Kebijakan menjaga jarak fisik mungkin akan dipertahankan lama atau setidaknya sampai betul-betul tak ada kasus positif Covid-19. Selama ada satu saja orang di dunia ini yang tertular virus itu, aturan itu dipertahankan.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Sejak pandemi Covid-19 melanda, banyak kebiasaan hidup orang, terutama saat bepergian, berubah total. Dari yang awalnya terpaksa, lalu kini orang menjadi terbiasa atau mungkin pasrah. Seperti pengecekan suhu tubuh di mana-mana, pemakaian masker ke mana-mana, cuci tangan memakai sabun sering-sering, hingga menjaga jarak fisik dengan siapa pun, kapan pun, dan dimana pun.
Kebiasaan-kebiasaan baru ini diyakini bisa mencegah penyebaran penyakit Covid-19. Meski banyak negara, terutama di Eropa, sudah mulai melonggarkan karantina, kebiasaan baru ini diharuskan tetap dipertahankan. Tidak mudah bagi pemerintah untuk mengatur kebiasaan baru ini, terutama pada urusan menjaga jarak fisik masing-masing orang.
Cara yang sudah dilakukan selama ini adalah memasang stiker tanda silang pada tempat duduk atau mengecat bentuk lingkaran di tanah atau lantai, seperti di pasar-pasar di Mogadishu dan di mal-mal di Dubai.
Segala macam tanda untuk mengingatkan orang agar senantiasa menjaga jarak di tempat-tempat ramai, kini menjadi tanda umum, seperti halnya tanda lalu lintas. Agar orang tidak merasa terganggu atau terintimidasi, banyak tanda peringatan yang dibuat lebih ”menarik” dan mudah diingat.
Kepala Wayfinding di CCD Design & Ergonomics, London, Chris Girling, mengatakan agar pesan yang hendak disampaikan bisa dipahami dan diingat oleh warga, ada strategi khusus yang dilakukan. Orang ingin merasa aman nyaman dan tidak selalu harus merasa takut dan khawatir.
Dalam setiap tanda peringatan itu sebaiknya memakai kata ’tolong’ yang lebih halus. Penggunaan kata keras dan tegas akan memberikan kesan otoriter.
”Dalam setiap tanda peringatan itu sebaiknya memakai kata ’tolong’ yang lebih halus karena kalau menggunakan kata keras dan tegas kesannya otoriter,” ujarnya.
Bepergian
Ketentuan menjaga jarak fisik dengan orang lain ini ikut mengubah keputusan warga untuk bepergian atau sekadar keluar rumah sejenak. Begitu keluar rumah, kita akan dengan cepat diingatkan tentang adanya ancaman wabah korona ketika berpapasan dengan orang lain yang mengenakan masker atau bahkan sarung tangan.
Sopir taksi di kota Wenzhou, China, bahkan memasang plastik bening pemisah antara sopir dan penumpang. Sebelum masuk ke hotel-hotel di China pun setiap tamu harus diperiksa suhu tubuhya dengan ”temperatur tembak” oleh petugas hotel. ”Pernah demam? Tidak enak badan? Atau bepergian ke Hubei?” tanya petugas hotel di Wenzhou.
Pemeriksaan suhu tubuh itu pun tak hanya dilakukan sekali, tetapi berkali-kali pada tamu yang sama, meski tamu itu hanya keluar dari hotel beberapa menit saja. Wartawan kantor berita AFP menceritakan pengalamannya di Wenzhou, China. Ketika berkeliling kota, ia harus diperiksa suhu tubuhnya belasan kali oleh sopir taksi, karyawan restoran, petugas satpam hotel, dan anggota staf minimarket.
Situs MIT Technology Review, 17 Maret 2020, menyebutkan, kebijakan menjaga jarak fisik kemungkinan akan dipertahankan lama atau setidaknya sampai betul-betul tidak ada kasus positif Covid-19. Selama masih ada satu saja orang di dunia ini yang tertular virus itu, aturan itu akan tetap berlalu.
Para peneliti di Imperial College London mengusulkan agar aturan jaga jarak fisik dibuat ekstrem setiap kali jumlah jumlah pasien positif Covid-19 yang masuk ruang perawatan intensif naik. Kalau jumlahnya mulai turun, baru aturan jaga jarak itu dilonggarkan lagi.
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab kepada BBC mengatakan keputusan untuk melonggarkan aturan karantina di Inggris sudah dipertimbangkan matang dan akan dilakukan bertahap. Jika tidak, dikhawatirkan akan muncul gelombang kedua wabah korona. ”Kalau sampai ini terjadi, harus ada karantina total lagi yang akan kembali mengganggu perekonomian,” ujarnya.
Raab mengakui adanya tekanan mental, fisik, dan ekonomi yang dirasakan masyarakat Inggris akibat aturan menjaga jarak fisik ini. Namun, apa boleh buat, aturan itu akan tetap diberlakukan hingga entah kapan.