Pengendalian pandemi Covid-19 di daerah konflik seperti di negara bagian Rakhine, Myanmar menghadapi tantangan situasi keamanan yang tidak kondusif.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·2 menit baca
NEW YORK, SELASA – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menggelar video konferensi membahas eskalasi kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar dan dampak dari pandemi Covid-19 di negara tersebut.
Pertemuan melalui video konferensi secara tertutup yang dijadwalkan Kamis (14/5/2020) itu merupakan permintaan Inggris. Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener dari Swiss dijadwalkan berbicara memberikan komentar pada pertemuan itu nanti.
Akhir April lalu, petugas medis dari pemerintah Myanmar terluka dan pengemudinya yang bekerja untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tewas ketika mobil bertanda UN yang dikendarainya disergap di negara bagian Rakhine yang dilanda konflik saat membawa sampel untuk pemeriksaan Covid-19.
Negara bagian di sebelah barat laut Myanmar itu dilanda perang saudara antara militer Myanmar dengan pemberontak Pasukan Arakan yang meminta otonomi lebih bagi etnis Rakhine di negara bagian itu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam keras penyerangan itu. Ia meminta “penyelidikan yang menyeluruh dan transparan” dan meminta agar pelakunya dibawa ke meja hijau. Penyerangan itu terjadi di tengah seruan gencatan senjata global dan perlindungan bagi warga sipil yang telantar akibat Pandemi Covid-19.
Pertemuan DK PBB terakhir yang membahas Myanmar digelar Februari lalu. China yang memberikan dukungan kepada Myanmar dan biasanya menentang intervensi PBB terhadap negara itu, mencegah adopsi pernyataan bersama 15 anggota DK PBB.
Konflik Rakhine
Konflik di Rakhine yang terjadi sejak awal tahun 2019 itu telah mengakibatkan banyak warga meninggal, ratusan orang terluka, dan puluhan ribu lainnya telantar. Kedua belah pihak yang bertikai saling tuduh melanggar komitmen bersama.
Sejak Agustus 2017 sekitar 740.000 etnis Rohingya telah mengungsi ke Bangladesh karena persekusi dan kekejaman militer Myanmar dan milisi Budha yang digambarkan oleh penyelidik PBB sebagai “genosida”.
Jumlah pasti warga Rohingya yang terbunuh selama konflik tidak diketahui. Namun, banyak lembaga nonpemerintah memperkirakan beberapa ribu jiwa.
Ketika pertemuan membahasi pandemi Covid-19, Senin (11/5/2020), jurubicara PBB Stephane Dujarric mengumumkan bahwa Program Pembangunan PBB dan Badan Pengungsi PBB telah mencapai kesepakatan dengan pemerintah Myanmar untuk memperpanjang Nota Kesepahaman di negara bagian Rakhine hingga Juni 2021.
Nota kesepahaman itu “bertujuan untuk memungkinkan repatriasi pengungsi Rohingya dari Bangladesh yang secara sukarela, aman, bermartabat, dan berkelanjutan.”(AFP)