Harga minyak global kembali rontok. Mewabahnya Covid-19 dan belum tuntasnya kesepakatan pemangkasan produksi memicu kekhawatiran pasar.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
RIYADH, SENIN — Harga minyak mentah kembali merosot. Pada awal pekan, Senin (6/3/2020), komoditas itu diperdagangkan lebih rendah 3 dollar AS per barel atau merosot hingga 8 persen. Penurunan itu mencerminkan kekhawatiran pada berlebihnya pasokan global setelah Arab Saudi dan Rusia dilaporkan menunda pertemuan mereka, yang akan membahas pemangkasan produksi. Pertemuan itu direncanakan digelar pada pertengahan pekan ini.
Pada pasar berjangka, Brent minyak mentah sempat diperdagangkan pada harga 31,99 dollar AS per barel, atau turun 2,12 dollar AS per barel. Bahkan, sempat harga komoditas itu menyentuh 30,03 dollar AS per barel. Untuk minyak WTI, harga minyak mentah turun 2,04 dollar AS per barel, atau 7,3 persen, menjadi 26,30 dollar AS per barel.
Sebelumnya, akhir pekan lalu harga minyak sempat melonjak. Minyak WTI dan Brent membukukan kenaikan persentase mingguan terbesar. Hal itu terjadi di tengah harapan bahwa OPEC dan sekutunya akan mencapai kesepakatan global, yaitu memotong pasokan minyak mentah di seluruh dunia.
Sebagai catatan, pandemi Covid-19 telah memangkas permintaan global, sementara produksi tidak dipangkas. Akibatnya, pasar dibanjiri minyak mentah. Situasi itu diperparah dengan perang harga antara Arab Saudi dan Rusia.
Dalam satu bulan terakhir, harga minyak terjun bebas saat pasar menunggu kepastian pemotongan produksi yang dijanjikan OPEC. Namun, hingga saat ini upaya itu belum ada, meskipun pada akhir pekan lalu Arab Saudi optimistis, kesepakatan pemotongan produksi akan dicapai pekan ini.
Sementara itu, Robert McNally, Presiden Rapidan Energy Group di Maryland, AS, menyinggung soal keputusan Arab Saudi untuk menunda pengumuman harga internasional minyak mentahnya. Menurut dia, langkah itu menunjukkan bahwa Riyadh tidak ingin membanjiri pasar dengan minyak mentah di harga rendah sebelum perjanjian terkait produksi tercapai.
”Saya tidak tahu ada orang yang terlalu agresif sebelum pertemuan,” kata McNally. ”Itu tanda yang cukup jelas bahwa mereka terbuka untuk memotong produksi pada bulan Mei.”
Sumber dari Riyadh menginformasikan pihak Kerajaan Saudi menunda rilis sampai Jumat pekan ini. Hal itu terutama guna menunggu hasil pertemuan antara OPEC dan sekutu-sekutunya mengenai kemungkinan penurunan produksi.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, pada Sabtu pekan lalu, mengatakan, AS akan mengenakan tarif pada produksi Saudi dan Rusia. Jika itu dilakukan, berpotensi mempercepat pengurangan produksi.
Ditunda
OPEC dan sekutunya menunda pertemuan darurat yang dijadwalkan digelar hari ini. Seorang sumber di lingkungan otoritas Saudi, hari Minggu kemarin, mengatakan kepada Reuters bahwa pihak kerajaan akan menjadi tuan rumah pertemuan. Pertemuan via telekonferensi itu akan digelar pada Kamis mendatang. Penundaan itu sekaligus untuk memberikan lebih banyak waktu untuk mengikutsertakan produsen lain.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, Jumat lalu menyalahkan jatuhnya harga minyak global pada Arab Saudi. Sehari berikutnya, Riyadh membantah pernyataan itu.
OPEC dan sekutunya sedang membahas kesepakatan global untuk mengurangi produksi minyak. Bila disepakati, pengurangan itu setara dengan sekitar 10 persen dari pasokan dunia.
Mereka berharap, kesepakatan itu menjadi kesepakatan global, termasuk menjadi kesepakatan negara-negara yang tidak mengontrol produksi nasional mereka, AS salah satunya. Namun, Trump sejauh ini tampaknya tidak berniat untuk membujuk perusahaan-perusahaan minyak AS untuk memangkas produksi mereka.
Faktor permintaan
Per Magnus Nysveen, kepala analisis di lembaga Rystad Energy, mengatakan, penurunan permintaan global karena pandemi Covid-19 lebih besar pengaruhnya daripada usulan pemotongan oleh aliansi OPEC +. Kondisi seperti itu bisa saja terus berlanjut.
”Tidak aneh bagi pasar untuk menaikkan harga dengan antusiasme seperti hari Jumat, tetapi untuk level tetap stabil selama lebih dari satu atau dua hari, dibutuhkan pengembangan dan kesepakatan nyata di lapangan,” katanya.
Selain itu, para analis mengatakan, berita anjloknya harga minyak—yang berkelindan dengan pandemi Covid-19—berpotensi menyebabkan aksi jual di pasar mata uang. Nilai tukar pound sterling yang turun, disebut-sebut, antara lain, karena kekhawatiran pejabat-pejabat tinggi Inggris tertular penyakit itu.
”Ini jelas menyatakan bahwa wabah virus itu dan langkah-langkah penahanan untuk melawannya adalah pusat aksi pasar,” kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar di CMC Market.
Saham berjangka AS melonjak lebih dari 1,5 persen pada awal perdagangan di Asia pada hari Senin setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan dirinya melihat harapan atas pengendalian Covid-19. Investor juga melihat optimisme setelah kasus Covid-19 tampak mencapai puncaknya di Eropa. Dalam dua hari terakhir, di Italia, jumlah pasien yang mendapat perawatan intensif turun.
Di Asia, indeks patokan Australia naik 0,5 persen, Indeks Nikkei Jepang naik 0,2 persen, sedangkan Indeks KOSPI Korea Selatan naik 1,4 persen. Hal itu membuat Indeks MSCI di pasar saham Asia, di luar Jepang, naik 0,1 persen. Pasar saham China ditutup karena libur nasional. (REUTERS)