Satelit Militer Iran Memicu Ketegangan Baru dengan AS
Satelit Iran bernama Noor ditembakkan dengan roket peluncur Qased yang berbahan bakar kombinasi padat dan cair.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
TEHERAN, KAMIS — Hubungan Amerika Serikat dan Iran kembali tegang setelah Korps Garda Revolusi Iran mengklaim berhasil meluncurkan satelit militer pertamanya hingga ke ketinggian 425 kilometer di atas permukaan bumi. Washington memprotes keras Teheran yang sejak lama dituduh sedang mengembangkan persenjataan nuklir.
Korps Garda Revolusi Iran, Rabu (22/4/2020), menyatakan satelit yang diberi nama Noor itu diluncurkan dengan roket peluncur bernama Qased yang berbahan bakar kombinasi padat dan cair.
Kementerian Pertahanan AS menilai teknologi balistik jarak jauh yang bisa membawa satelit ke orbit seperti itu juga bisa digunakan untuk meluncurkan senjata jarak jauh, termasuk hulu ledak nuklir. Namun, tuduhan ini dibantah Teheran yang menegaskan tidak pernah mengembangkan senjata nuklir.
Wakil Ketua Staf Gabungan dari Angkatan Udara AS John Hyten menegaskan, jika klaim itu benar, maka Iran mencapai kemajuan luar biasa. Itu juga berarti Iran memiliki kemampuan mengancam negara-negara lain.
”Kami akan memastikan mereka tidak akan bisa mengancam AS,” ujar Hyten.
Menanggapi klaim satelit ini, Presiden AS Donald Trump memerintahkan AL AS langsung membalas dengan tembakan jika mereka diserang Iran. Pekan lalu, AS menyatakan ada 11 kapal Korps Garda Revolusi Iran yang mendekati kapal-kapal AS di kawasan Teluk.
”Tembak dan hancurkan semua kapal Iran kalau mereka mengganggu kapal-kapal kita,” tulisnya di Twitter.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, peluncuran satelit Iran itu melanggar Resolusi PBB 2231 tahun 2015. Resolusi itu meminta Iran menahan diri tidak mengembangkan rudal balistik yang dirancang untuk membawa senjata nuklir selama delapan tahun.
Hal itu sesuai kesepakatan nuklir yang diteken enam negara besar (AS, China, Inggris, Amerika Serikat, Perncis, dan Jerman) yang disebut Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), 14 Juli 2015. Namun, pada Mei 2018, AS keluar dari kesepakatan dan kembali memberlakukan sanksi terhadap Iran.
Ancaman
Para pengamat menilai peluncuran satelit militer Iran itu akan memicu ketegangan, tetapi tidak akan sampai mengarah ke konfrontasi. Upaya itu hanya seperti semacam peringatan atau ancaman.
”Iran mau mengirim pesan saja kalau mereka sudah siap melawan serangan apa pun,” kata Hisham Jaber, pengamat militer yang juga pensiunan brigadir jenderal tentara Lebanon.
Ketegangan di kawasan itu sudah tinggi sejak awal tahun ini ketika AS membunuh pejabat tinggi militer Iran, Qassem Soleimani, dalam serangan udara AS di Baghdad, Irak. Pada 9 Januari 2020, Iran membalas dengan menembakkan rudal ke markas AS di Irak.
Menanggapi ”ancaman” Trump, Iran kembali membalas dengan menyatakan daripada menggertak dan mengancam pihak lain, AS seharusnya fokus saja menyelamatkan pasukannya dari wabah korona.
”Apa yang dimaksud Presiden AS adalah seluruh armada kapal kami memiliki hak untuk membela diri,” kata Wakil Menteri Pertahanan AS David Norquist.
Mengikuti AS, Kementerian Luar Negeri Israel juga menyerukan agar komunitas internasional menjatuhkan sanksi yang lebih tegas kepada Iran supaya republik Islam itu tidak melanjutkan aktivitas-aktivitas yang berbahaya. (REUTERS/AFP/AP)