Menjelang pemilu, 10 Juli mendatang, adik bungsu PM Lee Hsien Loong, Lee Hsien Yang, resmi bergabung dengan partai oposisi untuk melawan partai pimpinan kakaknya.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
SINGAPURA, RABU — Keluarga pendiri Singapura kembali mengejutkan publik dengan perpecahan di antara mereka menjelang perhelatan pemilu, 10 Juli mendatang. Perpecahan ini merupakan episode lanjutan perseteruan di kalangan anak-anak Lee Kuan Yew, bapak pendiri dan perdana menteri pertama Singapura, beberapa tahun terakhir.
Pemilu Singapura, yang sudah diantisipasi sejak Mei 2020, dijadwalkan berlangsung pada 10 Juli 2020. Sampai Selasa sore, Komisi Pemilihan Umum Singapura telah menetapkan semua hal, kecuali calon yang akan bertanding. Total 93 kursi dari 33 daerah pemilihan akan diperebutkan dalam pemilu mendatang. Daftar calon di setiap dapil akan diumumkan pada 30 Juni 2020.
Partai berkuasa Singapura, Partai Aksi Rakyat (PAP), berulang kali menyatakan, pemilu harus dipercepat untuk memperkuat mandat bagi pemerintah. Hal itu diperlukan Singapura untuk menangani dampak pandemi Covid-19.
Wakil Sekretaris Jenderal PAP yang juga Wakil PM Singapura, Heng Swee Kiat, telah mengumumkan sejumlah bakal calon yang akan diusung PAP. Heng Swee Keat, mantan polisi dan Direktur Pelaksana Otoritas Moneter Singapura (MAS), sejak tahun lalu juga disebut-sebut akan menggantikan PM Lee Hsien Loong.
Sementara salah satu partai oposisi, Partai Kemajuan Singapura (PSP), membuat pengumuman mengejutkan. Adik bungsu Lee Hsien Loong, Lee Hsien Yang, resmi bergabung dengan PSP. Pengurus PSP dan Yang mengumumkan hal itu pada Rabu (24/6/2020) pagi.
Sejumlah media Singapura, seperti Channel News Asia dan The Straits Times, melaporkan, Lee Hsien Yang sudah lama menjadi anggota PSP. Walakin, baru kali ini ada pengumuman terbuka atas keanggotaan anak bungsu Lee Kuan Yew itu. Lee Hsien Yang tak menjawab pertanyaan apakah ia akan mencalonkan diri dalam pemilu atau tidak.
Seteru lama
Pengumuman itu memperpanjang perseteruan Lee Hsien Loong dan Lee Hsien Yang. Mereka berseteru secara terbuka sejak 2017 atau selepas kematian Lee Kuan Yew. Pokok perseteruan adalah Lee Hsien Loong dituding mencoba menghalangi wasiat ayahnya soal penghancuran rumah pribadi Lee Kuan Yew.
Dalam wasiatnya, Lee Kuan Yew ingin rumah itu dihancurkan dan lahannya dipakai untuk keperluan lain. Wasiat itu didukung Lee Hsien Yang dan kakaknya, Lee Wei Ling.
Di bawah Lee Kuan Yew, Singapura memangkas bangunan-bangunan rendah dan memperbanyak bangunan tinggi untuk mengoptimalkan pemakaian lahan yang terbatas. Lee Kuan Yew dalam berbagai kesempatan menyatakan tak mau tempat tinggalnya menjadi monumen yang hanya menghabiskan lahan.
Perseteruan keluarga itu sampai masuk ke ranah hukum. Kejaksaan Singapura menyelidiki istri Lee Hsien Yang, Lee Suet Fern, karena diduga memengaruhi Lee Kuan Yew dalam menyusun wasiat. Lee Suet Fern sejak lama menjadi pengacara. Adapun Lee Hsien Yang menjadi pebisnis sejak pensiun dari tentara pada 1994. Seperti Lee Hsien Loong, Lee Hsien Yang pensiun dengan pangkat brigadir jenderal. Ia pernah bekerja di beberapa BUMN dan perusahaan swasta Singapura.
