Diplomat senior AS, Alice Wells, mundur dari posnya di Asia Selatan. Analis menilai, tanpa diplomat yang mumpuni di Asia Selatan, khususnya India dan Pakistan, AS kehilangan arah diplomasinya.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Alice G Wells, seorang diplomat senior Amerika Serikat untuk wilayah Asia Selatan dan Asia Tengah, mengumumkan pengunduran dirinya, Minggu (3/5/2020) waktu setempat atau Senin waktu Indonesia. Wilayah Asia Selatan dan Asia Tengah tampaknya tidak akan diisi oleh pejabat Kementerian Luar Negeri AS dengan persetujuan dari Senat pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump.
Pengunduran diri Wells ini hanya terpaut sekitar 20 hari sebelum dirinya pensiun pada 22 Mei 2020. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai pengunduran diri Wells oleh Kemenlu AS, termasuk dari Menlu Mike Pompeo.
”Saya akan merindukan nasihat bijak Alice dan upaya yang didedikasikan untuk membangun hubungan dan mengatasi tantangan di seluruh Asia Selatan dan Tengah,” kata Pompeo melalui akun Twitter-nya, Senin (4/5/2020).
Wells, walau tidak mendapat kewenangan penuh dari Senat sebagai wakil tertinggi Pemerintah AS di wilayah Asia Selatan dan Tengah, tetap aktif di dalam mempromosikan hubungan AS yang lebih erat dengan India. Hal ini dibuktikan dengan kunjungan kedua kepala negara, baik Donald Trump yang berkunjung ke India maupun sebelumnya Perdana Menteri Narendra Modi berkunjung ke Amerika Serikat.
Di tengah upaya untuk menjalin hubungan diplomatik yang lebih erat dengan India, Wells juga sempat menyentil kebijakan Pemerintah India untuk membatasi akses internet di negara itu dan desakannya membebaskan para pemimpin politik yang ditahan menyusul tindakan kerasnya di Lembah Kashmir yang berpenduduk mayoritas Muslim.
Wells juga sempat mengeluarkan pernyataan yang meminta Pemerintah Pakistan mewaspadai dorongan infrastruktur yang besar dari China.
Mundurnya Wells bertepatan dengan rencana AS untuk menarik pasukannya dari Afghanistan setelah ada kesepakatan damai dengan kelompok Taliban pada 29 Februari 2020. Namun, hingga sekarang, pelaksanaannya pun masih menggantung karena perundingan intra-Afghanistan tidak berjalan lancar.
Analis kebijakan Kongres AS, K Alan Kronstadt, dalam laporannya kepada Kongres, 13 Januari 2020, mengatakan, keinginan Pemerintah AS untuk menjadi penyeimbang di wilayah Asia Selatan, khususnya untuk mencegah pecahnya konflik antara India dan Pakistan dalam masalah Kashmir, tidak dibarengi dengan kebijakan yang pasti. Apalagi, pada saat yang sama, China ikut mengklaim salah satu wilayah di Kashmir masuk sebagai wilayahnya.
Ketiadaan wakil tertinggi Pemerintah AS dalam bidang diplomatik di Asia Selatan dan tidak adanya Duta Besar di Pakistan dinilai cukup mengkhawatirkan.
Kasus Daniel Pearl
Pemerintah AS mendesak Pemerintah Pakistan untuk bersikap setelah pada pekan lalu pengadilan tinggi di Provinsi Sindh membebaskan empat terpidana kasus pembunuhan jurnalis AS, Daniel Pearl. Pearl diketahui tewas setelah diculik pada Januari 2002 saat tengah melakukan liputan investigasi mengenai kelompok militan Islam di Karachi, Pakistan.
Pompeo sendiri mengecam keputusan pengadilan yang membebaskan keempatnya sebagai sebuah penghinaan kepada korban tindakan terorisme di seluruh dunia. Desakan itu membuat Pemerintah Provinsi Sindh kemudian mengeluarkan perintah untuk menangkap kembali dan menahan keempatnya di penjara meski Pengadilan Tinggi Sindh sudah menyatakan keempatnya bebas.
”Pemerintah Sindh memiliki alasan yang cukup bahwa Ahmed Omar Sheikh dan Fahad Nasim Ahmed, Syed Salman Saqib, Sheikh Muhammad Adil ditangkap dan ditahan selama tiga bulan dari tanggal penangkapan (2 April 2020),” kata seorang pejabat Pemerintah Provinsi Sindh, dikutip kantor berita Reuters.
”Kami menyambut keputusan Pakistan untuk mengajukan banding atas putusan itu,” kata Alice Wells.
Pakistan berada satu barisan dengan AS yang tergabung dalam ”Perang Melawan Terorisme” setelah seragan 11 September. Namun, negara itu tetap dicurigai menjalankan politik dua kaki dengan mendukung beberapa kelompok militan yang digunakannya sebagai alat konfrontatif selama beberapa dekade dengan negara tetangga, saingan utamanya di kawasan, India.
Pemerintah Pakistan menyangkal sangkaan politik dua kaki tersebut dan berada di bawah pengawasan yang ketat sebuah lembaga penelusur pendanaan kelompok terorisme, Gugus Tugas Aksi Keuangan (FATF). (AFP/Reuters)