Direktur Jenderal WHO memulai secara bertahap proses evaluasi Covid-19 yang menyeluruh, imparsial, dan independen dengan mekanisme yang tersedia.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia bersama 46 negara mengusulkan resolusi yang memerintahkan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO untuk mengevaluasi Covid-19 secara menyeluruh. Hingga Senin (18/5/2020), 122 dari 194 anggota badan kesehatan global tersebut mendukung resolusi itu.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah, Senin ini, mengatakan, inti naskah itu adalah penguatan kerja sama dan multilateralisme di tengah pandemi. ”Evaluasi dengan mekanisme yang tersedia,” ujarnya di Jakarta.
Rancangan naskah itu diusulkan dalam sidang tahunan WHO yang tengah berlangsung di Geneva, Swiss. Sesuai statuta WHO, pengesahan resolusi itu membutuhkan dukungan sekurangnya 130 anggota majelis umum WHO.
Rancangan itu, antara lain, meminta Direktur Jenderal WHO memulai secara bertahap proses evaluasi yang menyeluruh, imparsial, dan independen dengan mekanisme yang tersedia.
Evaluasi dilakukan bila waktu sudah memungkinkan. Dirjen juga diminta menelaah pengalaman dan pelajaran yang didapat dari penanggulangan Covid-19 yang dikoordinasi WHO.
Resolusi juga meminta Dirjen WHO terus bekerja sama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), dan pihak terkait itu mengidentifikasi sumber hewani dari virus SARS-CoV-2 dan cara penularannya ke manusia, termasuk peluang adanya inang perantara.
Proses identifikasi antara lain dilakukan misi lapangan bersama. Dengan demikian, ada pelajaran di masa depan bagi umat manusia, termasuk manfaat untuk mencegah pandemi serupa.
Selain Indonesia, rancangan itu juga disokong antara lain oleh Australia, Jepang, dan sejumlah anggota Uni Eropa. ”Resolusi itu bagian penting dalam pembicaraan yang kami mulai dan saya bersyukur dengan usaha dalam EU dan perancang lain yang terlibat dalam perundingan dalam beberapa pekan terakhir. Resolusinya menyeluruh dan memasukkan permintaan pemeriksaan asal virus korona,” kata Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne.
Dampak ke Australia
Bersama Amerika Serikat, Australia termasuk yang terus mendesak penyelidikan muasal SARS-CoV-2. China marah dengan desakan itu dan mengingatkan Australia akan menanggung dampak ekonomi atas hal itu.
Dengan alasan keamanan pangan, China menghentikan impor daging dari Australia sejak awal Mei 2020. Beijing juga menyelidiki dugaan Australia menurunkan harga jelai yang diekspor ke China. Dugaan itu bisa berujung pengenaan tarif bea masuk hingga 80 persen untuk impor jelai dari Australia.
Kepada media Australia, ABC, Menteri Utama Queensland Annastacia Palaszczuk menyebut 3.200 pekerja terancam gara-gara keputusan Beijing itu. Hingga 30 persen ekspor daging Australia ditujukan ke China sepanjang Januari-April 2020.
Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham mengatakan telah mencoba mengontak Mendag China Zhong Shan untuk membahas masalah itu. Kepada media China, seperti Xinhua dan Global Times, Zhong menyebut Beijing-Canberra sedang membahas masalah perdagangan.
Sementara Menteri Pertanian Australia David Littleproud mengatakan, tidak ada tanggapan dari Kementerian Pertanian China kala ia mencoba mengontak mereka.
Global Times menyebut, Australia sangat rugi jika China sampai mengurangi impor dari sana. Wakil Ketua Asosiasi Besi dan Baja China Li Xinchuang mengatakan, 80 persen eskpor bijih besi Australia menuju China.
Pada 2019, nilainya mencapai 96 miliar dollar AS dan hampir setara dengan 20 persen dari keseluruhan ekspor Australia. Meski tidak mudah, Li menyebut China bisa mengalihkan sumber impor bijih besinya dari Amerika Latin dan Afrika.
China juga membeli produk pangan senilai 15,1 miliar dollar AS dari Australia. ”China konsumen besar, menarik banyak negara untuk mengambil kue dari pasarnya. Tanpa pembeli seperti China, sulit bagi negara orientasi ekspor seperti Australia menyelesaikan (masalah) kelebihan produk pertanian,” kata pengamat pertanian di Chinese Academy of Social Sciences, Li Guoxiang, kepada Global Times.
China juga berkontribusi terhadap perekonomian Australia lewat pariwisata. Hingga 42 persen pelancong asing Australia datang dari China. Wisatawan China juga paling royal dengan belanja rata-rata 6.008 dollar AS per kunjungan.
Pelancong Jerman hanya menghabiskan rata-rata 3.866 dollar AS dan Selandia Baru hanya 1.322 dollar AS dalam setiap kunjungan. (AP/REUTERS)