Banyak orang marah karena triliunan dollar AS pada paket-paket stimulus korona akan dialokasikan untuk perusahaan dan perbankan.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
Krisis ekonomi dapat terjadi kapan saja dengan pemicu aneka rupa. Pemicu terbaru berupa makhluk berukuran nanometer, tetapi bisa memaksa perekonomian dunia terhenti. Makhluk bernama virus SARS-CoV-2 alias virus korona baru itu telah menyebar ke lebih dari 200 negara dan wilayah di bumi.
Kekhawatiran terhadap infeksi virus itu membuat banyak negara membatasi gerak, bahkan mengisolasi warganya. Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebut pembatasan gerak atau perintah isolasi membuat 2,7 miliar orang tidak bisa bekerja. Sepanjang April-Juni 2020, diperkirakan 195 juta pekerja penuh waktu menjadi pengangguran karena tempat kerja mereka tidak beroperasi. ILO juga mengungkap miliaran pekerja tidak punya akses pada jaminan sosial tenaga kerja dan tidak punya asuransi kesehatan.
Mereka amat rentan di tengah krisis akibat pandemi ini. ”Kami memperkirakan lebih dari 160 negara akan menurun pendapatan per kapitanya pada tahun ini. Kami mengantisipasi penurunan ekonomi terburuk sejak Depresi Besar,” kata Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva, Jumat (10/4/2020) siang waktu Washington atau Sabtu dini hari WIB.
Lembaga swadaya masyarakat asal Inggris, Oxfam, memberikan gambaran lebih suram. Kemerosotan perekonomian karena korona baru akan menghasilkan 547 juta orang miskin baru, yakni mereka hidup dengan dana kurang dari 5,5 dollar AS per hari. Pada 2018, ada 3,4 miliar orang masuk kategori itu dan beberapa puluh juta dientaskan dari kelompok tersebut.
Oxfam mendesak stimulus—yang total sudah bernilai 9 triliun dollar AS dari sejumlah negara, bank sentral, dan organisasi internasional—difokuskan untuk warga. ”Pemerintah harus belajar dari krisis keuangan 2008 kala talangan untuk bank dan perusahaan dibayar oleh orang biasa saat pekerjaan hilang, upah menurun, dan biaya kesehatan terpangkas. Paket stimulus ekonomi harus menyokong pekerja biasa, UKM, dan talangan untuk perusahaan besar harus dengan syarat mereka membuat perekonomian yang adil dan berkelanjutan,” kata Penjabat Direktur Eksekutif Oxfam Jose Maria Vera.
Vera dan banyak orang lain marah karena triliunan dollar AS pada paket-paket stimulus korona akan dialokasikan untuk perusahaan dan perbankan. Pemerintah dan bank sentral Amerika Serikat menyiapkan total 1,4 triliun dollar AS untuk perusahaan. Selain subsidi upah, dana talanga dan fasilitas itu juga diberitakan dalam bentuk pembelian surat utang perusahaan. Sejumlah negara juga melakukan hal senada.
Fakta itu ditambah dengan ingatan atas talangan triliunan dollar AS untuk banyak perusahaan dan bank selama krisis 2008 dan 1998 memang bisa membuat orang marah. Krisis yang dipicu keserakahan lembaga keuangan sehingga tidak hati-hati mengelola dana itu membuat banyak perusahaan bangkrut dan pekerja dipecat.
Penyedia kerja
Namun, krisis pada 2020 berbeda dengan krisis 2008 ataupun 1998. Krisis 1998 dan 2008 dipicu pengelolaan perusahaan yang tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dan terlalu berisiko. Sementara krisis 2020 dipicu virus yang mematikan rantai pasok global. Padahal, rantai pasok global masa kini jauh lebih terkait dibandingkan dengan sebelumnya.
Awalnya, rantai pasok global terganggu karena pabrik-pabrik aneka bahan baku dan produk setengah jadi serta pelabuhan di China berhenti beroperasi. Setelah China mengakhiri isolasi, giliran pabrik, kedai, hingga pelabuhan di negara-negara lain tutup karena perintah karantina di tengah pandemi. Dari tidak ada yang bisa dijual menjadi tidak ada tempat jualan.
Kondisi itu membuat banyak perusahaan kekurangan penghasilan sehingga akhirnya kesulitan membayar upah. Pilihan mereka adalah meliburkan tanpa upah atau sama sekali memberhentikan pekerja hingga membayar sebagian upah. Kondisi itu dialami UKM hingga perusahaan dengan pekerja ratusan ribu orang yang tersebar di banyak negara. Tanpa talangan ke perusahaan-perusahaan, nubuat ILO dan Oxfam akan terpenuhi. Sebab, perusahaan tidak punya modal untuk tetap membayar pekerja dan memulai lagi usaha setelah libur selama masa isolasi.
Sebagai jalan kompromi atas kebutuhan pada dana talangan dan kekhawatiran penyalahgunaan dana talangan, Partai Demokrat AS meminta ada pengawasan ketat atas perusahaan penerima dana talangan. Sementara di sejumlah negara, perusahaan dilarang memakai dana talangan untuk membeli kembali saham yang dipegang pihak lain. Pembagian dikviden juga diusahakan dilarang.
Selain perusahaan, tidak kalah penting menjaga perbankan dan lembaga keuangan tetap sehat. Fungsi intermediasi atau perantara menjadi alasan perbankan harus dijaga. Tanpa perbankan yang menjadi tulang punggung sistem pembayaran, harus dikeluarkan dana amat besar untuk mengirim atau menerima pembayaran. Perusahaan di Eropa harus menerbangkan uang tunai untuk membayar pemasok di Asia jika sistem pembayaran internasional tidak ada.
Perbankan dan lembaga keuangan juga diperlukan untuk menyalurkan kredit ke UKM atau perusahaan lebih besar serta bantuan langsung tunai ke warga. Berapa pun besarnya, stimulus tidak bermanfaat jika tidak disalurkan.
Selain menyalurkan stimulus dari pemerintah, sejumlah bank juga menyiapkan paket sendiri untuk disalurkan ke UKM hingga perusahaan besar. Paket-paket itu membuat UKM dan perusahaan besar bisa bernapas setelah terpaksa mati suri selama isolasi. (AP/AFP/REUTERS)