AS Tolak Pengurangan Produksi Minyak, Belum Ada Solusi Perselisihan Saudi-Rusia
Kesepakatan soal produksi untuk mendukung harga minyak masih misterius. Arab Saudi dan Rusia setuju mengurangi produksi hanya jika AS bergabung dengan upaya itu.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Belum ada titik terang soal kesepakatan pengurangan produksi minyak di kalangan negara-negara utama penghasil minyak untuk memulihkan harga minyak dunia, hingga Selasa (7/4/2020). Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan negara-negara produsen non-OPEC, terutama Arab Saudi dan Rusia, hanya akan setuju mengurangi produksi minyaknya jika Amerika Serikat juga bergabung dalam langkah tersebut.
Arab Saudi dan Rusia terlibat perang harga minyak sejak awal Maret. Perselisihan dua negara produsen utama minyak itu terjadi setelah Rusia menolak usulan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) agar memangkas produksi minyak saat kesepakatan antara OPEC dan Rusia terkait produksi minyak berakhir pada 31 Maret 2020.
Riyadh merespons penolakan Moskwa itu dengan meningkatkan kapasitas hingga maksimal produksi minyaknya hingga 13 juta barel per hari. Akibatnya, harga minyak pun anjlok, bahkan sempat mendekati 20 dollar AS per barel.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan, Senin (6/4/2020), OPEC tidak mendesaknya untuk meminta produsen minyak AS mengurangi produksi mereka. Menurut dia, produksi minyak AS sudah jatuh tanpa diminta untuk dikurangi produksinya. Ia mengaku OPEC tidak memintanya agar produsen-produsen minyak di negaranya mengurangi produksi mereka.
Beberapa perusahaan pengeboran AS, kata Trump, telah mengurangi produksi mereka karena jatuhnya harga minyak. Mereka juga tak mau berkomitmen pada kesepakatan apa pun, termasuk dalam hal pengurangan produksi,
”Saya pikir itu terjadi secara otomatis, tetapi belum ada yang menanyakan pertanyaan itu kepada saya, jadi kita akan lihat apa yang terjadi,” kata Trump dalam sebuah sesi konferensi pers di Washington, Senin (6/4/2020) sore waktu setempat.
Hal senada diungkapkan Menteri Energi AS Dan Brouillette. Ia mengatakan pada media Fox Business Network pada awal pekan ini bahwa produksi AS mulai turun karena jatuhnya harga minyak mentah.
”Di Amerika Serikat kami memiliki pasar bebas dan industri akan menyesuaikan sendiri,” katanya. Pejabat Departemen Energi AS tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Permintaan minyak di seluruh dunia telah turun sekitar 30 persen atau sekitar 30 juta barel per hari, terutama karena mandeknya aktivitas ekonomi global terkait pandemi Covid-19. Pada saat yang sama Arab Saudi dan Rusia membanjiri pasar dengan pasokan tambahan.
Hal tersebut menjadi masalah besar bagi ekonomi AS yang telah tumbuh menjadi produsen minyak dan gas terbesar di dunia. Industri pengeboran yang dulu ramai saat ini terancam dengan pemutusan hubungan kerja dan kebangkrutan.
Pekan lalu, OPEC dan sekutu-sekutunya, termasuk Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, mulai berunding tentang pengurangan produksi. Keduanya ingin negara-negara non-OPEC lainnya—khususnya AS—untuk berpartisipasi dalam pengurangan produksi itu.
Tanpa AS, maka tak ada kesepakatan.
”Tanpa AS, maka tidak ada kesepakatan,” kata salah satu sumber. Dua sumber OPEC mengatakan, pertemuan akan digelar pada Kamis (9/4/2020) melalui konferensi video mulai pukul 14.00 GMT atau 21.00 WIB.
Washington mengaku tidak berkomitmen untuk mengambil bagian dalam kesepakatan apa pun. Jika terealisasi, menurut Trump, kesepakatan itu dapat mengurangi 10-15 persen dari pasokan dunia dari pasar.
Perusahaan-perusahaan minyak utama AS dan kelompok-kelompok industri menentang pemotongan produksi. Perusahaan AS tidak dapat mengatur produksi mereka karena undang-undang antimonopoli.
Gedung Putih mengatakan akan mendorong pembicaraan antara negara-negara lain sebagai gantinya. Langkah ini pun akan menjadi langkah luar biasa di Amerika Serikat.
Pada Jumat pekan ini, menteri-menteri energi negara-negara anggota kelompok G-20 dan anggota beberapa organisasi internasional lainnya akan mengadakan konferensi video mereka sendiri. Menurut sejumlah sumber, pertemuan melalui konferensi video itu bakal diselenggarakan oleh Arab Saudi. Sekali lagi, upaya-upaya untuk melibatkan AS dalam kesepakatan pengurangan produksi akan menjadi agenda utama.
Rusia dan Arab Saudi telah lama frustrasi bahwa upaya pembatasan produksi minyak oleh OPEC dan kelompok lebih luas yang kerap disebut OPEC+ justru dimanfaatkan produsen-produsen minyak serpih AS. Situasi itu bermuara pada berakhirnya kesepakatan soal pembatasan produksi dan berujung pada anjloknya harga minyak saat ini.
Menyusul berakhirnya kesepakatan OPEC+, Riyadh dan Moskwa saling menyalahkan dan ”bertempur” untuk memperebutkan pangsa pasar dengan terus menambah produksi minyak. Akibatnya, harga minyak anjlok ke level terendah dalam dua dekade. Kondisi itu menekan anggaran negara-negara penghasil minyak dan juga menekan produsen berbiaya lebih tinggi di AS.
Arab Saudi meningkatkan produksi minyak mentahnya menjadi 12,3 juta barel per hari (bph) pada 1 April lalu. Riyadh mengatakan, pihaknya berencana untuk mengekspor lebih dari 10 juta barel per hari. Dengan cadangan kapasitas ekstra terbesar di dunia, Riyadh menegaskan tidak akan lagi menanggung beban pemotongan yang tidak adil. (AFP/REUTERS)