Taiwan Ulurkan Bantuan kepada Kelompok Prodemokrasi di Hong Kong
Taiwan, seteru China di kawasan, memberikan dukungan kepada kelompok pro-demokrasi Hong Kong yang kini menentang rencana Beijing memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
TAIPEI, SENIN — Taiwan akan memberikan ”bantuan yang dibutuhkan” kepada warga Hong Kong yang menentang pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional oleh Beijing di Hong Kong.
Hal itu disampaikan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dalam akun Facebook miliknya, Minggu (24/5/2020). Menurut Tsai, Undang-Undang Keamanan Nasional adalah ancaman serius bagi kebebasan dan peradilan yang independen di Hong Kong. Peluru dan tindakan represif, kata Tsai, bukanlah cara yang tepat menghadapi aspirasi warga Hong Kong yang memperjuangkan kebebasan dan demokrasi.
”Dalam menghadapi situasi yang berubah, komunitas internasional telah proaktif membantu warga Hong Kong,” tulis Tsai. Taiwan bahkan akan ”lebih proaktif dan terus maju mendukung dan membantu warga Hong Kong dengan bantuan yang diperlukan,” tambahnya.
Sejak tahun 2019 Hong Kong diguncang demonstrasi anti-Beijing dan anti-pemerintah Hong Kong. Demonstrasi di wilayah itu kembali memanas, Minggu (24/5/2020). Polisi Hong Kong menembakkan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan ribuan demonstran yang berunjuk rasa memprotes rencana pemberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional.
Kepastian penerapan UU Keamanan Nasional di Hong Kong dan Makau itu disampaikan Perdana Menteri China Li Keqiang, Jumat (22/5/2020), ketika berpidato pada pembukaan Kongres Rakyat Nasional (NPC) ke-13 di Beijing. Li juga menekankan, UU Keamanan yang baru akan memberikan jaminan adanya sistem hukum yang sehat dan ujungnya adalah keamanan nasional yang terjaga.
Keputusan tersebut mengundang kemarahan para aktivis Hong Kong yang bertekad akan menolaknya dengan terus menggelar aksi-aksi unjuk rasa di jalanan. ”Ini adalah akhir dari Hong Kong, berakhirnya ’Satu Negara, Dua Sistem’, jangan membuat kesalahan soal itu,” kata Dennis Kwok, anggota parlemen Hong Kong dari Partai Sipil, kepada wartawan, Jumat lalu.
Tempat pelarian
Selama ini, Taiwan menjadi tempat pelarian sekelompok kecil aktivis pro-demokrasi Hong Kong yang meninggalkan Hong Kong. Kelompok ini terus berkembang seiring waktu. Jumlah imigran asal Hong Kong yang pergi ke Taiwan meningkat 150 persen menjadi 2.383 orang dalam kurun Januari-April 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Taiwan tidak memiliki undang-undang pengungsi yang bisa diterapkan pada warga Hong Kong yang mencari suaka di Taiwan. Hukum di Taiwan memang menjanjikan bantuan kepada warga Hong Kong yang mengalami ancaman keamanan dan kebebasan karena alasan politis.
Johnny Chiang, Ketua Partai Kuomintang yang jadi oposisi utama Tsai, mengatakan, pemerintahan Tsai memang vokal memberikan dukungan kepada Hong Kong selama kampanye pemilu, tetapi gagal menyediakan bantuan berarti sejak Tsai terpilih kembali pada Januari 2020.
”Jangan biarkan ’mendukung Hong Kong’ hanya menjadi slogan dan janji-janji kosong. Jadikan ide itu dalam peraturan. Dukung Hong Kong dengan tindakan nyata,” kata Chiang yang merujuk pada undang-undang untuk memberikan suaka politik bagi warga Hong Kong.
Partai kecil, Partai Kekuasaan Baru, juga mendesak kabinet Tsai untuk membentuk gugus tugas khusus untuk memberikan ”bantuan terukur” bagi warga Hong Kong.
Para pemrotes di Hong Kong telah mendapatkan simpati yang luas di Taiwan serta dukungan dari Tsai dan pemerintahannya. Hal ini kian memperburuk hubungan Taiwan dengan Beijing. China menuduh pendukung kemerdekaan Taiwan berkonspirasi dengan para pengunjuk rasa dari Hong Kong.
Seandainya Undang-Undang Keamanan Nasional jadi diberlakukan di Hong Kong dan Makau, Tsai bisa saja menghapuskan status khusus bagi kedua wilayah itu. Sengan status khusus itu, warga dari Hong Kong dan Makau lebih mudah untuk masuk atau berinvestasi ke Taiwan dibandingkan ke China daratan.
Tsai mengatakan, jika ”ada perubahan situasi” di Hong Kong status khusus Hong Kong bisa saja dicabut. ”Kami berharap situasi di Hong Kong tidak sampai pada tahap ini. Kami akan terus memantau perkembangan dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk merespons perubahan yang terjadi,” tambah Tsai.
China menyebut Tsai adalah seorang ”separatis” yang bertekad menyatakan kemerdekaan Taiwan secara resmi. Tsai mengatakan bahwa Taiwan sudah menjadi negara merdeka dengan nama resmi Republik China. Namun, Beijing tetap menganggap Taiwan merupakan wilayah bagian dari China.