Penyokong Dua Kubu Bertikai Kembali Minta Gencatan Senjata di Libya
Sejak April 2019, pasukan Tentara Nasional Libya (LNA)pimpinan Khalifa Haftar yang menguasai Libya timur berusaha merebut Tripoli dari Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang menguasai Tripoli.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
ANKARA, KAMIS - Para penyokong dua kubu bertikai di Libya kembali mendorong gencatan senjata di negara itu. Dorongan itu disampaikan setelah Tentara Nasional Libya pimpinan Khalifa Haftar didesak menjauhi Tripoli, ibu kota Libya.
Lewat telepon, Kamis (21/5/2020), Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu membahas gencatan senjata di Libya. Turki secara terbuka menyokong Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui Perserikatan Bangsa-bangsa.
Sementara laporan DK PBB pada November 2019 mengungkapkan bahwa Rusia, Uni Emirat Arab (UEA), dan sejumlah negara Eropa menyokong Tentara Nasional Libya (LNA). Sebelum telepon Lavrov dan Cavusoglu, Menlu UEA Anwar Gargash lebih dulu menyatakan dukungan pada gencatan senjata di Libya.
Upaya terakhir mendorong gencatan dilakukan Rusia-Turki lewat perundingan di Moskwa pada Januari 2020. Upaya itu mentah setelah Haftar menolak menandatangani kesepakatan perdamaian.
GNA dan LNA berebut menjadi penguasa sah Libya sejak pemimpin negara itu, Moammar Khadafy, terguling pada Maret 2011.
Sejak April 2019, Haftar berusaha merebut Tripoli dari GNA. Sampai sekarang, LNA belum bisa mengambil alih Tripoli. Bahkan, LNA mengumumkan mundur dari sekitar Tripoli.
Serangan GNA yang disokong Turki membuat LNA kehilangan sejumlah lokasi penting. LNA kehilangan al-Watiya Senin lalu. Selama ini, al-Watiya merupakan pangkalan udara LNA terdekat dari Tripoli.
LNA juga terusir dari Assabaa dan Tarhuna setelah lima serangan udara GNA sepanjang Rabu. Tarhuna merupakan berada di jalur pasokan menuju pangkalan udara al-Jufra yang masih dikontrol LNA.
Juru bicara militer GNA, Mohammed Qanunu, menyebut bahwa GNA menghancurkan tiga sistem pertahanan udara pantsir yang dimiliki LNA. GNA menuding LNA bisa memiliki sistem pertahanan udara buatan Rusia itu karena diberi oleh UEA.
Menteri Dalam GNA Fathi Bashagha menuding Moskwa memindahkan enam Mig-29 dan dua Sukhoi Su-24s dari Suriah ke Libya. Pesawat-pesawat tempur itu dinyatakan untuk menambah kekuatan Haftar dan LNA.
Dalam laporan pada November 2019, DK PBB menyebut UEA memasok persenjataan bernilai jutaan dollar AS untuk LNA. Dengan dana itu, UEA antara lain menyediakan pantsir S-1, pesawat angkut Antonov An-26 dan Ilyushin IL-76, pesawat nirawak Orlan-10 dari Rusia.
Aneka rudal dari Eropa dan AS juga dibeli LNA dengan dana dari UEA. DK PBB juga menyebut UEA membayar gaji para milisi dan tentara bayaran dari sejumlah negara yang bertempur untuk LNA.
Ancaman Turki
Meski mengumumkan mundur, LNA menyatakan akan Kembali melancarkan serangan udara ke Tripoli. Dalam pernyataan pada Kamis pagi, LNA mengumumkan serangan udara akan dilancarkan dalam hitungan jam.
Hingga Kamis malam WIB dan Lavroc-Cavusoglu baku telepon, belum ada kabar soal serangan udara lanjutan LNA.
Turki menyatakan akan membalas LNA juga menyasar aset Ankara di Tripoli. “Kami mengingatkan sekali lagi bahwa menyasar kepentingan Turki di Libya akan menghasilkan dampak serius dan pasukan Haftar akan dianggap sebagai sasaran sah," kata juru bicara Kemlu Turki Hami Aksoy.
"Perlu dicatat bahwa pernyataan (LNA soal rencana serangan udara) dibuat setelah sejumlah pesawat tempur ditempatkan di Libya dengan dukungan asing,” kata Aksoy, sebagaimana dikutip kantor berita Turki Anadolu Agency, merujuk pada enam pesawat yang disebut Bashagha. (REUTERS)