Hong Kong Merombak Sistem Pendidikan, Kurikulum Lama Dinilai Terlalu Liberal
Kurikulum pendidikan di Hong Kong dinilai terlalu liberal dan ikut memicu aksi protes massa tahun lalu karena itu perlu diubah. Sementara China daratan masih menerapkan pendidikan dengan standar ideologi komunis.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
HONG KONG, SENIN —Pemerintah Hong Kong yang pro-Beijing menyatakan akan merombak sistem pendidikan di negara itu. Mereka menilai kurikulum pendidikan yang selama ini berkembang dan digunakan sejumlah institusi pendidikan yang ada terlalu liberal dan ikut memicu protes massa sepanjang tahun 2019.
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, Senin (11/5/2020), mengungkapkan, murid- murid sekolah menengah perlu dilindungi dari ”racun”, informasi yang salah dan bias.
”Untuk menangani masalah studi yang liberal di masa depan, kami pasti akan membuat segalanya menjadi jelas bagi publik pada tahun ini,” kata Lam kepada koran pro-pemerintah, Ta Kung, dalam wawancara yang diterbitkan, Senin.
Hong Kong memiliki beberapa sekolah dan universitas terbaik di Asia dengan kebebasan akademik yang tidak dimiliki sekolah dan universitas di wilayah China daratan. Lembaga pendidikan di China daratan masih menerapkan pendidikan dengan standar ideologi komunis yang kaku.
Studi liberal diperkenalkan pada institusi pendidikan di Hong Kong tahun 2009 dan diterapkan pada siswa sekolah menengah. Penerapan studi ini merupakan cara menumbuhkan pemikiran kritis dan kesadaran atas kondisi sosial di lingkungan siswa. Sekolah diizinkan memilih bagaimana cara mereka mengajarkannya.
Namun, ketika Hong Kong diserahkan kepada China, sistem pendidikan itu dibenci pemerintah, politisi, dan media-media pro-Beijing. Mereka menginginkan agar pendidikan patriotik lebih diutamakan dibandingkan dengan studi liberal.
Mantan Pemimpin Hong Kong, Tung Chee-hwa, adalah salah satu politisi veteran yang menuding bidang studi itu memberikan dorongan kepada siswa agar ikut serta dan mengorganisasi demonstrasi dalam skala besar sepanjang tahun lalu.
Dalam wawancara dengan Ta Kung, Lam mengatakan, keleluasaan cara mengajar di kelas di setiap institusi pendidikan memungkinkan guru memasukkan bias politik ke pikiran anak didiknya. Ia menyatakan, pengawasan lebih besar dari Pemerintah Hong Kong mutlak diperlukan di masa depan.
Pemerintah Hong Kong diguncang gerakan protes pro-demokrasi setelah Pemerintah China ingin menerapkan Undang-Undang Ekstradisi terhadap warga Hong Kong.
Lebih dari 8.000 orang ditangkap, sekitar 17 persen di antaranya siswa sekolah menengah, dalam tujuh bulan aksi protes yang melibatkan lebih dari 1 juta warga Hong Kong. Yang juga mengejutkan pemerintah, unjuk rasa pro-demokrasi itu dipimpin oleh kaum muda.
200 orang ditangkap
Senin kemarin, otoritas Hong Kong menangkap lebih dari 200 pengunjuk rasa dalam demonstrasi di sebuah pusat perbelanjaan, Senin (11/5/2020). Beberapa media melaporkan, lebih dari 200 orang ditangkap. Belasan pengunjuk rasa dibawa ke rumah sakit untuk dirawat akibat luka-luka bentrokan.
Salah seorang aktivis yang ditangkap adalah Roy Kwong, anggota legislatif Partai Demokratik Hong Kong. Asosiasi Jurnalis Hong Kong (HKJA) juga mengecam tindakan represif polisi yang melarang mereka mengambil gambar insiden itu.(AFP/REUTERS)