Yaman, Nasib Negara dengan Krisis Kemanusiaan Terburuk di Dunia
Perang antara pemberontak Houthi dan pasukan pro-pemerintah meningkat pada tahun 2015. Konflik makin menjadi-jadi sejak koalisi pimpinan Arab Saudi turut terlibat mendukung Pemerintah Yaman.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
SANAA, SENIN — Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan, Yaman mengalami krisis kemanusiaan terburuk di dunia akibat perang yang telah menewaskan puluhan ribu orang. Alih-alih surut, konflik terus berkecamuk. Kesulitan bahan makanan dan minimnya sarana prasarana kesehatan pun membekap negara di tepi Teluk Aden itu.
Perang antara pemberontak Houthi dan pasukan pro-pemerintah meningkat pada tahun 2015. Konflik makin menjadi-jadi sejak koalisi pimpinan Arab Saudi turut terlibat mendukung Pemerintah Yaman. Pertarungan memperebutkan ibu kota Yaman, Sanaa, yang dikuasai Houthi menelan banyak korban jiwa.
Perang yang telah berlangsung selama enam tahun ini telah menyebabkan puluhan ribu—kebanyakan warga sipil—tewas, dan memicu pengungsian besar-besaran. Tak hanya itu, jutaan anak terancam kelaparan.
Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mencatat, lebih dari 3,6 juta orang telah mengungsi di Yaman. Mereka tinggal di kamp-kamp pengungsi. Amnesty International mengatakan pada Desember 2019 bahwa sekitar 4,5 juta orang dengan disabilitas dihadapkan pada kesulitan yang semakin besar di negara ini. Dalam kasus terburuk, orang cacat ditinggalkan oleh keluarga mereka setelah dipisahkan saat meninggalkan rumah mereka.
Sistem kesehatan Yaman yang sudah kacau balau semakin terpuruk selama pandemi Covid-19. Pada akhir Mei lalu PBB mendesak bantuan sesegera mungkin untuk negara itu. Jika hal itu terlambat, akibatnya diperkirakan bisa memperburuk kondisi Yaman.
”Kami semakin khawatir tentang situasi di Yaman,” kata pejabat dari Departemen Urusan Kemanusiaan PBB, Badan PBB yang mengurusi anak-anak (Unicef), Badan Pangan Dunia (FAO), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pernyataan bersama. ”Kita kehabisan waktu”.
Save the Children pada April lalu menyatakan, Yaman sangat kekurangan peralatan untuk menghadapi pandemi. ”Hanya setengah dari fasilitas kesehatan Yaman yang masih berfungsi penuh.” Negara ini juga telah dirusak oleh kolera, yang telah menewaskan lebih dari 2.500 orang sejak April 2017. Mengutip laporan WHO, ada sekitar 1,2 juta kasus dugaan kolera.
Unicef menyatakan, bahkan sebelum pandemi Covid-19, sebanyak dua juta anak Yaman usia sekolah tidak pernah mengenyam pendidikan. Lima juta anak-anak lain di negara itu pun terpaksa berhenti sekolah. Lebih dari 12 juta anak-anak di Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Menurut Cluster Sante, kelompok kerja gabungan yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional dan badan-badan PBB, hampir 1,2 juta anak di Yaman terserang kolera, difteri, ataupun demam berdarah selama tiga tahun terakhir. Sebagai negara termiskin di dunia Arab, Yaman adalah tempat ”krisis kemanusiaan terbesar di dunia”, menurut PBB. Lebih dari dua pertiga populasi negara itu—yakni berjumlah 24 juta orang— membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Pada September 2019, para penyelidik yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB menduga kejahatan perang telah dilakukan oleh semua pihak dalam konflik. ”Tidak ada tangan bersih dalam konflik,” kata salah satu pakar, Charles Garraway. Jika dikonfirmasi oleh pengadilan yang independen dan kompeten, banyak pelanggaran yang teridentifikasi.
Selain pembunuhan, penyiksaan, dan kekerasan seksual, sejumlah anak direkrut menjadi tentara. Pada bulan Februari lalu, koalisi yang dipimpin Saudi mengatakan, pihaknya menggelar proses hukum terhadap tentara yang diduga melakukan pelanggaran selama perang di Yaman. (AFP)