Melonggarkan kebijakan karantina wilayah tidaklah mudah. Negara harus tetap waspada untuk mendeteksi dan merespons setiap kemungkinan kasus Covid-19 yang muncul.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
GENEVA, SELASA — Pelonggaran kebijakan penutupan atau karantina wilayah yang dilakukan secara perlahan merupakan strategi yang pas untuk mulai menstimulasi ekonomi sambil tetap mempertahankan kewaspadaan sehingga jika terjadi tren kenaikan kasus, pemerintah bisa cepat bertindak untuk mengendalikannya.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam jumpa virtual dari Geneva, Swiss, Senin (11/5/2020) sore.
Tedros menyadari bahwa kebijakan karantina wilayah yang ketat oleh banyak negara untuk menekan penyebaran Covid-19 telah berdampak buruk pada aktivitas sosio-ekonomi. Namun, melonggarkan kembali kebijakan itu kompleks dan sulit.
Dorongan untuk melonggarkan kebijakan itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Meski kasus Covid-19 telah menurun, bukan berarti risiko infeksi telah hilang sama sekali.
Terdapat tiga pertanyaan yang perlu dijawab oleh negara-negara sebelum mengendurkan kebijakan karantina wilayah atau pembatasan jarak sosialnya. Pertama, apakah epidemi Covid-19 sudah terkendali? Kedua, apakah sistem pelayanan kesehatan mampu menghadapi melonjaknya kasus Covid-19 yang mungkin terjadi setelah pelonggaran? Ketiga, apakah sistem surveilans kesehatan masyarakat yang ada sudah mampu mendeteksi kasus dan menelusuri kontaknya serta mengidentifikasi munculnya kasus-kasus baru?
Jawaban atas tiga pertanyaan itu, ujar Tedros, akan menentukan apakah penutupan wilayah bisa dilonggarkan perlahan atau tidak. Dalam seminggu terkahir, peningkatan kasus baru yang tinggi di Korea Selatan, Wuhan (China), dan Jerman setelah kebijakan pembatasan jarak sosial dilonggarkan menjadi tantangan.
Beruntung bahwa ketiga negara itu memiliki sistem kesehatan yang mampu mendeteksi dan merespons kemunculan kembali kasus Covid-19 dengan baik. Namun, tidak banyak negara yang memiliki kemampuan seperti ini.
Direktur Program Kedaruratan WHO Michael Ryan berharap Jerman dan Korea Selatan akan mampu menekan kluster penularan yang baru tersebut. Sistem surveilans kedua negara itu merupakan kunci untuk mencegah terjadinya gelombang infeksi kedua yang besar.
”Sangat penting bagi kita untuk melihat negara lain yang tetap waspada sebagai contoh,” kata Ryan. Sebaliknya, banyak negara lain, ujar Ryan, yang ”mencoba berjalan dengan mata tertutup”.
Untuk itu, WHO bekerja sama dengan negara-negara untuk memastikan intervensi kesehatan tetap dijalankan untuk menghadapi tantangan pelonggaran karantina wilayah. Sampai vaksin ditemukan, intervensi kesehatan masyarakat yang komprehensif adalah cara yang paling efektif untuk mengendalikan persebaran Covid-19.
Di Amerika Serikat, New York Times melaporkan, pakar penyakit menular terkemuka AS, Anthony Fauci, memperingatkan Senat bahwa AS akan mengalami ”penderitaan dan kematian yang tidak perlu” akibat Covid-19 jika kebijakan karantina wilayah dibuka terlalu cepat.
”Pesan utama yang ingin saya sampaikan kepada Komite Kesehatan, Pendidikan, Tenaga Kerja, dan Pensiun Senat adalah bahaya dari membuka kembali negara ini secara prematur,” tulis Fauci yang saat ini menjabat sebagai Direktur Institut Nasional untuk Penyakit Menular dan Infeksi AS kepada New York Times. Bahaya yang Fauci maksud adalah munculnya wabah di seluruh wilayah AS.
”Ini tidak hanya akan memunculkan penderitaan dan kematian yang tidak perlu, tapi akan membawa kita kembali ke langkah awal penanganan pandemi,” kata Fauci.
Kekebalan kelompok
WHO juga memberikan peringatan bahwa mendorong terbentuknya kekebalan kelompok untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 merupakan langkah yang berbahaya.
Sejumlah studi seroepidemiologi awal menunjukkan bahwa populasi penduduk yang memiliki antibodi terhadap Covid-19 rendah, hanya 2-3 persen, tidak sesuai dengan yang diperkirakan sebelumnya. Artinya, mayoritas populasi masih rentan terinfeksi. Epidemiolog di WHO, Maria van Kerkhove, menyebutkan bahwa pola rendahnya antibodi terhadap Covid-19 di populasi itu terlihat konsisten.
Untuk itu, Ryan memberikan peringatan terhadap negara yang mendorong kekebalan kelompok dengan tidak menerapkan intervensi yang ketat seperti pembatasan sosial atau karantina wilayah. ”Ini sangat bahaya, perhitungan yang berbahaya,” ujarnya. (REUTERS/AFP)