Israel Uji Coba Rudal Balistik, Antisipasi Perang Arab Setelah Aneksasi Tepi Barat
Israel berhasil menguji coba dua rudal balistik, jarak pendek dan jarak jauh. Ini ditengarai menjadi bagian dari persiapan pemerintah Israel jika harus berperang bila pencaplokan wilayah Tepi Barat dilaksanakan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
TEL AVIV, RABU — Perusahaan peralatan militer milik Pemerintah Israel, Israel Aerospace Industries (IAI), menggelar dua uji coba rudal jarak balistik, Selasa (2/3/2020). Keberhasilan uji coba dua rudal balistik, masing-masing jarak pendek dan jarak jauh, diyakini membuat pertahanan Israel lebih kuat dari kemungkinan gempuran serangan negara Arab apabila terjadi perang dalam waktu dekat.
”Di bawah dua skenario, kedua rudal balistik itu menuju sasaran yang telah ditentukan dengan tingkat akurasi yang tinggi,” kata manajemen IAI dalam pernyataannya.
Uji coba kedua rudal itu dilakukan menggunakan sebuah kapal yang mengangkut peluncur rudal di sekitar Laut Tengah. Uji coba dua rudal balistik yang termasuk dalam Sistem Persenjataan Jarak Jauh (Long-range Artillery Weapon System atau LORA) dilakukan pada sebuah target yang bergerak, masing-masing berjarak 90 kilometer atau sekitar 55,8 mil laut dan 400 kilometer atau sekitar 248 mil laut.
Menurut IAI, dalam versi dasar sistem persenjataan itu, setiap rudal rudal dipasang di sebuah kapal yang bergerak di lautan bebas. Tidak dijelaskan lebih detail, apakah kedua jenis rudal itu akan digunakan sebagai kelengkapan standar kapal perang Israel atau akan ditempatkan sebagai bagian dari sistem pertahanan darat.
Namun, IAS menyatakan bahwa kemampuan untuk menghancurkan sasaran yang bergerak di laut, seperti yang dilaksanakan pada uji coba tersebut, meyakinkan mereka bahwa sistem persenjataan ini mumpuni dan telah sesuai dengan tujuan uji coba.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut baik hasil uji coba tersebut. Rudal balistik itu akan melengkapi sistem pertahanan THAAD milik Amerika Serikat yang dihibahkan kepada Pemerintah Israel tahun 2019.
Rudal balistik itu akan melengkapi sistem pertahanan THAAD milik Amerika Serikat yang dihibahkan kepada Pemerintah Israel tahun 2019.
”Di tengah perang melawan virus korona, kami, pemerintah Israel, akan terus menjamin keamanan dan keselamatan rakyat serta negara ini. Baik secara ofensif maupun defensif,” kata Netanyahu, yang kini tengah dibidik atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Keberhasilan perusahaan perlengkapan militer milik pemerintah ini bisa memicu ketegangan baru di kawasan. Israel terlibat ketegangan dengan Iran dan Hizbullah, sekutu Iran di Lebanon, terkait berbagai masalah di kawasan, seperti Palestina dan Suriah. Netanyahu, mantan anggota agen intelijen Israel, Mossad, juga berulang kali menuduh Iran berusaha memperluas kehadirannya di Suriah untuk mengancam keberadaan Israel.
Israel, dengan dukungan Pemerintah Amerika Serikat, secara terus menerus meluncurkan ratusan serangan ke berbagai lokasi di Suriah, yang diduga memiliki kaitan dengan Iran dan Hizbullah.
Aneksasi Tepi Barat
Uji coba dua rudal balistik ini diduga tidak terlepas dari rencana Israel yang akan mulai mengeksekusi rencana pencaplokan wilayah Tepi Barat pada Juli nanti. Meski ditentang secara luas oleh dunia internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Wakil Perdana Menteri Israel Benny Gantz telah mengeluarkan perintah agar militer negara itu bersiap-siap merealisasikan rencana tersebut.
Pemerintah Kerajaan Jordania secara terang-terangan menyatakan bahwa pencaplokan bisa diartikan ajakan berperang dengan negara dan rakyat mereka.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan kantor Wakil Perdana Menteri Israel, Gantz telah memerintahkan kepala staf gabungan militer Israel untuk mempercepat persiapan personelnya guna melaksanakan pencaplokan. Gants menyatakan, persiapan militer Israel harus lebih cepat dari lobi-lobi diplomatik Pemerintah Palestina yang kini tengah menggalang dukungan dunia internasional agar rencana pencaplokan itu dihentikan.
Beberapa pemerintahan negara Eropa dan negara Arab masih mencoba melakukan upaya diplomatik. Menteri Luar Negeri Norwegia Ine Eriksen Soereide mengatakan, pencaplokan akan memundurkan upaya perdamaian yang sudah digagas sejak lama. Solusi dua negara pun akan berakhir tragis.
Hal senada disampaikan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Anwar Gargash. ”Tindakan sepihak Israel akan menjadi kemunduran serius bagi proses damai di kawasan,” kata Gargash. (AFP/REUTERS)