Mencermati Kebijakan Pelonggaran Karantina di Eropa
Beberapa negara Eropa yang menerapkan karantina kawasan untuk mencegah penularan Covid-19 mulai melonggarkan kebijakan itu. Meski demikian, protokol kesehatan tetap diterapkan secara ketat.
Beberapa negara Eropa yang menerapkan karantina kawasan untuk mencegah penularan Covid-19 mulai melonggarkan kebijakan itu. Langkah ini mengacu pada tren penurunan kasus baru dan meningkatnya pasien sembuh. Meski demikian, protokol kesehatan tetap berlaku.
Kebijakan karantina kawasan (lockdown) mulai diperlonggar di beberapa negara Eropa. Italia yang menjadi negara pertama yang mengawali penerapan strategi lockdown di Eropa sejak 10 Maret 2020 mulai melonggarkan karantina. Sejak 4 Mei, 4,4 juta orang mulai kembali bekerja setelah tujuh minggu dikarantina.
Kebijakan serupa diberlakukan Pemerintah Jerman. Kanselir Jerman Angela Merkel pada 6 Mei 2020 mengumumkan pelonggaran secara bertahap. Kedai, toko, dan sekolah secara bertahap dibuka kembali.
Model pelonggaran bertahap juga dilakukan Pemerintah Portugal, Perancis, Denmark, Moldova, dan Slowakia. Di beberapa negara tersebut, aktivitas perniagaan dilonggarkan secara selektif. Hanya toko kecil setingkat UMKM yang boleh dibuka.
Pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat merupakan aspek utama yang menjadi pertimbangan pelonggaran karantina. Dari negara-negara Eropa yang melonggarkan lockdown, mayoritas membuka akses perdana pada kegiatan perniagaan/toko.
Sementara negara-negara seperti Polandia, Ceko, dan Kroasia mengambil langkah yang lebih terbuka dengan mengizinkan pusat perbelanjaan untuk beroperasi kembali. Bahkan, Republik Ceko mengizinkan perjalanan internasional dari dan ke negara anggota Uni Eropa secara bersyarat.
Pelonggaran terbatas
Pelonggaran juga membuat ruang pendidikan kembali dibuka. Pemerintah Yunani, Finlandia, Estonia, Belgia, dan Belanda mulai membuka kembali sekolah setingkat TK dan SD pada Mei 2020.
Sementara jenjang SMP hingga universitas akan dibuka pada Juni. Norwegia malah lebih lugas melonggarkan aspek pendidikan. Pemerintah negara itu membuka sekolah dan universitas pada bulan ini.
Pembukaan sekolah dilanjutkan dengan kembali beroperasinya restoran dan hotel. Negara Portugal, Jerman, Italia, dan Denmark membolehkan restoran dan hotel untuk beroperasi pada akhir Mei dan awal Juni.
Mencermati kebijakan pelonggaran itu, ada hal yang sama yang menjadi pertimbangan utama, yaitu mengaktifkan kembali bidang terkait pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Hal ini terlihat dari pembukaan kembali pusat perniagaan dan toko secara terbatas.
Kondisi ini dapat dilihat dalam dua aspek, yaitu pemenuhan kebutuhan pokok serta kewaspadaan dari sisi kesehatan. Pemenuhan kebutuhan masyarakat, terutama bahan makanan pokok, menjadi pertimbangan utama pelonggaran karantina sehingga warga tak khawatir dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Negara Portugal, Jerman, Italia, dan Denmark membolehkan restoran dan hotel untuk beroperasi pada akhir Mei dan awal Juni.
Aspek yang kedua, kewaspadaan tetap dijalankan, mengingat wabah korona masih menjadi kondisi darurat kesehatan global. Jadi, pelonggaran karantina hanya dilakukan terbatas guna mencegah meluasnya kembali pandemi.
Kasus Covid-19 di Eropa pada 13 Mei masih menujukkan peningkatan dengan 24.527 kasus baru. Dengan total 1.780.316 kasus, benua Eropa menjadi wilayah kedua terbanyak penularan korona setelah Benua Amerika.
Tren penurunan
Beberapa negara Eropa yang mulai melonggarkan karantina wilayah mempertimbangkan kurva pertumbuhan kasus baru yang mulai melandai. Walau kasusnya masih banyak, beberapa negara mengalami pelandaian kasus baru, seperti Austria, Irlandia, Spanyol, Italia, Perancis, dan Jerman.
Negara-negara tersebut semenjak pertengahan April 2020 mulai berhasil menekan jumlah kasus positif baru. Rata-rata puncak wabah korona terjadi di pertengahan Maret 2020 sampai awal April 2020.
Pertambahan kasus positif baru di lima negara tersebut sempat mencapai angka 17.355 kasus per hari. Namun, pada minggu kedua Mei 2020, kasus baru berangsur-angsur menurun, hingga paling tinggi di angka 500 kasus.
Tren penurunan juga diimbangi dengan meningkatnya angka kesembuhan pasien Covid-19. Faktor kapabilitas penanganan kesehatan merupakan faktor berikutnya yang menjadi pertimbangan pelonggaran karantina. Di Jerman, Austria, dan Irlandia, kapabilitas layanan kesehatan tersebut mendukung tingkat kesembuhan pasien Covid-19 yang mencapai 74 hingga 96 persen.
