Di tengah laju pertambahan kasus positif Covid-19, Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak semua pihak untuk segera menemukan vaksin bagi penyakit yang sangat mudah menular itu.
Oleh
AP/AFP/REUTERS/BEN/TAN
·4 menit baca
GENEVA, JUMAT —Di tengah deraan pandemi Covid-19 yang telah menelan korban jiwa nyaris 200.000 orang di seluruh dunia, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mendesak komunitas internasional segera menemukan vaksin untuk mengalahkan penyakit itu. Dalam sebuah taklimat yang dilakukan secara daring, Jumat (24/4/2020), Guterres mengatakan, dunia tengah menghadapi ”musuh global” yang berbeda.
Untuk menghadapinya, Guterres menegaskan, dunia membutuhkan kerja sama pada skala global. Ia meminta organisasi internasional, para pemimpin dunia, dan sektor swasta untuk bergandengan tangan. ”Dunia yang bebas Covid-19 membutuhkan upaya kesehatan masyarakat paling masif dalam sejarah,” ujarnya.
Dalam pertemuan daring yang diinisiasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Geneva itu, Guterres juga menegaskan, vaksin yang dihasilkan harus aman, terjangkau, efektif, mudah diberikan, dan tersedia secara universal. ”Untuk semua orang, di mana saja,” kata Guterres.
Hadir dalam pertemuan itu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Presiden Perancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Angela Merkel, Kepala Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Melinda Gates dari The Bill and Melinda Gates Foundation. Wakil Pemerintah China dan Amerika Serikat tidak mengikuti forum itu.
Dalam pertemuan, para pemimpin dunia dan WHO bertekad mempercepat tes dan upaya untuk menemukan vaksin Covid-19, sekaligus membagikannya ke seluruh dunia. Bagi WHO, forum diarahkan sebagai bagian dari kerja sama antarpihak untuk memerangi pandemi.
Bersatu dan adil
Dalam pertemuan itu, Macron berharap agar perang melawan Covid-19 sekaligus menjadi pemersatu negara-negara, khususnya China dan AS. Persatuan negara-negara di dunia sangat dibutuhkan sekarang.
Hal senada ditegaskan Ghebreyesus. ”Kita menghadapi ancaman bersama yang hanya bisa kita kalahkan dengan pendekatan bersama,” katanya.
Menurut dia, pada masa silam, ada sarana yang bisa mengatasi sebuah penyakit, tetapi tidak langsung tersedia atau bisa diakses oleh semua orang. ”Hal seperti itu tidak boleh terjadi lagi,” ungkap Ghebreyesus.
Situasi itu dialami saat pandemi flu babi berlangsung pada 2009. Ketika itu, muncul kritik distribusi vaksin tak merata karena negara-negara kaya dapat membeli lebih banyak.
”Kita harus memastikan tiap orang yang membutuhkannya bisa memperolehnya,” kata Peter Sands, Kepala Dana Global untuk Isu AIDS, TBC, dan Malaria. Menurut dia, pengalaman dari penanggulangan AIDS harus dipelajari. Ketika itu, terlalu banyak orang meninggal sebelum obat-obatan antiretroviral dapat diakses secara luas.
Hingga akhir pekan, sedikitnya 2,7 juta orang di seluruh dunia terinfeksi Covid-19 dengan hampir 200.000 orang di antaranya meninggal. AS adalah negara yang saat ini paling terpukul, lebih dari 50.000 warganya yang terinfeksi Covid-19 meninggal.
Menyikapi situasi saat ini, produsen obat-obatan dan pusat-pusat penelitian vaksin di seluruh dunia dilaporkan terus bergegas mengembangkan obat atau vaksin untuk Covid-19. Selain itu, sejumlah pihak juga mengembangkan alat tes untuk memperluas pengujian.
Akhir Maret, sebuah perusahaan Jerman meluncurkan tes di Eropa. Tes itu dapat mendeteksi virus SARS-CoV-2 dalam waktu sekitar satu jam. Tes ini juga diizinkan untuk digunakan di AS. Pada pertengahan April 2020, perusahaan Abbott Laboratories meluncurkan pula tiga tes terpisah terkait dengan Covid-19, termasuk tes antibodi.
Di tengah upaya global itu, harapan terus tumbuh. Di Eropa, jumlah korban meninggal per hari menunjukkan penurunan. Spanyol dikabarkan, dalam kurun waktu 24 jam terakhir, Jumat, jumlah korban meninggal akibat Covid-19 adalah 367 orang, angka terendah dalam satu bulan terakhir. Namun, WHO mengingatkan negara-negara lain masih dalam tahap awal ”pertempuran”.
Indonesia
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, di Jakarta, Sabtu (25/4), mengatakan, kasus positif Covid-19 di Indonesia bertambah 396 kasus. Secara total di Indonesia tercatat 8.607 kasus positif.
Sebanyak 1.042 orang telah dinyatakan sembuh dan 720 orang meninggal. Data ini diambil berdasarkan hasil uji 67.828 spesimen dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR) di 45 laboratorium.
Menurut Yurianto, semua provinsi telah terdampak Covid-19. ”Dari 34 provinsi, ada 284 kabupaten ataupun kota yang terdampak,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Departemen Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Irwandy mengatakan, berdasarkan asumsi dan pendekatan ilmiah, puncak kasus penularan Covid-19 di Indonesia terjadi pada pertengahan bulan depan. Pada saat itu, total yang terkonfirmasi positif di enam wilayah episenter—DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Banten—bisa mencapai lebih dari 54.000 kasus.
”Kita harus benar-benar menekan pergerakan orang karena penularan penyakit ini akan semakin luas sebagai akibat dari mobilitas yang tinggi,” kata Irwandy.
Menurut dia, jika tak ada intervensi sama sekali, Indonesia hanya bisa mengandalkan herd immunity, yang artinya 20-40 persen penduduk tertular. ”Itu berbahaya karena kapasitas pelayanan kesehatan kita tidak mampu menanganinya,” ujarnya.
Selain itu, Irwandy mengingatkan pentingnya pemenuhan kebutuhan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan. ”Kemampuan menahan laju penderita yang tidak perlu perawatan di rumah sakit menjadi salah satu strategi utama guna menghindari runtuhnya sistem layanan kesehatan,” ujarnya.
Menurut dia, penambahan ruang ICU dan ventilator serta pendistribusiannya ke daerah-daerah yang menjadi lokasi penyebaran virus harus segera dilakukan.
Berdasarkan laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 per 25 April, total material kesehatan yang didistribusikan ke seluruh Indonesia sejumlah 3.526.947 material. Dari jumlah itu, terdapat 1.684.884 masker bedah, 438.090 reagen PCR, 124.710 masker N95, 19.200 reagen RNA, 63 portabel ventilator, 305.000 sarung tangan medis, serta 955.000 tes cepat (rapid test).