Laut China Selatan kembali memanas dengan kehadiran kapal-kapal perang AS dan Australia menyusul operasi kapal riset dan patroli China di wilayah zona ekonomi eksklusif Malaysia. Kuala Lumpur menyatakan keberatannya.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
KUALA LUMPUR, KAMIS —Malaysia keberatan atas kehadiran kapal perang sejumlah negara di Laut China Selatan. Kuala Lumpur juga menegaskan siap mempertahankan kepentingannya di perairan itu. Semua aktivitas dan sengketa di perairan tersebut harus didasarkan pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau UNCLOS 1982.
”Meski hukum internasional menjamin kebebasan berlayar, kehadiran kapal perang di Laut China Selatan berpotensi menaikkan ketegangan yang berujung pada salah perhitungan dan memengaruhi perdamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan,” kata Hishammuddin Hussein, Menteri Luar Negeri Malaysia, dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan di Putra Jaya, Kamis (23/4/2020).
”Sikap kami adalah semua sengketa harus diselesaikan dengan tenang melalui jalur damai, diplomasi, dan saling percaya di antara semua pihak terkait,” lanjut Hishammuddin.
Ia menyampaikan itu selepas Amerika Serikat mengerahkan tiga kapal perangnya, diikuti oleh Australia yang mengirim kapal fregat, ke Laut China Selatan. Washington dan Canberra beralasan, operasi di sana merupakan bagian dari kebebasan berlayar sekaligus untuk latihan bersama.
Sebelum AS dan Australia mengerahkan empat kapal perang yang terdiri dari kapal perusak, kapal jelajah rudal, kapal penyerbu, dan kapal fregat itu, China pada pekan lalu mengoperasikan kapal riset Haiyang Dizhi 8 dengan kawalan kapal penjaga laut dan pantai memasuki wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Malaysia. Kapal-kapal China ini memulai survei di dekat kapal eksplorasi West Capella, yang dikontrak Petronas, perusahaan minyak Malaysia.
Pada Kamis lalu, sesuai laman pelacak data pelayaran Marine Traffic, Haiyang Dizhi 8 masih berada di dalam wilayah ZEE Malaysia, sekitar 337 kilometer dari daratan negara itu. Pekan ini, tiga kapal perang AS dan kapal fregat Australia menggelar latihan bersama di dekat operasi West Capella atau di dekat perairan yang diklaim Vietnam, Malaysia, dan China.
Sebelum AS dan Australia mengerahkan empat kapal perang yang terdiri dari kapal perusak, kapal jelajah rudal, kapal penyerbu, dan kapal fregat itu, China pekan lalu mengoperasikan kapal riset Haiyang Dizhi 8 di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Malaysia.
China membantah laporan yang menyebutkan adanya perselisihan. Beijing menyebut Haiyang Dizhi 8 menjalankan aktivitas-aktivitas normal.
Komitmen kerja sama
Hishammuddin meminta semua pihak berkomitmen pada perdamaian. ”Terkait kerumitan dan sensitivitas masalah ini, semua pihak harus bekerja bersama untuk menjaga perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Laut China Selatan serta meningkatkan usaha membangun, merawat, dan meningkatkan kesalingpercayaan,” ujarnya.
Sebagai mantan menteri pertahanan, ia memahami situasi sekarang. Sangat penting untuk mencegah kecelakaan yang tidak disengaja di Laut China Selatan. Karena itu, Kuala Lumpur terus menjaga komunikasi dengan semua pihak terkait.
”Tidak ada pernyataan terbuka tidak berarti kami tidak bekerja sama dengan semua pihak yang disebut. Malaysia terus membuka komunikasi berkelanjutan dengan semua pihak terkait, termasuk China dan AS,” ujar Hishammuddin.
Ia juga menegaskan, Malaysia akan terus meneguhkan komitmen menjaga hak dan kepentingannya di Laut China Selatan. Posisi Malaysia dalam masalah itu selalu jelas dan tetap. Semua hal terkait Laut China Selatan harus diselesaikan secara damai berdasarkan prinsip hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982.
Badan penjaga laut dan pantai Malaysia, Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), dan tentara Malaysia telah menambah kapal dan pesawat patroli di Laut China Selatan sejak awal April 2020. Sebagaimana disiarkan kantor berita Bernama, Malaysia mengerahkan total 13 kapal, 3 pesawat, dan 2 helikopter untuk berpatroli di Laut Sulu, Laut China Selatan, dan Selat Malaka.
Terkait situasi di Laut China Selatan, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, menyatakan, ada politisi AS yang mencoba mengintervensi isu Laut China Selatan. Walakin, ia tidak menjelaskan lebih lanjut pernyataan tersebut.
Adapun Kementerian Pertahanan Taiwan menyebut, kapal induk China, Liaoning, kini mengarah ke Laut China Selatan. Liaoning dikawal sejumlah kapal perang lain dan telah melewati Selat Bashi, yang terletak di antara Taiwan dan Pulau Luzon, Filipina.
Protes Filipina
Dari Manila dilaporkan, Kedutaan Besar China untuk Filipina menerima dua nota protes dari Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin. Nota pertama untuk memprotes keputusan Beijing memasukkan perairan yang diklaim Filipina ke dalam wilayah Hainan, provinsi China di tepi Laut China Selatan.
Adapun nota kedua berisi keberatan atas ulah kapal perang China membidik kapal perang Filipina di perairan yang disengketakan Manila dan Beijing pada akhir Februari 2020. Pembidikan itu memang tidak diikuti dengan penembakan. Walakin, Manila marah karena pembidikan tersebut adalah awal dari rangkaian penembakan dengan senjata yang dipandu radar. Manila menyebut hal itu menunjukkan permusuhan nyata.
Kapal yang disasar adalah BRP Conrado Yap, korvet yang dihibahkan Korea Selatan kepada Filipina. Adapun korvet China yang membidik Conrado Yap tidak diungkap identitasnya oleh Manila. Filipina mengakui, Conrado Yap tidak dilengkapi perangkat elektronik untuk melacak pembidikan oleh kapal perang lain. Manila hanya menyebut, pembidikan terlihat jelas tanpa bantuan perangkat elektronik.