Empat Negara Eropa Laporkan Peningkatan Radioaktif di Laut Arktik
Finlandia, Norwegia, Swedia, dan Belanda mengumumkan dugaan terjadi peningkatan kandungan radioaktif. Rusia yang merasa menjadi terduga menampik adanya kebocoran itu.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
MOSKWA, SENIN — Rusia mengumumkan bahwa dua pembangkit tenaga nuklirnya, Leningrad dan Kola, tidak bocor. Pengumuman itu untuk menanggapi dugaan peningkatan radioaktif di Laut Arktik pekan lalu.
Dugaan peningkatan kandungan radioaktif diumumkan Finlandia, Norwegia, Swedia, dan Belanda. Kecuali Belanda, negara-negara itu berbagi ujung daratan utara Eropa dengan Rusia. Ada dugaan terjadi kebocoran di tempat penyimpanan bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Rusia.
Moskwa membantah tudingan itu dan memastikan semua PLTN di lokasi yang menjadi sumber kebocoran tersebut kini beroperasi normal. Radiasi sepanjang Juni terpantau normal.
”Tidak ada keluhan soal peralatan. Emisi total seluruh isotop tidak melebihi ambang batas,” demikian pernyataan Rosengergoatom, operator PLTN di Rusia, Minggu (28/6/2020).
Sekretaris Eksekutif Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization (CTBTO) Lassina Zerbo mengumumkan ada peningkatan radiasi Cs-134, Cs-137, Ru-103 pada 22-23 Juni 2020.
Peningkatan terpantau di stasiun pemantau CBTO di Stockholm. CTBTO juga menyebut, peningkatan itu tidak membahayakan kesehatan manusia.
Sementara Lembaga Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Belanda menduga peningkatan itu dipicu kebocoran penampung bahan bakar PLTN. Adapun Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menyatakan sedang mencari informasi tambahan terkait insiden itu.
Dugaan kebocoran penampungan limbah dan bahan bakar di Rusia bukan kali ini saja. Komite Penyelidikan Nasional, lembaga Rusia yang setara dengan FBI di Amerika Serikat, mengumumkan pemeriksaan terhadap Norilsk Nickel.
Penyelidikan perusahaan
Penyelidikan dilakukan menyusul dugaan perusahaan itu mengalirkan air mengandung logam berat ke Laut Arktik. Tepi laut yang mengelilingi kutub utara itu menjangkau AS, Kanada, Eslandia, Inggris, Belanda, Jerman, Denmark, dan Rusia.
Norilsk diduga menumpahkan air beracun dari salah satu fasilitas pengolahannya di sekitar Laut Arktik. Penyelidik sudah dikerahkan ke lokasi untuk memeriksa insiden itu.
Juru bicara Norilsk, Tatiana Egorova, menyebut bahwa ada pegawai perusahaan itu yang mengalirkan air dari pusat penampungan limbah. Perusahaan kini sedang memeriksa masalah itu.
Bukan kali ini saja Norilsk disorot. Mei lalu, perusahaan itu menumpahkan 21.000 ton solar. Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan keadaan darurat untuk lokasi kejadian.
Pemilik Norilsk, Vladimir Potanin, berjanji mengganti seluruh biaya pembersihan tumpahan solar itu. Butuh bertahun-tahun untuk membersihkan ribuan ton solar itu.
Pemicu solar tumpah diduga karena tanah tempat penyimpanannya menjadi tidak stabil. Lokasi penyimpanan itu dikenal sebagai permafrost, daratan luas beku yang membentang ribuan kilometer di sekitar Laut Arktik.
Selama ribuan tahun, tanah di sana membeku akibat suhu dingin dan berabad-abad tertutup es.
Pemanasan global membuat suhu bumi meningkat dan tingkat kebekuan permafrost menurun. Insiden Norilsk, menurut Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia Alexander Sergeyev, membuat permafrost harus dipantau lebih teliti. Semua bangunan di sana juga harus rutin ditilik.
”Kita harus memantau total semua bangunan industri dan perumahan di permafrost. Jika permafrost menurun, semua bangunan akan runtuh. Saya mendukung wacana yang disokong Presiden Vladimir Putin agar ada program baru untuk memantau perubahan iklim dan dampaknya,” ujarnya sebagaimana dikutip kantor berita Rusia, Tass.
Penurunan kebekuan permafrost membuat struktur tanah lebih lunak. Akibatnya, bangunan-bangunan di atasnya mudah ambruk. Hal itu dialami tempat penyimpanan solar Norilsk. (AFP/REUTERS)