Lam Redam Kekhawatiran Investor, tetapi Kebebasan di Hong Kong Jadi Tanda Tanya
Hong Kong kembali memanas seiring Beijing yang ingin memberlakukan UU keamanan nasional. Eskalasi yang meningkat ini membuat khawatir pada investor, pelaku bisnis, dan diplomat di Hong Kong.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
HONG KONG, SELASA — Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam berupaya meyakinkan para investor, pelaku bisnis internasional, dan para diplomat dengan menyatakan bahwa rencana China memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru di Hong Kong tidak akan memberangus kebebasan di wilayah itu.
Menurut Lam, undang-undang kontroversial itu hanya ”akan menyasar segelintir pelanggar hukum”. Tetapi, ia tidak begitu antusias membahas apa saja yang termasuk sebagai pelanggaran UU tersebut.
”Selama 23 tahun terakhir, ketika orang khawatir akan kebebasan berpendapat dan (kebebasan) berekspresi serta (kebebasan) menggelar protes di Hong Kong, berulang kali Hong Kong telah membuktikan bahwa kami menjunjung tinggi dan melestarikan nilai-nilai itu,” tutur Lam, Selasa (26/5/2020).
Namun, seperti halnya orang lain yang mendukung UU tersebut, Lam tidak menyebutkan bagaimana kebebasan di Hong Kong akan tetap dinikmati dan dipertahankan. Amerika Serikat mengecap UU itu sebagai ”lonceng kematian” bagi kota otonom Hong Kong. Sementara Inggris sangat prihatin dengan UU itu, sebab akan menghancurkan prinsip ”satu negara dua sistem” yang ada sekarang.
Setelah protes besar-besaran pada tahun lalu sebagai penolakan atas pemberlakuan RUU Ekstradisi di Hong Kong, Beijing ingin memberlakukan UU Keamanan Nasional yang melarang pemisahan diri, subversi, terorisme, dan campur tangan asing pada Hong Kong sebagai simpul bisnis internasional.
Banyak warga Hong Kong, kelompok usaha, dan negara Barat khawatir pemberlakuan UU tersebut bakal jadi pukulan mematikan bagi kebebasan di Hong Kong. Pengumuman rencana pemberlakuan UU baru yang tidak akan melewati lembaga legislatif Hong Kong itu memicu jatuhnya indeks saham Hong Kong ke titik terendah dalam lima tahun terakhir pada Jumat (22/5/2020).
Pengumuman rencana pemberlakuan UU baru yang tanpa melewati lembaga legislatif Hong Kong itu memicu jatuhnya indeks saham Hong Kong ke titik terendah dalam lima tahun terakhir, Jumat (22/5/2020).
Namun, Lam mengatakan, kekhawatiran pelaku bisnis bahwa kebebasan Hong Kong akan terancam ”benar-benar tidak berdasar”. “Kebebasan Hong Kong akan dipertahankan, dan semangat Hong Kong serta nilai-nilai inti dalam aturan hukum, indenpendensi peradilan, berbagai hak dan kebebasan yang dinikmati oleh orang-orang akan tetap terjaga,” lanjut Lam.
UU yang baru itu, tambah Lam, ”hanya menyasar beberapa pelanggar hukum... UU itu melindungi mayoritas warga yang patuh kepada hukum dan cinta damai.”
Pernyataan Lam tersebut meneruskan apa yang disampaikan Xie Feng, Utusan Khusus Beijing untuk Hong Kong, yang mengatakan kepada para diplomat dan investor bahwa mereka ”tidak perlu panik” terhadap UU yang didesain untuk menghentikan ”kekerasan dan kekuatan teroris”.
Tahun lalu, selama tujuh bulan Hong Kong diguncang unjuk rasa pro-demokrasi yang dipicu oleh kekhawatiran bahwa Beijing akan meniadakan kebebasan di Hong Kong melalui penerapan RUU Ekstradisi, yang memungkinkan warga Hong Kong diadili di China daratan. RUU itu belakangan dicabut.
Jutaan orang turun ke jalan untuk berunjuk rasa yang biasanya berakhir dengan bentrokan antara polisi dan sekelompok pengunjuk rasa yang melemparkan bom-bom molotov. Beijing menyebut demonstrasi tersebut sebagai rencana untuk menghancurkan stabilisasi bumi pertiwi yang didukung oleh kekuatan asing. Sementara para pengunjuk rasa menyebut aksi mereka adalah satu-satunya cara untuk menyuarakan pertentangan.
Pada Minggu (24/5/2020) ketika rencana pemberlakuan UU keamanan diumumkan, ribuan warga Hong Kong kembali berunjuk rasa memprotes keputusan itu. Mereka dibubarkan dengan tembakan gas air mata dan meriam air. Bentrokan antara pengunjuk rasa dengan polisi kali ini merupakan yang terburuk dalam sebulan terakhir.
Para analis memperkirakan UU Keamanan Nasional itu kemungkinan mulai diberlakukan pada musim panas tahun ini. Satu hal yang menjadi pusat ketakutan dari UU tersebut adalah ketentuan yang memungkinkan agen keamanan Beijing untuk beroperasi di Hong Kong. Ketentuan ini dikhawatirkan akan membuat suara-suara yang menentang Beijing ditindak keras, seperti halnya aturan subversi yang diterapkan di China daratan.
Ditanya wartawan apakah pejabat dari China daratan bisa menangkap pemrotes di Hong Kong, Lam menolak menjawabnya dengan mengatakan, ”Imajinasimu”.
Lam mengatakan, protes antipemerintah akan tetap diizinkan ”jika dilakukan dengan legal”. Ia tidak menjelaskan protes seperti apa yang termasuk ilegal.
Slogan umum yang biasa dikumandangkan para pemrotes selama ini adalah ”Bebaskan Hong Kong, revolusi masa kini”, sebuah seruan yang merangkum rasa frustrasi atas sikap Beijing terhadap Hong Kong setelah wilayah itu diserahkan Inggris tahun 1997. Para aktivis khawatir seruan itu dipertimbangkan sebagai ilegal dan bagian dari subversi.