Perusahaan-perusahaan Minyak AS Kembali Terancam Bangkrut
Perusahaan-perusahaan migas AS membutuhkan harga jual serendahnya 45 dollar AS per barel untuk mendapatkan untung. Kini, minyak mentah Texas WTI yang merupakan harga acuan di AS hanya dijual 17,6 dollar AS per barel.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT -- Perusahaan-perusahaan minyak Amerika Serikat kembali terancam bangkrut. Hal ini karena biaya produksi mereka jauh di atas harga jual minyak yang kini anjlok di bawah 20 dollar AS per barel.
Perusahaan tambang minyak asal Colorado, Whiting Petroleum, telah mengajukan kebangkrutan. Sementara Chesapeake Energy telah meminta nasihat pengelolaan utang. Ada pula perusahaan yang melepas aset agar bisa menyicil utang, seperti dilakukan Occidental Petroleum yang berutang 39 miliar dollar AS. Pemangkasan biaya produksi dan penundaan pembayaran deviden belum mampu menolong perusahaan itu.
Sejumlah sumber di perbankan dan industri perminyakan AS menyebut akan lebih banyak perusahaan migas AS mengajukan kebangkrutan. Dalam peraturan AS, status bangkrut membuat kewajiban badan usaha bisa dikurangi, dan para pemegang sahamnya tidak dikejar kewajiban membayar utang perusahaan.
Kantor berita Reuters pernah mengungkap bahwa perusahaan-perusahaan migas AS membutuhkan harga jual serendahnya 45 dollar AS per barel untuk mendapat untung. Kini, minyak mentah Texas WTI, yang merupakan harga acuan di AS, hanya dijual 17,6 dollar AS per barel pada perdagangan Jumat (24/4/2020).
Adapun minyak mentah Brent, yang jadi harga acuan global, dijual 21,3 dollar AS per barel pada perdagangan Jumat. Harga minyak anjlok menyentuh -37 dollar AS per barel pada awal pekan. Hal itu dipicu kekhawatiran pasar terhadap pasokan minyak yang tetap banyak. Sementara permintaan telah anjlok sedikitnya 30 persen dibandingkan dari kondisi normal.
Permintaan terhadap minyak jatuh karena aktivitas di berbagai negara terhenti di tengah pemberlakuan pembatasan sosial dan penutupan wilayah untuk mengendalikan laju infeksi Covid-19. Di tengah kejatuhan harga minyak itu, Arab Saudi dan Rusia melancarkan perang minyak dengan meningkatkan kapasitas produksi hingga minyak membanjiri pasar. Kombinasi dua hal itu menurunkan harga minyak.
Permintaan terhadap minyak jatuh karena aktivitas di berbagai negara terhenti di tengah pemberlakuan pembatasan sosial dan penutupan wilayah untuk mengendalikan laju infeksi Covid-19.
Para produsen memang akhirnya sepakat memangkas pasokan secara bertahap hingga 20 juta barel per hari. Pasar tidak menanggapi pemangkasan di bawah pengurangan kebutuhan itu. Akibatnya, harga terus merosot dan memicu kebangkrutan banyak perusahaan AS seperti pada tahun 2014.
Pada akhir pekan ini, harga minyak naik sangat tipis di tengah ketegangan AS-Iran. AS mengancam menyerang kapal-kapal Iran yang menggangu rute pengangkutan minyak di Selat Hormuz. Selat itu dilalui sekitar 20 persen dari seluruh kapal pengangkut migas global.
Analis dari ANZ menyebut, para produsen sudah mulai memangkas produksi. “Kuwait mulai memangkas produksi menjelang pemberlakuan kesepakatan pemangkasan bersama pada 1 Mei yang disampaikan OPEC+. Aljazair juga akan memangkas,” demikian nota yang dikirim bank itu.
Analis pasar dari AxiCorp, Stephen Innes, menyebut harga WTI akan bertahan sedikit di atas 15 dollar AS sepanjang bulan ini. Harga sulit naik karena hampir semua tangki penyimpanan global penuh. “Kecuali ada pemangkasan lebih lanjut, tidak ada lagi tempat penyimpanan minyak,” kata Bjornar Tonhaugen dari Rystad Energy, lembaga peneliti isu energi.
Gagal bayar
Kantor hukum Haynes and Boone mengungkap bahwa 30 dari 60 perusahaan migas besar AS akan membutuhkan tambahan dana. “Dampak kejatuhan harga akan dirasakan seluruh industri dan siapa pun yang menyediakan jasa bagi industri,” Buddy Clark, salah seorang pengacara di kantor hukum itu, Kamis (23/4/2020) malam waktu Washington atau Jumat pagi WIB.
Sejumlah perusahaan mendapat utang besar sebelum harga jatuh tahun ini. Hal itu, antara lain, dilakukan Occidental kala mengakuisisi Anadarko. Sementara perusahaan yang didanai manajer investasi siap menuju bangkrut. Sejumlah bank bersiap mengambil aset perusahaan-perusahaan yang gagal membayar pinjaman itu.
Fitch Ratings menaksir 18 persen utang perusahaan minyak AS akan terancam gagal bayar pada 2020. Adapun MarketAxess menyebut harga jual 20 persen surat utang yang diterbitkan perusahaan migas AS lebih rendah hingga 30 persen dari harga asalnya. Sementara utang perusahaan penyedia pipa trasmisi migas dipasarkan hingga 60 persen lebih rendah dibanding harga asalnya.
Penurunan harga minyak juga membuat banyak proyek pengembangan migas berhenti. Rystad Energy menaksir proyek bernilai total 195 miliar dollar AS dihentikan sementara. Sebagian dari proyek itu berada di Timur Tengah dan berupa pengembangan gas bumi.