Pendekatan Militeristik Trump Bahayakan Independensi Angkatan Bersenjata AS
Langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menggantungkan kepada militer untuk menangani urusan domestik telah mengancam posisi Angkatan Bersenjata, yang rawan diselewengkan untuk menopang agenda politiknya.
NEW YORK, RABU — Pendekatan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam meredam kerusuhan rasial di negaranya dengan mengancam untuk mengerahkan tentara dinilai membahayakan posisi Angkatan Bersenjata AS. Kekhawatiran ini diungkapkan para pejabat militer AS saat ini maupun yang telah pensiun. Mereka khawatir, militer dijadikan alat politik oleh Trump.
”Amerika (Serikat) bukan medan pertempuran. Rakyat kita bukan musuh,” cuit Martin Dempsey, purnawirawan jenderal berbintang empat yang kini menjabat Kepala Staf Gabungan AS, melalui Twitter.
Seorang pejabat militer yang saat ini masih aktif dan tak mau disebut namanya juga menyuarakan kekhawatiran soal bahaya yang akan terjadi jika militer digunakan sebagai ”alat politik”. ”Presiden datang dan pergi, sementara pasukan berseragam harus dipertahankan,” ujar pejabat tersebut.
Baca juga: Trump Ancam Kerahkan Tentara
Presiden Trump, Senin (1/6/2020), mengancam akan mengerahkan ribuan tentara untuk mengakhiri gelombang aksi protes terkait pembunuhan George Floyd (46), warga kulit hitam yang tewas setelah lehernya ditindih dengan lutut oleh Derek Chauvin, seorang anggota polisi Minneapolis. Akibat insiden ini, AS dilanda gelombang unjuk rasa besar-besaran di seantero wilayah negeri itu.
Bagi para pengkritik Trump, langkah Presiden AS menggantungkan kepada militer untuk menangani urusan domestik telah mengancam posisi Angkatan Bersenjata, yang rawan diselewengkan untuk menopang agenda politik Trump. Angkatan Bersenjata semestinya bebas dari politik. Ide Trump mengerahkan militer ditentang oleh sebagian besar pemimpin wilayah, khususnya wilayah yang dikuasai oleh Partai Demokrat.
Bagi Trump, ini bukan pertama kali ia mengerahkan militer untuk menangani masalah domestik. Sebelumnya, ia juga menurunkan militer guna menghadang imigran ilegal masuk ke negaranya. Trump juga memanfaatkan dana pertahanan untuk membangun tembok pembatas negara AS.
Komandan Biro Garda Nasional Jenderal Joseph Lengyel pun mengakui posisi sulit pasukannya setelah diminta untuk ikut meredam unjuk rasa dan kerusuhan antirasial.
Gagasan tunggal para pengkritik Trump dalam menggunakan militer adalah bahwa militer dirancang untuk melindung AS dari musuh-musuh luar serta menjaga konstitusi yang secara eksplisit melindungi hak-hak sipil warga negara dalam berunjuk rasa secara damai. Komandan Biro Garda Nasional Jenderal Joseph Lengyel pun mengakui posisi sulit pasukannya setelah diminta untuk ikut meredam unjuk rasa dan kerusuhan antirasial.
Lebih dari 20.000 anggota pasukan Garda Nasional telah diterjunkan untuk membantu penegakan hukum dan meredam unjuk rasa yang meluas ke seluruh wilayah AS. ”Misi ini adalah misi yang tidak nyaman. Mereka tidak suka melakukan hal ini, tetapi kami bisa melakukannya,” kata Lengyel.
Unjuk rasa berlanjut
Meski beberapa pemerintah kota memperpanjang pemberlakuan jam malam di wilayah mereka, para demonstran mengabaikannya dan terus berunjuk rasa hingga lewat tengah malam. Para demonstran mengabaikan permintaan keluarga George Floyd agar demonstrasi tersebut dilakukan dengan damai dan agar menghindari perusakan yang lebih parah, bahkan terhadap lingkungan yang ditinggali oleh para tunawisma serta warga kulit hitam itu sendiri.
Roxie Washington, pasangan Floyd, Selasa (2/6) malam waktu setempat, meminta agar para demonstran menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang lebih anarkis. ”Saya ingin semua orang tahu bahwa pada akhirnya, di pengujung hari, semua polisi itu akan kembali ke rumah dan berkumpul dengan keluarganya,” kata Washington.
