Pesawat V-22 Osprey adalah pesawat yang menggabungkan keunggulan helikopter dengan pesawat turboprop. Pesawat ini menjadi salah satu tulang punggung angkutan udara militer paling sukses di Angkatan Bersenjata AS.
Oleh
Dahono Fitrianto
·3 menit baca
HURLBURT FIELD, RABU — Sempat diragukan kemampuannya di awal masa produksinya dulu, pesawat tiltrotor Bell Boeing V-22 Osprey kini menjadi salah satu tulang punggung angkutan udara militer Amerika Serikat paling sukses. Pekan lalu, Angkatan Bersenjata AS resmi menerima Osprey ke-400.
Pesawat ke-400 ini adalah varian CV-22 yang diserahkan ke Komando Operasi Khusus Angkatan Udara AS (USAF Special Operations Command/USAFSOC) di pangkalan udara Hurlburt Field, Florida, 2 Juni 2020. Di kesatuan ini, CV-22 digunakan untuk berbagai misi infiltrasi maupun eksfiltrasi jarak jauh di seluruh dunia dan dapat digerakkan dalam waktu cepat.
”Penyerahan V-22 ke-400 ini menunjukkan kebutuhan akan kemampuan unik pesawat ini. Ini adalah pengakuan terhadap ketekunan semua pihak di Bell, Boeing, dan seluruh rantai pasokan kami yang membuat dan mengantarkan pesawat hebat ini kepada para pelanggan kami,” tutur Kurt Fuller, Wakil Presiden V-22 di Bell dan Direktur Program V-22, dalam kerja sama Bell dan Boeing, dalam siaran pers yang dikirimkan Bell Textron ke Kompas, Rabu (10/6/2020).
Pesawat V-22 Osprey, yang memiliki poros baling-baling yang bisa diputar orientasinya (tiltrotor), dikembangkan bersama oleh Bell Textron dan Boeing Helicopter sejak 1983 dan mulai diproduksi untuk kebutuhan Angkatan Bersenjata AS sejak 1997. Pesawat ini memiliki keunggulan sebuah helikopter, yakni bisa tinggal landas dan mendarat vertikal serta melakukan terbang diam (hovering) di atas lokasi tertentu, saat baling-balingnya dalam posisi tegak lurus ke atas.
Namun, saat kedua baling-balingnya diputar ke posisi mendatar ke depan, pesawat ini memiliki kecepatan, efisiensi bahan bakar, dan daya jelajah setara dengan pesawat turboprop sayap tetap (fixed wing). Kombinasi kecepatan, daya jelajah, kapasitas angkut, dan terbang vertikal membuat pesawat ini sangat fleksibel untuk dioperasikan di berbagai medan, lingkungan, kondisi geografi, dan jenis misi.
Wartawan Kompas pernah merasakan terbang dengan pesawat istimewa ini pada 4 Agustus 2016, saat mengikuti undangan Kedutaan Besar AS mengunjungi kapal perang landing platform dock USS New Orleans (LPD-18) di Laut Jawa. Kapal tersebut memiliki kemampuan mengangkut empat unit Osprey dalam setiap operasinya (Kompas, 28/8/2016).
”Sudah lebih dari 20 tahun sejak versi produksi perdana V-22 diserahterimakan, dan kami bangga bisa mencapai tonggak sejarah baru dalam penyerahan ke-400 ini. Permintaan akan V-22 hingga saat ini masih tetap tinggi, dan pesawat ini secara kontinu melindungi negeri kami dan para sekutu kami di seluruh dunia melalui berbagai operasi tempur, kemitraan pelatihan internasional, dan berbagai misi kemanusiaan,” ungkap Kolonel Korps Marinir AS Matthew Kelly, Manajer Program di V-22 Joint Program Office (PMA-275).
Tiga varian
Sebagai pesawat tiltrotor pertama yang diproduksi massal di dunia, V-22 kini diproduksi dalam tiga varian utama untuk melayani kebutuhan tiga matra di Angkatan Bersenjata AS, yakni varian CV-22 untuk Angkatan Udara AS (USAF), MV-22B untuk Korps Marinir AS (USMC), dan CMV-22B untuk kebutuhan Angkatan Laut AS (US Navy).
Bagi Korps Marinir, selain untuk mengangkut personel pasukan, Osprey juga digunakan untuk mengangkut perbekalan dan perlengkapan tempur, baik untuk misi pertempuran di garis depan, dukungan tempur, hingga logistik pasukan. Sejak 2007, pesawat ini secara terus-menerus ditempatkan di garis depan untuk menjalankan sejumlah misi tempur, misi kemanusiaan, dan operasi khusus.
Sementara varian CMV-22B memiliki bilah baling-baling yang bisa dilipat untuk bisa disimpan di hanggar kapal induk, kapal induk helikopter, maupun LPD. Secara khusus, Osprey versi AL ini menggantikan peran pesawat Grumman C-2A Greyhound sebagai pemasok logistik untuk kapal-kapal induk AS.
Sejak 2014, pesawat ini diizinkan untuk dibeli negara di luar AS. Pasukan Bela Diri Jepang menjadi pembeli pertama Osprey di luar AS dan mulai mengoperasikan pesawat itu sejak 2017. Beberapa negara lain yang disebut-sebut berminat meminang Osprey ini, antara lain India, Korea Selatan, dan Uni Emirat Arab. (DHF)