Dalam deraan pandemi, pemerintah terus berupaya membantu warga negara Indonesia di luar negeri dan di dalam negeri. Selain mengevakuasi, pemerintah juga berusaha mencari bantuan, termasuk obat-obatan dan alat kesehatan.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
Dalam bayangan banyak orang, diplomat adalah orang berjas dan bekerja dari perundingan ke perundingan. Fakta di tiga pelabuhan yang terdapat di Johor Bahru, Malaysia, setiap pagi selama 1,5 bulan terakhir menggugurkan sebagian asumsi itu.
Setiap pagi, para diplomat dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia bergiliran menuju pelabuhan Kukup, Stulang Laut, dan Pasir Gudang. Tugas utama mereka : memastikan pekerja migran Indonesia bisa pulang melalui tiga pelabuhan itu. Tugas itu sebenarnya sudah rutin dilakukan selama bertahun-tahun.
Secara resmi, 1,2 juta orang Indonesia jadi pekerja migran Malaysia. Selain itu, ada orang-orang yang tidak punya izin resmi untuk kerja di Malaysia. Banyak di antara pekerja migran itu pulang ke Indonesia, apa pun alasannya, terutama menggunakan angkutan laut. Dari 18 Maret 2020 sampai 21 April 2020, 64.412 warga Indonesia pulang dari Malaysia dan 46.144 di antaranya pulang lewat laut.
Kini, tugas memantau kepulangan warga Indonesia dari Malaysia mendapat tantangan tambahan: mencegah tertular atau menulari Covid-19. Para diplomat dari KJRI Johor Bahru dan KJRI Tawau bukan orang-orang yang kebal virus korona baru. Seperti miliaran orang lain di bumi, mereka juga bisa terinfeksi atau menginfeksi.
”Ada protokol untuk mengurangi risiko,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah.
Risiko tertular meningkat pada siapa pun yang berada di tengah kerumunan. Tidak mudah melakukan karantina di tengah fakta sebagian yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala sakit. Padahal, orang tersebut tetap dapat menularkan Covid-19 pada orang lain yang berada dalam jarak 2 meter darinya. Jika sedang dalam ruangan berpendingin udara, jarak rawan meningkat menjadi 4 meter.
Pemulangan
Jika berjaga di Pelabuhan masih kurang menantang, membantu evakuasi dari pusat wabah lebih mendebarkan lagi. Hal itu dialami para diplomat di Kedutaan Besar RI di Beijing, serta KJRI-KJRI di China, kala harus mengevakuasi WNI dari Wuhan pada 3 Februari 2020.
Upaya ”paling ringan” adalah membujuk Beijing mengizinkan pesawat evakuasi masuk dan kendaraan pengangkut bisa keliling ke lokasi-lokasi tempat tinggal WNI di Hubei. Izin harus didapat karena Wuhan diisolasi total 76 hari mulai 23 Januari 2020.
Secara singkat, upaya itu mirip dengan kerja diplomat dalam situasi lain, yakni berhubungan dengan pemerintah dan berbagai pihak terkait di tempat penugasan.
Namun, di hari lain, tidak ada keharusan mendatangi bahaya dengan cara masuk ke daerah pusat wabah seperti Wuhan. Untuk kelancaran evakuasi, mau tidak mau sejumlah diplomat masuk ke Wuhan. Sebagian tergabung dalam tim aju, sebagian tetap di sana sampai 238 WNI terbang dari Wuhan menuju Natuna, Kepulauan Riau, pada awal Februari 2020.
KBRI New Delhi pun punya tugas tidak kalah menantang: mengupayakan repatriasi bagi WNI yang sebagian sedang diproses hukum di Indonesia. Hingga 21 April 2020, 86 WNI ditahan aparat India karena tetap berkumpul di tengah perintah isolasi dan jaga jarak. Jumlah WNI yang jadi tersangka di India bisa jadi bertambah. Sebab, ada 130 WNI lain yang mendapat panggilan pemeriksaan untuk pelanggaran perintah jaga jarak dan isolasi.
”KBRI New Delhi telah mengirimkan permintaan akses konsuler dan terus berkomunikasi dengan otoritas setempat untuk memastikan hak-hak WNI tersebut dipenuhi,” kata Direktur Perlindungan WNI Pada Kemlu RI, Judha Nugraha.
Para WNI itu harus berurusan dengan hukum karena berkumpul kala mengikuti kegiatan keagamaan yang diselenggarakan organisasi dengan pusat di India. Padahal, India telah menerapkan pembatasan gerak untuk mengendalikan laju penularan Covid-19. Sebagian WNI peserta kegiatan itu kini diperintahkan tinggal di lokasi-lokasi karantina. Jangankan pulang ke Indonesia, ke luar lokasi karantina pun mereka tidak boleh.
Karena tidak bisa keluar, para WNI itu dikirimi paket-paket makanan dan obat. KBRI New Delhi, KBRI Beijing, dan KBRI Kuala Lumpur mengirimkan ratusan ribu paket makanan ke WNI di wilayah tugas masing-masing. Faizasyah menyebut, sebagian WNI di Malaysia bukan hanya tidak bisa keluar sehingga tidak bisa membeli makanan. Mereka juga sudah kehabisan uang karena tidak lagi bekerja sejak ada pembatasan gerak di Malaysia.
Bantuan
Selain mengurus repatriasi dan evakuasi di tengah pandemi, tidak kalah penting adalah mencari sumber pasokan obat dan aneka alat kesehatan yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19. Sebab, seperti disampaikan Menlu Retno Marsudi, perlindungan harus diberikan kepada WNI di dalam dan luar negeri. Untuk mayoritas WNI di dalam negeri, salah satu bentuk perlindungannya adalah menyediakan obat dan aneka alat kesehatan. Karena keterbatasan produksi di dalam negeri, harus mencari ke luar negeri.
Hampir tidak ada hari Retno tidak menghubungi para koleganya untuk membahas soal penyediaan itu. Sebagian didapat dengan cara membeli, sebagian lagi merupakan sumbangan.
Lobi Retno dan para diplomat Indonesia antara lain menghasilkan persetujuan India menjual bahan baku obat untuk penanganan Covid-19 ke Indonesia. China, Korea Selatan, dan Jepang mengirimkan aneka alat kesehatan dan alat pelindung diri. Amerika Serikat mengucurkan lebih dari 4 juta dollar AS untuk membantu Indonesia.
Seperti disampaikan Retno pada Oktober 2019, ada empat pilar kebijakan luar negeri Indonesia. Salah satu pilar itu adalah melindungi WNI. Di tengah pandemi, perlindungan semakin dibutuhkan.