Pemerintah Pastikan Hak-hak ABK Long Xin 629 Dipenuhi
Dugaan pelanggaran oleh kapal China terhadap anak buah kapal asal Indonesia terus diselidiki. Namun, yang tidak kalah penting adalah pemenuhan hak-hak pada ABK itu.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia akan memastikan pemenuhan hak-hak para anak buah kapal Long Xin 629 asal Indonesia. Pemerintah tetap bekerja sama dengan otoritas China untuk memastikan hal itu terpenuhi, di samping tetap menyelidiki dugaan pelanggaran kapal perikanan China itu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, Senin (11/5/2020), menegaskan, Kemenlu RI telah menyampaikan keprihatinan atas kondisi kehidupan di kapal yang menyebabkan kematian empat anak buah kapal (ABK) WNI.
Kemenlu RI kini juga terfokus pada dua hal. Pertama, memastikan perusahaan yang mempekerjakan ABK memenuhi semua kewajibannya. Kedua, terkait pelarungan jenazah ke laut, Kemenlu RI meminta klarifikasi dan informasi valid terkait kesesuaian penguburan dengan standar internasional.
Faizasyah menambahkan, terkait dengan pemenuhan kewajiban terhadap ABK, Pemerintah China pun sudah menyatakan siap untuk membantu Pemerintah Indonesia.
”Untuk pelarungan, pihak RRT (China) sudah menyampaikan respons awalnya, yaitu sudah sesuai dengan ketentuan Organisasi Buruh Internasional (ILO). Walau demikian, Kemenlu RI masih meminta validasi soal ini,” kata Faizasyah.
Belum ada respons terkait permintaan validasi. Jika tidak sesuai dengan standar ILO, pihak perusahaan harus mempertanggungjawabkan hal itu.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi sebelumnya mengatakan, Indonesia-China sudah berkoordinasi baik untuk menyelidiki bersama dugaan pelanggaran di atas kapal Long Xin 629. Proses ini berlangsung secara paralel oleh otoritas Indonesia dan China.
Pada Minggu, Retno juga telah berbicara dengan 14 ABK WNI yang telah tiba di Tanah Air. Beberapa informasi awal yang diperoleh dari para ABK adalah terdapat persoalan gaji. Sebagian dari mereka belum menerima gaji, sebagian lainnya sudah menerima, tetapi tidak sesuai dengan angka yang disebutkan dalam kontrak yang sudah mereka tanda tangani pada awal perekrutan.
Informasi lain adalah terkait jam kerja yang tidak manusiawi. Para ABK itu, rata-rata, mengaku bekerja lebih dari 18 jam dalam sehari. Retno telah mengecam keras perlakuan tidak manusiawi ini dan diharapkan ada respons yang barik dari pihak kapal China.
Jakarta ingin menjadikan insiden kapal Long Xin 629 sebagai momentum untuk melakukan penguatan dan perlindungan pekerja migran sejak dari hulu. Terkait hal itu, menurut Faizasyah, merupakan pekerjaan di dalam negeri yang tidak menjadi domain Kementerian Luar Negeri.
Buat langkah konkret
Gabriel Goa, Direktur Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, lembaga yang antara lain mengadvokasi masalah yang dihadapi pekerja migran Indonesia di luar negeri, menuntut pemerintah untuk membuat langkah konkret dalam perlindungan pekerja migran WNI. Dia menyebut empat langkah strategis yang harus dilakukan.
”Pertama, percepat realisasi turunan UU No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran oleh kementerian terkait. Kedua, persiapkan kapasitas dan kompetensi calon pekerja migran Indonesia melalui balai latihan kerja profesional dan perlindungan calon pekerja migran Indonesia,” katanya.
Selain itu, kata Gabriel, selama bekerja di luar negeri, mereka dipantau dan dilindungi atase tenaga kerja dan kantor perwakilan RI. Padma juga mendesak semua badan dan kementerian terkait untuk tidak menempatkan calon-calon pekerja migran Indonesia ke negara yang belum meratifikasi konvensi ILO, konvensi HAM, dan konvensi IMO terkait perlindungan pekerja migran serta pemenuhan hak pekerja migran sehingga calon pekerja migran Indonesia tak terjebak jadi korban perbudakan dan human trafficking.
Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Brigadir Jenderal (Pol) Ferdy Sambo mengatakan, pemeriksaan berupa wawancara terhadap 14 ABK kapal Long Xin 629 telah selesai kemarin. Dari para ABK, petugas mendapatkan dokumen berupa paspor, dokumen kontrak kerja, buku panduan pelaut, dan tiket pesawat.
Kemudian, kata Ferdy, dokumen-dokumen itu diklarifikasi dengan instansi yang menerbitkan, antara lain, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perhubungan, perusahaan atau agen, serta maskapai penerbangan. Hal itu dilakukan untuk mengumpulkan bukti permulaan.
”Kalau sudah cukup dua alat bukti, kami akan tingkatkan tahapnya menjadi penyidikan, termasuk menetapkan tersangka. Karena dari informasi awal yang kami terima, ada ABK yang diberangkatkan oleh perusahaan yang tidak berizin. Maka, kami sasar proses pengiriman ABK ini,” kata Ferdy.
Menurut Ferdy, kepolisian akan menyasar prosedur pengiriman ABK. Selain untuk menuntaskan kasus tersebut, langkah kepolisian tersebut diharapkan dapat memperbaiki prosedur pengiriman ABK di sisi hulu.
Jika ditemukan bukti dugaan perdagangan orang atau eksploitasi manusia, agen atau perusahaan pengirim yang tidak berizin tersebut akan terancam ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sementara, untuk pemenuhan hak-hak ABK, seperti penggajian, akan dilakukan oleh instansi terkait. (CAL)