Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un kembali muncul di hadapan publik. Sebelumnya, sejak pertengahan bulan lalu, keberadaannya tidak diketahui, yang kemudian memicu aneka rumor termasuk tentang kondisi kesehatannya.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
PYONGYANG, SABTU — Salah satu teka-teki besar pada April 2020 terjawab dengan pengumuman Kim Jong Un sehat dan tetap bisa memimpin Korea Utara. Pengumuman kondisi Kim pada Sabtu (2/5/2020) ini mengurangi kekhawatiran atas ketidakstabilan Korut apabila pemimpin tertingginya meninggal.
Kantor berita resmi Korut, KCNA, menyiarkan warta Kim menghadiri peresmian pabrik pupuk di Sunchon. Menurut KCNA, peresmian dilakukan pada 1 Mei 2020, bertepatan dengan Hari Buruh.
Kementerian Penyatuan Korea, lembaga Korsel yang mengurusi hubungan Korut-Korsel, membenarkan informasi itu. Lembaga itu menyebut informasi kehadiran Kim di pabrik pupuk mematahkan dugaan tidak berdasar soal kondisi kesehatan Kim. Lembaga itu merupakan salah satu pihak yang menyangkal dugaan Kim kritis atau bahkan meninggal. Sementara Kantor Kepresidenan Korsel malah menyebut Kim baik-baik saja dan terus mengendalikan Korut. Hal itu antara lain didasarkan pada ketiadaan informasi soal aktivitas luar biasa di militer ataupun politbiro Korut. Seharusnya, ada informasi itu apabila Kim benar meninggal.
Dalam foto yang disiarkan KCNA, Kim menggunakan mobil listrik yang pernah ditumpanginya selepas operasi pembuangan daging tumbuh dekat tumitnya pada 2014. Meski tidak terlihat menggunakan tongkat, Kim disiarkan lebih banyak duduk. ”Mempersiapkan meja dan kursi di panggung sangat jarang untuk kegiatan luar ruang. Kim punya sejumlah masalah fisik yang mencegah dia berdiri terlalu lama atau butuh duduk setelah berdiri beberapa waktu,” kata pakar Korea Utara di Korean University, Nam Seong-wook.
Warta oleh KCNA mematahkan dua isu sekaligus, Kim kritis dan Kim tetirah di Wonsan. Sunchon di utara Pyongyang, sementara Wonsan berada di barat daya Pyongyang. Kim diisukan berada di Wonsan selepas tidak diketahui keberadaannya pada 13 April-1 Mei 2020. Dugaan itu dipicu kereta yang biasa dinaiki Kim terlihat di Wonsan. Kim juga dilaporkan pernah memberi selamat kepada para pekerja proyek sangraloka di kota wisata itu.
Nam mengatakan, ketidakmampuan Kim untuk berdiri bisa jadi alasan ia tidak menghadiri peringatan ulang tahun pendiri Korut sekaligus kakeknya, Kim Il Sung, 15 April 2020. Peringatan itu merupakan agenda maha penting di Korut dan ketidakhadiran Kim Jong Un memicu dugaan liar. ”Saya tidak terkejut jika dia meninggal hari ini atau besok. Hal yang harus dikhawatirkan adalah konsolidasi kekuasaan di Korut setelah kematiannya,” pakar Korut di Kyungnam University, Lee Byong-chol, sebagaimana dikutip The New York Time.
Kim Jong Un tidak mempunyai anak yang sudah dewasa dan layak ditunjuk menjadi penerusnya. Selama ia menghilang, muncul dugaan Kim Yo Jong yang merupakan adik perempuan Kim Jong Un akan menjadi pemimpin Korut berikutnya. Lee menyebut sulit menerima dugaan itu pada Korut yang sangat patriakis dan didominasi tokoh politik tua.
Perebutan nuklir
Perebutan kekuasaan di Pyongyang menjadi masalah karena negara itu diduga mempunyai senjata nuklir, senjata biologi, dan senjata kimia. Angkatan bersenjata dengan 1,2 juta tentara di Korut akan menjadi salah satu pusat perebutan kekuasaan. ”Dunia tidak siap pada ketidakstabilan di Korut,” kata pengajar hubungan internasional di Ewha Womans University Seoul, Leif-Eric Easley.
Ketertutupan Korut membuat dunia tahu amat sedikit soal negara itu. Ketidaktahuan itu bisa memicu kesalahan dalam pembuatan keputusan dan dampaknya bisa tidak terduga. ”Kombinasi hilangnya kendali nuklir dan pertarungan politik adalah mimpi buruk. Krisis politik bisa memicu perpecahan atau mendorong panglima meluncurkan rudal nuklir,” kata staf ahli bidang Korut pada Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat sekaligus Wakil Presiden Asia Society Policy Institute, Danny Russel.
”Dalam 10 hari terakhir telah terungkap kelemahan intelijen dalam melaporkan apa yang terjadi di Korut,” kata Jean H Lee, pakar Korut di Woodrow Wilson International Center for Scholars, Washington.
Bukan hanya AS dan Korsel yang dianggap sebagai musuh Korut, China sekalipun cemas jika Korut tidak stabil. Selama ini, Korut menjadi penyangga di antara China dan Korsel yang menjadi lokasi penempatan puluhan ribu tentara dan aneka persenjataan AS. Sejumlah pakar menduga China akan masuk ke Korut untuk mengamankan fasilitas nuklir negara itu dan mendorong keterpilihan pemimpin yang mendukung Beijing jika Kim meninggal atau tidak berkuasa lagi. AS pun bisa jadi masuk ke Korut saat negara itu tidak stabil.
”Saat hubungan AS-China sedang sangat buruk, apa yang akan terjadi jika pasukan khusus AS-China berhadapan kala mencoba menguasai pangkalan Korut?” kata Russel. Sejumlah pakar menyebut Korsel dan para sekutunya harus mulai bersiap jika sewaktu-waktu Kim meninggal atau disingkirkan dari kekuasaan. (AP/REUTERS)