Jika China Recoki Media AS di Hong Kong, AS Ancam Evaluasi Status Hong Kong
Perselisihan AS-China terkait isu Hong Kong dan bidang jurnalistik memperluas medan permusuhan dua negara yang meruncing dalam beberapa front, antara lain perang dagang, konflik di Laut China Selatan, dan isu Taiwan.
Oleh
Luki Aulia & Mh Samsul Hadi
·3 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo meyakini China telah mengancam untuk mencampuri pekerjaan para wartawan AS di Hong Kong. Ia memperingatkan Beijing, apabila Pemerintah China merecoki tugas peliputan wartawan-wartawan AS di Hong Kong, Pemerintah AS akan mengevaluasi posisi AS terhadap formula ”satu negara, dua sistem” (one country, two systems) di Hong Kong.
Pernyataan bernada ”ancaman” itu ditegaskan Pompeo secara tertulis, Minggu (17/5/2020) waktu Washington atau Senin dini hari WIB. ”Wartawan-wartawan AS itu anggota pers bebas, bukan kader propaganda. Informasi mereka berguna bagi warga China dan dunia,” tulisnya.
Formula ”satu negara, dua sistem” yang dimaksud Pompeo merujuk pada deklarasi bersama antara China dan Inggris serta undang-undang dasar yang mengatur tentang penyerahan kembali Hong Kong ke China dari tangan Inggris pada 1997. Deklarasi itu memberikan jaminan hak dan kebebasan kepada Hong Kong untuk menjadi kota semi-otonom selama 50 tahun.
Sistem tersebut menjadi basis penetapan status teritorial khusus bagi Hong Kong dalam hukum AS. Penetapan status ini ikut berperan dalam membuat Hong Kong sebagai pusat keuangan dunia.
Pada 6 Mei lalu, Pompeo mengumumkan bahwa Departemen Luar Negeri AS menunda laporan kepada Kongres mengenai apakah Hong Kong masih menikmati otonomi yang cukup dari China sehingga wilayah itu akan terus memperoleh perlakukan khusus dari AS. Pompeo menyebut penundaan laporan tersebut untuk memberi waktu cukup bagi AS dalam mengevaluasi situasi Hong Kong hingga menjelang Kongres Nasional Rakyat China, 22 Mei mendatang.
Ketegangan antara Washington dan Beijing meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Pompeo dan Presiden AS Donald Trump telah melontarkan kecaman keras terhadap China terkait penanganan awal negara itu terhadap wabah Covid-19 yang belakangan menjadi pandemi di seluruh dunia, termasuk AS.
Ketegangan antara Washington dan Beijing meningkat dalam beberapa pekan terakhir.
AS dan China juga bertikai soal wartawan kedua negara yang bertugas di masing-masing negara lain di antara mereka. Pada Februari lalu, Pemerintah AS menyatakan akan memperlakukan entitas lima media utama di AS yang dikelola Pemerintah China seperti perwakilan asing. Dengan perlakuan ini, media-media China diharuskan melaporkan staf dan properti mereka di AS kepada Departemen Luar Negeri AS.
China membalas dengan mengusir tiga wartawan theWall Street Journal setelah harian itu memublikasikan tulisan opini tentang krisis pandemi Covid-19 melalui artikel yang menyebut China ”orang yang benar-benar sakit di Asia (the real sick man in Asia)”. Pemerintah China menilai tulisan itu rasis.
Pada awal Maret, AS memangkas jumlah wartawan di empat media China yang dikelola Beijing dari 160 orang menjadi 100 orang. Pemerintah China tidak tinggal diam. Pada Maret itu pula, mereka kembali mengusir belasan wartawan AS yang bekerja di harian The New York Times, The Washington Post, dan the Wall Street Journal.
Beijing mengatakan, belasan wartawan itu tidak bisa lagi bertugas meliput di daratan China, Hong Kong, dan Makau. Klub Koresponden Asing di China menyebut, keputusan China itu berdampak pada sedikitnya 13 wartawan.
Perang mulut dan perselisihan antara AS dan China soal wartawan ini memperuncing ketegangan hubungan diplomatis keduanya selama beberapa pekan terakhir. Ketegangan hubungan itu semakin memuncak setelah ditambah dengan saling tuding di antara kedua negara terkait pandemi Covid-19.
Perselisihan Washington-Beijing terkait dunia jurnalistik dan Hong Kong memperluas medan permusuhan kedua negara yang meruncing dalam beberapa front, antara lain perang dagang, konflik di Laut China Selatan, dan isu Taiwan. (REUTERS/AFP)