Sejumlah Perusahaan Farmasi Kembangkan Terapi Antibodi untuk Covid-19
Kini dunia berharap pada vaksin untuk bisa menghentikan pandemi Covid-19. Sebelum vaksin tersedia, ilmuwan juga mengembangkan berbagai terapi untuk mengobati pasien Covid-19.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
NEW YORK, RABU — Upaya mengembangkan vaksin untuk mencegah Covid-19 terus dilakukan banyak negara. Di saat yang sama, sejumlah perusahaan farmasi juga mengembangkan terapi berbasis antibodi untuk menyembuhkan pasien Covid-19.
Terdapat perbedaan tujuan vaksin dan terapi berbasis antibodi. Secara umum, vaksin bertujuan menghasilkan respons imun tubuh yang bisa mencegah seseorang dari penyakit tertentu. Adapun terapi berbasis antibodi didesain untuk menyembuhkan pasien yang sudah sakit.
Sejumlah produsen obat bahkan menyebut bahwa terapi antibodi bisa digunakan sebagai profilaksis atau pencegahan. Pimpinan Divisi Ilmiah Regeneron, George Yancopoulos, Selasa (9/6/2020) waktu New York atau Rabu WIB, mengatakan, terapi mereka bisa menjadi jembatan menuju vaksin.
”Anda mungkin pergi ke panti jompo atau militer dan menggunakan terapi ini karena antibodi memiliki waktu paruh yang lumayan panjang,” kata Betty Diamond, Direktur Kedokteran Molekular di the Feinstein Institutes for Medical Research.
Akan tetapi, merancang terapi antibodi untuk melindungi orang dengan risiko tinggi termasuk mereka dengan sistem kekebalan tubuh rendah membutuhkan ribuan kali lebih banyak protein dibandingkan dengan vaksin. Itu sebabnya, ujar Kepala Operasional Shanghai Junshi Bioscience Inc Feng Hi, biaya produksi terapi ini lebih mahal dari vaksin.
”Anda mungkin memutuskan untuk memberikan terapi ini kepada kelompok berisiko, tetapi tidak untuk semua orang di seluruh negara.”
Terapi berbasis antibodi adalah terapi menggunakan antibodi yang dihasilkan dari orang atau hewan terinfeksi untuk melawan penyakit. Cara seperti ini sudah dilakukan sejak akhir abad ke-19, yang waktu itu peneliti menggunakan serum dari darah hewan terinfeksi untuk menyembuhkan pasien difteri.
Untuk pengobatan Covid-19, para peneliti kini mempelajari penggunaan plasma darah dari pasien sembuh dan terapi potensial lainnya yang dikembangkan dari darah pasien sembuh.
Baru-baru ini, para ilmuwan telah mengembangkan terapi antibodi monoklonal, yakni antibodi yang bisa diisolasi dan diproduksi dalam jumlah banyak untuk mengobati penyakit seperti ebola dan kanker.
Perusahaan Eli Lilly and Co dan regeneron Pharmaceuticals di Amerika Serikat mencoba menggunakan pendekatan ini untuk mengembangkan produk antibodi mereka.
Tidak seperti plasma pemulihan dari pasien sembuh, perusahaan itu tidak membutuhkan pasokan darah yang kaya akan antibodi untuk memproduksi antibodi monoklonal. Jadi, pendekatan ini lebih mudah untuk dikembangkan dalam skala yang lebih besar.
Dalam mengembangkan terapi berbasis antibodi, Eli Lilly berkolaborasi dengan Junshi dan perusahaan bioteknologi asal Kanada AbCellera Biologics. Riset mereka baru memasuki tahap awal uji klinis pada manusia.
Ada juga Regeneron yang berencana melakukan uji klinis akhir Juni 2020. Regeneron mengembangkan terapi antibodinya dari tikus yang dimodifikasi secara genetik. Ditargetkan pada ”akhir musim panas atau musim gugur” ratusan ribu dosis sudah tersedia.
Sementara itu, perusahaan AstaZeneca pada Selasa (9/6/2020) menerima pendanaan 23,7 juta dollar AS dari Biomedical Advanced Research and Development Authority (BARDA) AS untuk mengembangkan terapi monoklonal antibodi untuk Covid-19.
AstraZeneca menyebutkan bahwa mereka sudah memberikan lisensi kandidat monoklonal antibodi dari Vanderbilt University di Nashville, Tennessee, AS.
Perusahaan lain yang juga mengembangkan monoklonal antibodi adalah The CoVIg-19 Plasma Alliance yang di dalamnya ada Takeda Pharmaceuticals dan CSL Behring. Kerja sama ini mengembangkan terapi hiperimun globulin dari plasma pasien sembuh dari Covid-19.
Proyek The Antibody Therapy Against Coronavirus (ATAC) yang didanai oleh Karolinska Institutet di Swedia juga melakukan pendekatan yang mirip dengan antibodi monoklonal. Dalam proyek ini, antibodi monoklonal diambil dari plasma pasien sembuh dan sekarang sedang diuji pada partisipan di Jerman dan pada hewan uji di Swiss.
Perusahaan asal Inggris, GlaxoSmithKline, juga tidak mau ketinggalan. GlaxoSmithKline bekerja sama dengan Vir Biotechnology Inc mengembangkan terapi antibodi potensial yang mengambil antibodi terbaik dari plasma darah.
Asia pun tidak ingin ketinggalan. Lembaga penelitian milik pemerintah Singapura A*Star bekerja sama dengan Chugai Pharmabody Research dari Jepang untuk mengembagkan antbodi untuk penggunaan klinis.(REUTERS)