Belum sekali pun Sidang Majelis Umum PBB dibatalkan, hanya ditunda pada 1964 dan 2001. Sidang PBB tidak ditunda, apalagi dibatalkan kala Sekjen PBB Dag Hammarskjold tewas pada 1961.
Oleh
kris mada
·2 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Sidang Paripurna Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 2020 akan berbeda dibandingkan dengan sidang umum yang pernah digelar sebelumnya, sejak 1945-2019. Perubahan untuk memastikan sidang bisa tetap berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menyebut, tidak mungkin para pemimpin dunia berkumpul di New York untuk mengikuti Sidang Majelis Umum PBB dalam situasi sekarang. Dalam wawancara kepada Paris-Match edisi Kamis (14/5/2020), Guterres mengatakan, kini sedang dicari cara untuk memastikan sidang tetap berlangsung.
Sidang Paripurna Majelis Umum PBB diselenggarakan setiap pertengahan September. Sepanjang sejarah PBB, belum sekali pun sidang majelis umum dibatalkan. Sidang hanya ditunda dua kali pada 1964 dan 2001.
Penundaan pada 1964 terjadi di tengah krisis keuangan PBB, sedangkan penundaan 2001 terjadi selepas pengeboman Menara Kembar WTC pada 11 September. Dari markas besar PBB di New York, menara itu berjarak 6 kilometer. Sidang PBB tidak ditunda apalagi dibatalkan kala Sekjen PBB Dag Hammarskjold tewas dalam kecelakaan pesawat di Zambia pada September 1961.
Wakil tetap sejumlah negara di Setjen PBB menduga Sidang Majelis Umum PBB 2020 akan berlangsung dalam bentuk telekonferensi video. ”Tahun ini prosedurnya akan berbeda dan campuran. Akan lebih sedikit yang hadir,” kata seorang diplomat di Setjen PBB.
Biasanya, ribuan orang dari negara-negara memadati kantor Setjen PBB setiap periode sidang MU. Mereka harus antre paling sedikit 30 menit untuk setiap tempat pemeriksaan. Mayoritas orang juga harus jalan kaki karena kepolisian New York menutup jalan-jalan dalam radius hingga 1 kilometer dari pagar terluar kantor Setjen PBB setiap periode sidang MU PBB. Hanya tersedia kurang dari 10 pintu masuk di antara perintang-perintang itu.
Akan dibutuhkan lebih banyak ruang, waktu, tenaga untuk pemeriksaan ribuan orang jika sidang MU PBB tetap digelar seperti biasa. Selain itu, seluruh ruangan di Setjen PBB menggunakan pengatur suhu terpusat.
Padahal, sejumlah penelitian menemukan virus korona baru lebih cepat menular dalam ruangan dengan kondisi seperti itu. Apalagi, jika sidang tetap digelar seperti biasa, akan ada ribuan orang dalam ruangan-ruangan tertutup itu.
Hal itu masih ditambah fakta New York menjadi kota tempat infeksi dan kematian tertinggi akibat Covid-19. Tidak ada negara mana pun yang mengalahkan New York dalam soal jumlah total kasus infeksi dan kematian akibat Covid-19. (AFP/REUTERS)