Penyelidikan terhadap Lee Suet Fern memicu kemarahan Lee Wei Ling. Dalam pernyatan di media sosial beberapa bulan lalu, Lee Wei Ling mengatakan malu karena upaya melaksanakan wasiat ayahnya terus dihalangi kakaknya, Lee Hsien Loong. Lee Wei Ling juga pernah menyatakan secara terbuka bahwa ia tidak lagi percaya kepada Lee Hsien Loong baik sebagai kakak maupun pemimpin Singapura. Dalam pernyataan yang ditulis di media sosial pada 2017 itu, Lee Wei Ling menyatakan khawatir pada masa depan Singapura.
Perseteruan keluarga itu juga merambat ke generasi selanjutnya. Anak Lee Hsien Yang, Li Shengwu, juga diketahui berselisih dengan anak Lee Hsien Loong, Li Hongyi. Li Shengwu, dosen di Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mengumumkan tidak lagi berkomunikasi dengan Li Hongyi sejak beberapa tahun lalu. Setelah mundur dari Google, Li Hongyi kini bekerja di Singapura.
Isu suksesi
Isu lain yang mengiringi pemilu kali ini adalah pergantian PM. Sejak tahun lalu, sejumlah pihak menduga Heng Swee Keat akan menggantikan Loong. Heng, mantan polisi yang pernah menjadi Direktur Pelaksana Otoritas Moneter Singapura (MAS), mendadak ditunjuk menjadi Wakil PM pada April 2019. Kala itu, ia menggantikan Teo Chee Hean dan Tharman Shanmugaratnam yang pensiun dari kursi Wakil PM saat Heng ditunjuk.
Sejak 1984, baru kali ini Singapura hanya mempunyai satu wakil PM.
Di partai, ia menjadi Wakil Sekjen PAP sejak November 2018. Penunjukan Heng sebagai Wakil Sekjen PAP dan kemudian menjadi Wakil PM memicu spekulasi bahwa ia akan menggantikan Lee Hsien Loong sebagai Sekjen PAP dan PM Singapura.
Proses tersebut pernah dialami Lee Hsien Loong dan Goh Chock Tong sebelum jadi Sekjen PAP dan PM Singapura. Goh menjadi Wakil Sekjen PAP pada akhir 1984, lalu menjadi PM pada 1990. Sementara Lee menjadi Wakil PM pada 1990 dan Wakil Sekjen PAP pada 1992. Selanjutnya, ia menjadi Sekjen PAP pada 2003 dan menjadi PM pada 2004.
Heng juga pernah dipuji Lee Kuan Yew. Kala itu, Lee senior menyebut Heng sebagai sekretaris pribadi terbaiknya. Selama jadi PNS pada 1997-2011, Heng, antara lain, menjabat sebagai sekretaris pribadi Lee yang kala itu menjadi menteri senior. Jabatan menteri senior diciptakan untuk dia selepas Lee Kuan Yew mundur dari kursi PM. Sampai meninggal pada 2015, Lee Kuan Yew tetap jadi anggota parlemen Singapura dan bertugas bersama Lee Hsien Loong serta Heng Swee Keat.
Selain jadi Wakil PM, Heng juga jadi Menteri Keuangan Singapura sejak 2015. Sebelumnya, sembari menjadi anggota parlemen, ia menjadi Menteri Pendidikan sejak 2011. Ia salah satu dari sedikit politisi Singapura yang langsung menjadi menteri pada tahun pertama masuk parlemen.
Selama pandemi, Heng bolak-balik menyampaikan kebijakan Singapura soal penanganan Covid-19. Mantan Wakil PM Singapura Tharman Shanmugaratnam pernah mengatakan bahwa Heng sangat cocok jadi PM Singapura di masa mendatang. Jika jadi ditunjuk, ia akan menjadi PM ke-4 Singapura sejak negara itu berdiri. Sebelumnya, PM Singapura dijabat Lee Kuan Yew (1959-1990), Goh Chock Tong (1990-2004), lalu Lee Hsien Loong. (AFP/REUTERS)