Tidak hanya itu, angka kematian per hari akibat virus ini pun bisa terus ditekan oleh negara-negara tersebut. Belgia, Belanda, Portugal, dan Perancis adalah beberapa contoh negara yang berhasil menekan angka kematian harian akibat Covid-19.
Penurunannya signifikan. Perancis, misalnya, berhasil menekan angka kematian dari awalnya bisa mencapai 1.438 kematian dalam satu hari pada April 2020 menjadi 83 kematian dalam satu hari pada minggu kedua Mei 2020.
Faktor kapabilitas penanganan kesehatan merupakan faktor berikutnya yang menjadi pertimbangan pelonggaran karantina.
Tingginya angka kesembuhan pasien beriringan dengan penurunan jumlah kasus aktif. Jerman yang memiliki lebih dari 65.000 kasus aktif pada 10 April 2020 berhasil menekan angka tersebut di kisaran 19.000 kasus aktif dalam kurun waktu satu bulan saja.
Keberhasilan serupa didulang oleh Austria dan Kroasia. Austria berhasil menekan jumlah kasus aktif dari 7.177 kasus menjadi 1.262 kasus. Adapun Kroasia mengurangi dari 1.243 kasus aktif menjadi 333 kasus pada rentang waktu yang sama.
Protokol kesehatan
Penurunan jumlah kasus penularan korona merupakan tujuan pemberlakuan karantina kawasan. Tujuan tersebut menjadi dasar penerapan lockdown yang merujuk pada situasi darurat dengan membatasi pergerakan orang dan warga tak diizinkan meninggalkan rumah atau area mereka.
Dalam konteks penularan wabah Covid-19, lockdown merupakan salah satu cara mengurangi pertemuan antarwarga guna mengurangi kemungkinan penyebaran virus penyebab Covid-19. Strategi lockdown diambil demi alasan keamanan berdasarkan jumlah kasus, tingkat penyebaran, dan jumlah kematian akibat virus Covid-19.
Mengingat peredaran wabah masih terjadi, saat pelonggaran diterapkan, negara-negara Eropa tetap memberlakukan protokol kesehatan. Jerman, misalnya, tetap mengatur pembatasan fisik warganya saat keluar rumah, dengan minimum radius jarak 1,5 meter satu sama lain dan harus memakai masker.
Demikian pula dengan restoran dan hotel yang mulai dibuka di Portugal, Jerman, Italia, dan Denmark. Tempat-tempat publik tersebut diharuskan untuk mengikuti prosedur kesehatan, seperti menjaga jarak atau mengurangi kontak fisik.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan, pelonggaran karantina harus dilakukan cermat dengan memperhatikan tiga aspek, yaitu kemampuan menangani penyakit menular di suatu negara, mitigasi munculnya kasus baru, dan konsistensi pelacakan kasus melalui tes Covid-19.
Jika pelonggaran dilakukan tanpa mitigasi dan pengawasan, bukan tidak mungkin akan muncul kluster-kluster yang lebih berat penanganannya. Fenomena munculnya kluster baru di China dan Korea Selatan menjadi gambaran perlunya kecermatan menerapkan pelonggaran.
Otoritas Wuhan, China, pada 10 Mei 2020 melaporkan penemuan lima kasus baru pasca-pelonggaran karantina di satu distrik. Hal ini merupakan kemunculan kasus Covid-19 baru sejak 3 April 2020.
Kluster penularan baru juga terjadi di Korea Selatan setelah pelonggaran pembatasan sosial. Pemerintah Seoul melaporkan 34 kasus virus korona baru pada 10 Mei 2020. Jumlah ini merupakan jumlah harian tertinggi dalam sebulan sejak 9 April 2020.
Kasus impor
Kemunculan kasus-kasus baru setelah pelonggaran karantina menjadi tantangan relaksasi kebijakan karantina wilayah. Negara-negara tersebut beralih dari periode peningkatan kasus (outbreak) menjadi tahap penurunan penyebaran infeksi virus. Artinya, tahap mitigasi bencana kesehatan di negara-negara ini berada pada tingkatan pemulihan (recovery).
Meskipun kurva kasus baru melandai, negara-negara tersebut juga tetap harus menahan laju penularan. Hal yang menjadi perhatian adalah penularan dari kasus impor atau infeksi dari transmisi luar negeri.
China pernah melaporkan munculnya kasus baru yang berasal dari luar negeri. Pada 18 Maret 2020, China melaporkan ada 34 kasus baru berasal dari orang-orang yang kembali ke China.
Karena itu, standar penanganan wabah korona tidak boleh longgar sekalipun relaksasi telah diterapkan. Kebijakan pelonggaran tetap harus diikuti dengan new normal, yaitu pembatasan jarak fisik, pembatasan kerumunan, dan pemakaian masker. Komitmen negara melakukan pengetesan Covid-19 juga tetap harus diwujudkan agar kasusnya tak lagi meningkat. (LITBANG KOMPAS)