India dan China Sama-sama Ingin Damai, Tidak Mau Ribut Lagi
Berdasarkan kesepakatan di masa lalu antara India dan China, dua negara raksasa berkekuatan nuklir itu, tidak boleh ada tembakan senjata di perbatasan mereka.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Bentrokan fisik yang membawa korban jiwa di kalangan pasukan penjaga perbatasan India dan China bukan hal baru. Ketulusan memendam perselisihan dengan dialog damailah yang dinantikan dunia.
NEW DELHI, RABU — India dan China sama-sama hanya menginginkan perdamaian dan tidak mau ribut lagi. Namun, pada saat yang sama, keduanya juga saling menyalahkan dan sama-sama tidak mau bertanggung jawab atas bentrokan yang mematikan di lembah dan bukit Galwan, antara sektor Ladhak (India) dan Aksai Chin (China), sehingga jatuh korban jiwa di kedua sisi, Senin malam lalu.
Kedua negara raksasa yang memiliki senjata nuklir itu juga sama-sama mengaku terprovokasi sehingga terjadi bentrokan yang menewaskan sedikitnya 20 tentara India dan sejumlah tentara China, tetapi Beijing tak menjelaskan jumlahnya. Para tentara India tewas bukan oleh tembakan senjata, melainkan terkena lemparan batu dan pukulan tongkat tentara China dan begitu juga sebaliknya.
”Kami tak pernah memprovokasi siapa pun. India menginginkan perdamaian, tetapi jika diprovokasi, India akan memberi balasan yang setimpal,” kata Perdana Menteri India Narendra Modi di sebuah stasiun televisi nasional negara itu, Rabu (17/6/2020).
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, menjelaskan, pertikaian itu terjadi setelah pasukan India menyeberang perbatasan secara ilegal, memprovokasi, dan menyerang pasukan China sehingga menyebabkan kedua belah pihak terlibat bentrokan fisik serius dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Zhao mengaku tidak tahu jumlah korban di sisi China. Media-media India yang mengutip pejabat di New Delhi memberitakan, sebanyak 45 tentara China tewas dan terluka.
”Kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalah ini secara damai melalui dialog. India diminta tak mengambil tindakan apa pun yang malah bisa memperumit situasi,” kata Kementerian Luar Negeri China.
Berdasarkan kesepakatan di kedua negara itu pada masa lalu, tidak boleh ada tembakan senjata di perbatasan. Pada 1996, misalnya, Beijing dan New Delhi menyetujui protokol yang melarang militerisasi zona perbatasan.
Pada Oktober 2013, keduanya meneken sebuah Perjanjian Kerja Sama Pertahanan Perbatasan untuk memastikan patroli di perbatasan tidak memakai kekuatan senjata.
Itu sebabnya, setiap bentrokan yang terjadi sesudahnya, termasuk pada Senin (15/6) malam, menggunakan ketapel, tongkat, dan kawat berduri sebagai senjata.
Tidak sabar
Rakyat India tidak sabar menunggu respons Modi terkait bentrokan di Galwan. Modi sudah mengadakan rapat darurat dengan menteri pertahanan, menteri luar negeri, panglima militer, dan petinggi lain pada Selasa (16/5) malam terkait dengan bentrokan paling parah di antara keduanya sejak 1967.
Modi terpilih untuk memimpin periode kedua, Mei 2019, setelah kampanyenya fokus pada keamanan nasional menyusul ketegangan dengan musuh bebuyutannya, Pakistan, terkait perbatasan di wilayah Jammu dan Kashmir. Bentrokan dengan China ini dianggap sebagai tantangan terparah sejak menduduki kursi PM pada 2014.
”Kenapa PM diam saja. Kenapa dia bersembunyi. Ini sudah keterlaluan. Kita perlu tahu apa yang terjadi. Berani-beraninya China membunuh tentara kita. Berani-beraninya mereka mengambil tanah kita,” kata Rahul Gandhi, pemimpin oposisi Partai Kongres.
Sejak awal Mei lalu, ratusan tentara India dan China berhadap-hadapan di tiga atau empat lokasi di sektor Ladakh, padang pasir daerah ketinggian yang tidak berpenghuni. New Delhi mengaku pasukan China menerobos perbatasan India. Tuduhan ini dibantah Beijing dan meminta India tidak membangun jalan di wilayah itu karena termasuk wilayah China.
Menurut sumber Pemerintah India, bentrokan terjadi di tengah-tengah pertemuan untuk membahas cara menurunkan ketegangan. Ada satu komandan militer India yang tewas. Selain itu, juga banyak tentara India tewas karena terluka dan tak bisa bertahan di tengah malam yang sangat dingin di wilayah Himalaya.
Hubungan rumit
Peneliti di Pusat Studi Asia, Jeff M Smith, menilai, sejak awal Mei lalu situasi perbatasan India-China rentan dan keduanya saling memancing. Kondisi ini memperparah sentimen anti-China yang muncul karena China yang menentang keputusan India untuk mencabut status semiotonomi dan status kenegaraan Kashmir, Agustus lalu. Wilayah itu menjadi subyek perselisihan India, Pakistan, dan China sejak 1947.
Perselisihan antara India dan China sudah terjadi selama berabad-abad dan keduanya juga sering mengupayakan hubungan politik, ekonomi, dan keamanan yang baik agar tidak terjadi pertumpahan darah.
Modi dan Presiden China Xi Jinping sudah berulang kali bertemu untuk membahas berbagai isu. Pertemuan terakhir berlangsung di New Delhi, Oktober lalu, untuk mempererat kerja sama perdagangan. Namun, keputusan sepihak India terkait dengan Kashmir membuat China gerah.
”Hubungan keduanya cepat sekali memburuk. Padahal, baru saja keduanya berharap mempererat hubungan,” kata pengamat politik di Boston University, Joe Fewsmith.
Mantan analis citra satelit AS, Chris Biggers, mengatakan, bentrokan di perbatasan menunjukkan pola ”intimidasi” China di sepanjang perbatasan. Pada 2017, insiden serupa terjadi di Doklam, dekat Garis Kontrol Aktual (LAC) yang memisahkan kedua negara.
China merangsek masuk perbatasan dengan membawa pasukan, membangun jalanan, memperluas pangkalan udara, serta menerbangkan pesawat jet dan pesawat tanpa awak.
Provokasi China dikhawatirkan bisa terjadi lagi. Pengamat militer Pravin Sawhney menilai, China sudah siap melakukan apa saja. Gaya China ini sudah sering dilakukan dan salah satunya di perbatasan di Laut China Selatan.
”Sebaliknya, respons India cenderung lemah dan seperti hanya bertahan. Mungkin saja tidak akan terjadi perang besar-besaran dengan China, tetapi India tetap harus bersiap,” ujarnya. (AP/AFP/REUTERS)