Dia (George Floyd) tak mau kalian semua melakukan ini (kerusuhan).
Dia menambahkan, dirinya menginginkan keadilan bagi Floyd. Permintaan ini disampaikan Washington setelah saudara Floyd, Terrence Floyd, yang mewakili keluarga, meminta agar massa tidak menjadikan kematian saudaranya itu sebagai alasan untuk melakukan kerusuhan.
Baca juga: Keluarga Floyd Mengajak Massa Tempuh Jalan Damai
Terrence mengajak mereka yang bersimpati kepada George Floyd untuk melakukan perjuangan dengan jalan damai tanpa penjarahan, perusakan, atau kekerasan lainnya. ”Dia (George Floyd) tidak mau kalian semua melakukan ini (kerusuhan),” ujar Terrence, Selasa, saat mengunjungi lokasi penangkapan Floyd yang berujung kematiannya.
Meski ada permintaan tersebut, para pengunjuk rasa terus menggelar aksi mereka di beberapa kota di AS. Di New York, demonstrasi bisa berlangsung hingga melebihi batas waktu jam malam, yang sebelumnya ditetapkan pukul 23.00. Kini, Wali Kota New York Bill de Blasio memajukan pembatasan jam malam menjadi pukul 20.00 waktu setempat hingga pagi hari. Dan, kebijakan ini akan berlaku selama sepekan mendatang.
”Kita semua akan menghadapi hari-hari yang berat, tetapi kita akan melewatinya,” kata De Blasio.
Baca juga: Kesenjangan dan Isu Rasial, Bara yang Terus Menyala di Tanah Amerika
Sejumlah demonstran mencoba mendekati kawasan Manhattan, yang dikenal sebagai pusat bisnis dan keuangan serta tempat tinggal kaum elite AS. Mereka merusak pintu-pintu masuk sejumlah toko di kawasan itu.
Namun, tidak hanya di kawasan elite, perusakan juga terjadi di pusat permukiman warga kulit hitam New York, Bronx. Di kawasan ini terjadi sejumlah vandalisme dan penyerangan terhadap petugas polisi yang berjaga. Kawasan ini juga dikenal sebagai tempat kelahiran dan kediaman beberapa atlet besar kulit hitam AS.
Di Los Angeles, polisi menangkap 2.700 orang terkait dengan demonstrasi dan penjarahan. Sebagian besar warga yang ditangkap, menurut Kepala Kepolisian Los Angeles Michel Moore, karena warga tidak menaati kebijakan jam malam yang ditetapkan pemerintah setempat. Sebagian pengunjuk rasa lainnya menjarah dan merusak fasilitas bisnis.
Pasukan ditambah
Di Washington DC, Jaksa Agung Bill Barr meminta kepolisian untuk membubarkan pengunjuk rasa yang berkumpul di Lafayette Park, tidak jauh dari Gedung Putih. Pada saat yang sama, Presiden Donald Trump juga meminta Garda Nasional mengirimkan tambahan anggotanya untuk mengamankan ibu kota, khususnya Gedung Putih, tempat dia menjalankan kekuasannya.
Baca juga: Kerusuhan Rasial di AS Umumnya Diawali Kekerasan Aparat
Pentagon menyatakan, sebanyak 1.400 personel militer telah berada di dekat Washington dan menunggu perintah lanjutan untuk diterjunkan ke lapangan. Disebutkan juga, sekitar 700 anggota Divisi Pertahanan Udara 82 telah berada di pangkalan militer di dekat Washington dan menunggu perintah lanjutan untuk diterjunkan ke lapangan.
Kebijakan Trump menggunakan kekuatan militer dikritik mantan Kepala Staf Gabungan Mike Mullen. Mullen, yang menjabat Kepala Staf Gabungan pada periode 2007-2011, mengatakan bahwa kebijakan Trump tersebut sebagai penghinaan terhadap hak warga untuk berdemonstrasi secara damai. Dia juga mengingatkan bahwa tindakan Trump itu memiliki risiko memolitisasi militer.
Selain itu, Mullen mengingatkan, pendekatan agresif dan keras yang biasa ditempuh militer tidak cocok untuk menghentikan dan menahan protes. Menurut dia, seburuk apa pun kondisi di jalanan AS saat ini, pemerintah tidak dibenarkan untuk menerapkan UU Pemberontakan, yang memungkinkan penggunaan kekerasan militer. (AP/REUTERS)