Studi di AS: Tak Beri Manfaat bagi Pasien Covid-19, Klorokuin Picu Risiko Kematian
Hasil studi ini menambah deretan panjang penelitian tim dokter dan peneliti yang menyatakan bahwa obat antimalaria hidroklorokuin tidak cukup efektif sebagai obat Covid-19.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU — Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa penggunaan klorokuin, obat antimalaria, tidak menunjukkan manfaat yang pasti dalam proses pengobatan pasien terpapar Covid-19. Sebaliknya, penggunaan klorokuin bisa memicu kematian.
Menurut studi analisis oleh Administrasi Kesehatan Veteran (VA), yang dibagi di kalangan ilmuwan, Selasa (21/4/2020), sebanyak 28 persen dari 97 pasien yang mendapat terapi obat menggunakan hidroklorokuin dengan pelayanan standar meninggal dunia. Angka persentase itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian pasien yang tidak mendapat terapi obat tersebut, yakni 11 persen dari 158 pasien.
Adapun angka kematian pada pasien yang diberi hidroklorokuin plus antibiotik azithromycin sebesar 22 persen dari 113 pasien.
Hingga saat ini belum ada terapi atau vaksin yang disetujui secara khusus untuk mengatasi virus korona baru. Obat hidroklorokuin, yang sudah beberapa dekade digunakan, dimanfaatkan secara luas untuk mengatasi gangguan pernapasan pada pasien Covid-19. Penggunaan hidroklorokuin itu hanya didasarkan pada laporan-laporan anekdotal bahwa obat itu memberi sejumlah manfaat.
Laporan penelitian VA tersebut belum disetujui untuk dipublikasikan dalam jurnal kesehatan. Laporan itu juga bukan hasil uji klinis, melainkan hasil analisis terhadap rekam medis 368 pasien yang dirawat di rumah sakit dengan status konfirmasi positif virus korona di pusat-pusat VA. Para pasien itu meninggal dunia atau diperbolehkan pulang hingga 11 April 2020.
Laporan tersebut diunggah secara daring bagi kalangan para peneliti. Besarnya ancaman dan bahaya virus korona baru saat ini mendorong komunitas ilmuwan untuk saling berbagi informasi penelitian atau hasil analisis tentang pananganan Covid-19. Laporan-laporan penelitian itu masih perlu diulas, diperiksa, dicek, atau diberi validasi sebelum dipublikasikan secara terbuka.
Para peneliti mencatat adanya potensi efek samping yang serius dari penggunaan klorokuin bagi pasien Covid-19, termasuk mengubah detak jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak.
Laporan itu menyebutkan, hidroklorokuin yang diujicobakan juga tidak berdampak signifikan untuk membantu pasien yang membutuhkan bantuan alat pernapasan atau ventilator. Tingkat ventilasi mekanik pada pasien yang mendapatkan terapi obat hidroklorokuin adalah 13 persen. Angka ini tidak berbeda jauh dengan angka pasien ventilasi bagi pasien yang hanya menerima perawatan biasa.
Adapun bagi pasien yang menerima terapi obat kombinasi, antara hidroklorokuin dan azithromycin, hanya 7 persen yang membutuhkan bantuan pernapasan.
Efek samping
Para peneliti tidak melacak efek samping yang ditimbulkan akibat penggunaan klorokuin terhadap pasien. Namun, mereka mencatat adanya potensi efek samping yang serius, termasuk mengubah detak jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak.
Rita Wilson, istri aktor dan sutradara Tom Hanks yang sempat dirawat di sebuah rumah sakit di Australia karena positif mengidap Covid-19, seperti dikutip dari The Guardian, mengatakan bahwa salah satu obat yang diberikan kepadanya untuk mengobati gejala-gejala Covid-19 adalah klorokuin. ”Demam saya memang menurun, tetapi obat itu punya efek samping yang ekstrem. Mual, bisa mengakibatkan vertigo, dan lemas. Saya pikir, orang-orang harus benar-benar menimbang-nimbang sebelum menggunakan obat tersebut,” tutur Wilson.
Sebelum Amerika Serikat menguji coba obat ini, sejumlah ilmuwan dan dokter di Brasil telah menghentikan sebagian penelitian yang menguji manfaat klorokuin sebagai obat Covid-19. Mereka menemukan adanya masalah irama detak jantung pada sebagian pasien yang diuji dengan pemberian dosis dua kali lebih tinggi.
Hasil penelitian ini menambah deretan panjang penelitian tim dokter dan peneliti yang menyatakan bahwa obat antimalaria hidroklorokuin tidak cukup efektif sebagai obat Covid-19. ”Beberapa publikasi dalam satu atau dua minggu terakhir telah meragukan apakah hidroklorokuin bermanfaat,” kata Jeremy Falk, spesialis paru di Cedars-Sinai Medical Center di Los Angeles, yang tidak terlibat dalam penelitian VA.
Pedoman pengobatan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Administrasi Kesehatan Veteran (VA) secara tidak langsung memperkuat dasar ilmiah Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, lembaga yang didanai oleh Pemerintah Amerika Serikat, mengapa mereka tidak merekomendasikan pemanfaatan obat antimalaria itu sebagai obat Covid-19.
Dalam pedoman pengobatan pasien positif Covid-19 yang dikeluarkan lembaga tersebut dinyatakan bahwa klorokuin belum terbukti efektivitasnya sebagai obat Covid-19. Dalam pedoman itu juga disebutkan, terapi obat-obatan kepada pasien positif Covid-19 bisa diberikan sebagai bagian dari uji klinis atas obat-obatan tertentu. Dengan begitu, tim dokter atau peneliti yang terlibat langsung bisa mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dari pemberian obat tersebut.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dikutip dari The New York Times, Rabu (22/4/2020), mengatakan, dirinya belum mengetahui hasil penelitian dan pedoman pengobatan yang dimaksud. Fauci sendiri tidak hadir dalam briefing soal penanganan Covid-19 AS di Gedung Putih yang dihadiri Trump.
Dalam beberapa kali kesempatan, Dr Fauci menyatakan pendapat yang berbeda dengan Presiden Trump. Menurut Fauci, Pemerintah AS tidak bisa secara tiba-tiba mengeluarkan kebijakan pemanfaatan klorokuin sebagai obat Covid-19 ketika tidak ada bukti ilmiah efektivitas obat tersebut.
”Saat ini terlalu dini untuk mengatakan obat ini berhasil atau tidak (sebagai obat Covid-19). Bahkan, tidak ada indikasi sama sekali bahwa obat ini efektif,” kata Fauci. (REUTERS/AFP)