AS Diejek Berstandar Ganda dalam Persoalan Hong Kong
Otoritas Hong Kong mengingatkan Washington terkait rencana pembatasan perdagangan sebagai aksi atas penanganan unjuk rasa di Hong Kong. Rencana itu dinilai hanya akan merugikan AS sendiri.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
HONG KONG, SELASA — Pemimpin Hong Kong menuduh Amerika Serikat telah menerapkan standar ganda. Hal itu merujuk pada sikap Washington terhadap protes yang diwarnai dengan tindak kekerasan di Hong Kong. Otoritas Hong Kong pun memperingatkan rencana Washington untuk menempatkan pembatasan perdagangan kepada Hong Kong sebagai pusat keuangan. Rencana itu dinilai hanya akan merugikan AS sendiri.
Hong Kong sebagai wilayah semiotonom telah diguncang oleh aksi prodemokrasi besar-besaran selama berbulan-bulan. Di sela-sela aksi itu, terjadi kekerasan dan bentrok antara polisi dan pengunjuk rasa. Sejak tahun lalu polisi antihuru-hara dilaporkan telah menangkap lebih dari 9.000 pengunjuk rasa.
Aksi-aksi oleh aparat keamanan terhadap pendemo itu kerap kali dikritik Washington. Presiden AS Donald Trump pada pekan lalu pun bersumpah untuk mengakhiri status perdagangan khusus kota itu. Hal itu dinyatakan setelah Beijing mengumumkan rencana memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional di pusat bisnis itu.
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, Selasa (2/6/2020), mengatakan, langkah seperti itu akan merugikan diri AS sendiri. Lam secara sengaja membidik pemerintahan Trump, terutama terkait respons Washington terhadap gelombang protes menuntut keadilan rasial yang tengah melanda AS. Protes yang hampir berlangsung sepekan itu belum ada tanda-tanda berhenti dan bahkan meluas.
”Kami telah melihat paling jelas dalam beberapa pekan terakhir standar ganda yang ada,” kata Lam, yang terpilih sebagai pemimpin Hong Kong oleh komite pro-Beijing, kepada wartawan. ”Anda tahu ada kerusuhan di Amerika dan kami melihat bagaimana pemerintah setempat bereaksi. Dan kemudian di Hong Kong, ketika kami mengalami kerusuhan serupa, kami melihat posisi apa yang mereka adopsi saat itu.”
Di Washington, Senin (1/6), polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan pengunjuk rasa di dekat Gedung Putih. Pada hari yang sama, Presiden Trump mengancam akan mengerahkan militer untuk mengakhiri unjuk rasa.
Sejumlah pemerintah daerah di Amerika Serikat telah memberlakukan jam malam, kebijakan yang sebelumnya tidak pernah dilakukan, setidaknya sejak kerusuhan akibat pembunuhan aktivis kulit hitam Martin Luther King Jr pada tahun 1968.
Hong Kong
Perkembangan di AS itu tampaknya dimanfaatkan oleh China dan Hong Kong untuk mengampanyekan atau membenarkan tindakan keras mereka sendiri terhadap protes prodemokrasi di Hong Kong. Pekan lalu, parlemen Hong Kong menyetujui rencana undang-undang yang akan mengkriminalkan tindakan yang dinilai terkait upaya memerdekakan Hong Kong.
Ketentuan itu juga dinilai menjadi payung untuk tindakan melawan terorisme, dan tindakan yang dinilai membahayakan keamanan nasional. UU itu sekaligus memungkinkan lembaga keamanan China beroperasi secara terbuka di Hong Kong.
Beijing mengatakan, UU antisubversi itu diperlukan untuk mengatasi terorisme dan separatisme. Kubu penentang khawatir ketentuan itu akan membawa penindasan politik gaya China ke Hong Kong. Beijing seharusnya menjamin kebebasan dan otonomi selama 50 tahun setelah penyerahannya pada 1997 dari Inggris ke China.
Dalam konferensi pers mingguannya, Lam mengatakan, Hong Kong telah menghabiskan 23 tahun dan dirundung kegagalan untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasionalnya sendiri. Hal itulah yang kemudian mendorong Beijing untuk mengambil inisiatif.
”Tidak ada justifikasi apa pun bagi pemerintah mana pun, ekonomi apa pun, untuk menjatuhkan sanksi kepada Hong Kong sebagai akibat dari proses yang sangat sah dari pemerintah pusat, otoritas pusat, untuk mengambil keputusan ini dan memberlakukan undang-undang bagi Hong Kong guna melindungi (kehidupan) nasional dengan keamanan lebih baik,” katanya. ”Mereka akan melukai kepentingan mereka sendiri di Hong Kong,” tambahnya, merujuk ancaman AS untuk membatasi hak perdagangan.
Lam mengatakan, sekitar 1.300 bisnis AS memiliki kantor perwakilannya di Hong Kong. Hal itu pun menghasilkan surplus perdagangan terbesar bagi AS dibandingkan dengan negara atau wilayah lain. Menurut Lam, Hong Kong mengizinkan orang Amerika masuk tanpa visa, sebuah hak istimewa dalam batas-batas tertentu.
Lam tidak merinci apakah perjalanan bebas visa dapat dibatalkan sebagai tanggapan atas sanksi perdagangan AS. Namun, pejabat China telah berjanji menerapkan ”langkah-langkah balasan” terhadap langkah apa pun yang dilakukan AS.
Di bawah undang-undang 1992, AS memperlakukan Hong Kong sebagai entitas perdagangan yang terpisah dengan daratan China selama Hong Kong mendapat jaminan kebebasan dan otonomi. Bulan lalu, Kementerian Luar Negeri China mengumumkan wilayah itu tidak lagi cukup otonom untuk membenarkan status khusus itu. (AFP/REUTERS)