). Arab Saudi mengkritik tajam Rusia yang telah menyalahkan Riyadh atas jatuhnya harga minyak mentah dunia.
Harga minyak dunia jatuh setelah negara-negara dalam kelompok OPEC+ termasuk di dalamnya Rusia gagal menyepakati pengurangan produksi pada awal Maret 2020. Perang harga pun terjadi setelahnya. Arab Saudi mengancam akan memaksimalkan kapasitas produksi meski situasi industri penerbangan sedang lesu karena pandemi virus korona baru.
Harga minyak mentah Brent sebagai patokan internasional turun menjadi sekitar 24 dollar AS per barel dari 70 dollar AS per barel setahun lalu. Harga minyak sedikit naik menyusul Presiden AS Donald Trump yang mengatakan di Twitter akan perlunya pengurangan produksi. Namun, tensi yang hangat antara Arab Saudi dan Rusia dikhawatirkan akan mengacaukan pertemuan dalam telekonferensi Senin (6/4/2020).
Tensi yang hangat antara Arab Saudi dan Rusia bisa terlihat pada Sabtu pagi kemarin ketika dua pernyataan diberitakan oleh Saudi Press Agency, kantor berita milik Pemerintah Arab Saudi. Pernyataan pertama keluar dari Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan dalam sebuah tulisan berjudul “Pernyataan yang Dikaitkan dengan Salah Satu Media Presiden Rusia Benar-benar Keliru”.
“Rusia adalah pihak yang menolak kesepakatan, sementara Kerajaan Arab Saudi dan 22 negara lain membujuk Rusia untuk menurunkan produksi dan memperpanjang kesepakatan,” ujar Pangeran Faisal dalam artikel itu.
Pernyataan itu dilontarkan untuk menepis pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin yang menyatakan bahwa penarikan diri Arab Saudi dari OPEC+ adalah langkah yang salah.
Pernyataan kedua datang dari Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman yang merupakan salah seorang putra dari Raja Salman bin Abdulaziz. Pangeran Abdulaziz mengkritik Menteri Energi Rusia Alexander Novak yang menyarankan Arab Saudi untuk “menyingkirkan produsen minyak serpih”.
Volume produksi minyak serpih yang banyak telah menjadikan AS sebagai salah satu produsen minyak serpih terbanyak di dunia. Kini, mereka juga tertekan akibat jatuhnya harga minyak dunia.
Pangeran Abdulaziz mengekspresikan keterkejutannya atas adanya usaha yang membawa Arab Saudi bermusuhan dengan industri minyak serpih, yang sepenuhnya keliru seperti juga diketahui oleh Rusia.
Pernyataan tersebut kemungkinan dikeluarkan untuk menghindari pertentangan antara arab Saudi dan Presiden Trump yang menulis di Twitter Kamis lalu bahwa Moskwa dan Riyadh akan menurunkan sekitar 10 juga barel tanpa menjelaskan detail maksudnya.
Sebelumnya, pada Jumat (3/4/2020), Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan siap bekerja sama dengan Arab Saudi dan AS untuk mengurangi produksi minyak. Berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh Kremlin, Rusia telah bersedia menyepakati kerangka kerja OPEC+ dan siap bekerja sama dengan AS dalam masalah ini.
“Saya yakin perlu untuk menyatukan usaha untuk menyeimbangkan pasar dan mengurangi produksi."
Berbicara dengan Novak melalui telekonferensi, Putin menyatakan bahwa Rusia sudah bersiap membahas pengurangan volume lebih kurang 10 juta barel sehari, bisa lebih sedikit, bisa kurang sedikit.
Menurut Putin, Rusia tetap menjalin komunikasi yang erat dengan Arab Saudi dan baru saja berbicara dengan Trump. (AP/AFP/REUTERS)