Perlambatan, apalagi penurunan perekonomian China, akan memangkas laju konsumsi China dan belanja produk mewah bisa terpangkas.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
London, Jumat-Indeks bursa di Eropa dan Hong Kong anjlok dalam perdagangan Jumat (22/5/2020). Penurunan itu dipicu China yang tidak mengumumkan target pertumbuhan ekonomi 2020 dan perseteruannya dengan Amerika Serikat kembali menghangat.
Di London, indeks FTSE 100 turun 1,8 persen. Sementara Indeks pan-European STOXX 600 turun 1,4 persen. Penurunan antara lain dipicu merosotnya harga saham emiten yang bisa terpengaruh dinamika Asia seperti HSBC Holdings Plc (HSBA.L) dan Prudential Plc. HSBC dan Prudential turun masing-masing 5 persen dan 8,3 persen.
Saham produsen produk mewah seperti LVMH dan Kering, juga turun 2 persen. China merupakan salah satu konsumen penting produk-produk LVMH dan Kering. Perlambatan, apalagi penurunan perekonomian China, akan memangkas laju konsumsi China dan belanja produk LVMH atau produsen mewah lain bisa terpangkas.
Penurunan juga terpantau di Hong Kong dan Jepang. Indeks Hang Seng turun lebih dari 5 persen dan Nikkei N225 berkurang 0,8 persen. Ada pun MSCI, yang mencatat indek Asia Pasifik, terpangkas 2,7 persen.
Dalam pembukaan paripurna National People Congress (NPC), lembaga setara DPR di Indonesia, Perdana Menteri China Li Keqiang tidak mengungkap target pertumbuhan ekonomi 2020. Padahal, China selalu mengumumkan target itu sejak 1991.
Bank sentral China, PBoC, lebih dulu menyatakan sulit memprakirakan pertumbuhan ekonomi dalam situasi sekarang. Pada Maret 2020, anggota komite moneter PBoC, Ma Jun, menganjurkan Beijing tidak mematok target pertumbuhan ekonomi tahun ini. Ma menyebut kondisi kiwari terlalu tidak pasti di tengah pandemi ini.
Faktor Hong Kong
Perekonomian China juga bisa terdampak oleh perseteruannya yang kembali menghangat dengan AS. Perseteruan terbaru AS-China dipicu keputusan Beijing mengusulkan pembentukan undang-undang keamanan untuk Hong Kong. Usulan itu disampaikan dalam rangkaian sidang paripurna National People Congress (NPC), lembaga setara DPR di Indonesia, yang dimulai Jumat ini. Beijing menegaskan keputusan itu bagian dari penerapan prinsip Satu Negara Dua Sistem. Beijing juga mengingatkan bahwa Hong Kong, meski mendapat otonomi luas, adalah bagian tidak terpisah dari China.
Presiden AS Donald Trump menyatakan Washington akan beraksi sangat keras atas keputusan itu. Sebelum ini, Beijing-Washington sudah berseteru gara-gara Covid-19, perang dagang yang melibatkan produk bernilai 730 miliar dollar AS, saling mengusir dan membatasi jurnalis. AS-China juga bersitegang karena Washington berusaha menekan Huawei dan ZTE, dua perusahaan teknologi informatika terbesar China dengan omzet 150 miliar dollar AS pada 2018.
Keputusan Beijing membuat UU Keamanan untuk Hong Kong memicu kegelisahan di wilayah yang dikembalikan Inggris ke China pada 1997 itu. Sejumlah pihak khawatir UU itu awal penyatuan sistem hukum Hong Kong dengan China. Sistem peradilan dan hukum China dinilai rawan diintervensi. Hukum China juga belum secara resmi mengakui kepemilikan pribadi. Hukum yang mengakui itu baru akan dibahas dalam paripurna NPC kali ini.
“Ada klien yang gelisah dan berharap yang terjadi tahun lalu tidak terulang. Sekarang mereka akan mempercepat pengurangan aset di sini. Tahun lalu kami melihat nasabah membuat rencana B dan tidak memindahkan aset dari Hong Kong. Sekarang, saya saya melihat rencana itu dijalankan,” kata seorang bankir senior yang tidak mau diungkap namanya dan bekerja di lembaga yang mengelola aset setara 200 miliar dollar AS.
Bank-bank investasi dan pengelola aset orang super kaya punya kantor perwakilan di Hong Kong karena antara lain karena kepastian hukum dan kemudahan usaha di sana. Kepastian dikhawatirkan hilang jika Beijing mengetatkan genggaman atas Hong Kong.
“Kami punya beberapa klien yang mempertimbangkan membuka kantor di Hong Kong. Walakin, karena unjuk ras 2019, mereka batal membuka kantor dan memilih Singapura. Bank-bank di Hong Kong mengurus usaha di China dari Singapura jika protes berlanjut atau tidak ada solusi (atas keadaan sekarang),” kata Rahul Sen yang bekerja untuk Boyden, lembaga pengelola kekayaan di London. (REUTERS/AFP)