Pelajaran dari Wuhan, Pandemi Korona Terbukti Bisa Dikalahkan
Penanganan pandemi Covid-19 di Wuhan, China, memberi banyak pelajaran. Meski berbiaya sangat mahal dan tidak selalu bisa diterapkan di tempat lain, Wuhan telah membuktikan pada dunia: pandemi Covid-19 bisa dikalahkan.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
WUHAN, RABU — Pembukaan kembali Wuhan, kota pusat pertama wabah Covid-19, mulai Rabu (8/4/2020), memberi pelajaran soal pengendalian dan penanganan wabah di suatu wilayah. Meski menghabiskan puluhan miliar dollar AS untuk menanganinya, pengalaman Wuhan membuktikan bahwa pandemi bisa diakhiri.
China membuka lagi ibu kota Provinsi Hubei itu setelah isolasi total selama 76 hari sejak akhir Januari 2020. Sebelum Wuhan, China telah lebih dulu mengakhiri isolasi untuk kota-kota lain di Hubei.
”(Langkah) menghidupkan lagi Wuhan menunjukkan China telah mengendalikan pandemi,” kata Yang Zhanqiu, pakar virus dari Universitas Wuhan.
Pemerintah Kota Wuhan mencatat 55.000 tiket kereta dibeli untuk perjalanan sepanjang Rabu saja. Sedikitnya 80 kereta disiapkan melayani para pelawat sepanjang Rabu pagi. Media China, Global Times dan Xinhua, menyebut antrean calon penumpang sudah terlihat di stasiun sejak selepas Rabu tengah malam. Padahal, kereta pertama baru meninggalkan Wuhan pada Rabu pagi.
”Setelah terkurung selama lebih dari dua bulan, senang sekali bisa bepergian lagi,” kata Guan Tao, salah seorang penumpang kereta dari Wuhan yang akan menuju Changsha, seperti dikutip Global Times.
Para pelawat bergegas meninggalkan Wuhan untuk bekerja atau pulang kampung. Mereka tak sabar mudik karena Wuhan diisolasi menjelang libur Imlek, Januari. Selama isolasi, warga sama sekali dilarang keluar rumah. Isolasi total menjadi salah satu kunci China mengendalikan pandemi.
Setelah terkurung selama lebih dari dua bulan, senang sekali bisa bepergian lagi.
Dalam tajuknya, Global Times menyatakan wabah bisa dikalahkan. Wuhan mirip New York di Amerika Serikat dan Milan di Italia yang kini menjadi pusat pandemi. Kota-kota itu sama-sama berpenduduk padat, penting bagi perekonomian negara masing-masing, sekaligus pusat pandemi.
”Jika mereka mengadopsi langkah-langkah yang sama, meski ada perbedaan budaya dan sistem manajemen, tidak ada alasan untuk percaya bahwa Wuhan bisa mengalahkan virus, sementara Milan dan New York tidak,” demikian tulis Global Times.
Biaya mahal
Memang, China membayar amat mahal untuk mengisolasi Wuhan dan kota-kota lain. Kementerian Keuangan China mengalokasikan 15,6 miliar dollar AS hanya untuk sektor kesehatan dalam penanggulangan wabah itu. China masih harus menyiapkan miliaran dollar AS lainnya untuk menangani dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan Covid-19.
Belanja kesehatan China membengkak menjadi 38,4 miliar dollar AS dalam Januari-Februari 2020 saja. Dana itu dipakai, antara lain, untuk mengerahkan hampir 500.000 dokter dan perawat ke Hubei. Kantor berita Xinhua melaporkan, hampir 20.000 dari 500.000 tenaga kesehatan itu khusus bertugas di ruang perawatan intensif di sejumlah rumah sakit di Hubei.
China juga membangun 16 rumah sakit darurat untuk merawat para pasien Covid-19 di Wuhan. Belanja kesehatan dipakai pula di beberapa provinsi lain yang dilanda pandemi. China juga memberikan subsidi untuk jutaan warga terdampak isolasi.
Bayaran lain yang harus dikeluarkan China untuk mengisolasi Hubei adalah perekonomian yang tidak bergerak. Hampir seluruh pekerja dilarang keluar rumah sehingga pabrik, kedai, hingga kantor tutup lebih dari dua bulan.
Isolasi selama 76 hari membuat Hubei kehilangan produk domestik bruto (PDB) 45 miliar dollar AS dari PDB.
Isolasi selama 76 hari membuat Hubei kehilangan produk domestik bruto (PDB) 45 miliar dollar AS dari PDB. PDB Hubei sebesar 209 miliar dollar AS atau 573 juta dollar AS per hari.
Hubei, khususnya Wuhan, penting bagi perekonomian China dan global. Sedikitnya 300 dari 500 perusahaan terbesar di bumi punya kantor dan pabrik di Hubei. Pada 2019, nilai ekspor-impor Wuhan saja sebesar 35,3 miliar dollar AS. Isolasi Wuhan membuat rantai pasok ke perusahaan di sejumlah negara terganggu dan produksi terhambat.
Tetap waspada
Meski telah membayar mahal dan mengakhiri isolasi Wuhan, China tetap berhati-hati. Hingga Selasa, masih ada 1.190 pasien Covid-19 di seluruh China. Jumlahnya dikhawatirkan lebih besar karena China tidak menghitung pengidap Covid-19 tanpa gejala. Beijing hanya menghitung pengidap yang demam, batuk, atau sesak napas.
Jumlah pengidap juga masih terus bertambah. Sebagian dari mereka merupakan pasien yang baru datang dari luar negeri. Selain itu, sampai sekarang cara penularan SARS-CoV-2 belum benar-benar dipahami. Karena itu, China tetap mengontrol ketat warganya untuk mengendalikan infeksi dan mencegah gelombang baru pandemi.
Pimpinan Partai Komunis China Cabang Wuhan, Wang Zhonglin, mengatakan, penghentian isolasi bukan akhir pencegahan dan pengendalian penyakit menular. Pengawasan ketat harus dilakukan.
Pengendalian itu dilakukan, antara lain, lewat pemindaian kode yang terpasang di ponsel warga. Kode itu dihasilkan dari pengolahan informasi kesehatan dan riwayat perjalanan setiap orang.
”Sebelum kembali bekerja, kami harus mendapat kode ini dan surat keterangan sehat. Dengan memindai kode dan menunjukkan surat, baru boleh keluar rumah. Ke mana pun harus memindai kode itu, jadi selalu tercatat,” kata Huang Yan, salah seorang pekerja di Wuhan.
Kantor Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Wuhan kini fokus melacak pengidap tanpa gejala. Setiap perusahaan diwajibkan memeriksa kesehatan pekerjanya. Jika ada yang sakit, pemeriksaan menyeluruh akan segera dilakukan.(AP/REUTERS)