Pertempuran di Rakhine Meningkat Lagi, PBB Minta Myanmar Lindungi Warga Sipil
Dengan alasan membasmi kelompok bersenjata Arakan, Tatmadaw melancarkan operasi. Myanmar meminta penduduk puluhan desa mengungsi selama operasi.
Oleh
kris mada
·2 menit baca
YANGON, SENIN — Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak Pemerintah Myanmar melindungi warga sipil di Negara Bagian Rakhine dan Chin. Desakan ini disampaikan di tengah peningkatan pertempuran pasukan pemerintah dan kelompok bersenjata Rohingya di dua negara bagian itu.
”PBB prihatin dengan dampak kemanusiaan yang terus berlanjut dalam konflik Rakhine dan Chin. Keprihatinan ini seiring peningkatan pertempuran antara Tatmadaw dan Tentara Arakan di sekitar Kyauk Tan dan Rathedaung,” demikian pernyataan PBB yang disiarkan pada Minggu (28/6/2020) malam.
Tatmadaw adalah nama resmi angkatan bersenjata atau militer Myanmar. Adapun Tentara Arakan, yang disebut PBB, merujuk pada kelompok bersenjata yang beranggota orang-orang Rohingya. Dengan alasan membasmi kelompok Arakan, Tatmadaw dan aparat lain serta milisi penyokong Pemerintah Myanmar melancarkan operasi militer pada 2017. Operasi militer itu memicu ratusan ribu orang Rohingya mengungsi dari Rakhine.
Gelombang pengungsian berlanjut sampai sekarang. Hingga 21 Juni 2020, Pemerintah Rakhine dan organisasi kemanusiaan menaksir sedikitnya 77.200 orang mengungsi dari sejumlah wilayah di Rakhine. Dari Rathedaung, tercatat ada 14.500 pengungsi.
Kantor PBB untuk Urusan Myanmar mendesak semua pihak menghormati hukum kemanusiaan internasional dan memenuhi tanggung jawab masing-masing. Para pihak bertikai diminta menyediakan kesempatan bagi organisasi kemanusiaan untuk membantu para pengungsi. Tatmadaw dan Arakan diminta mengikuti ajakan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres soal gencatan senjata di tengah pandemi Covid-19.
Secara terpisah, Kedutaan Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada di Myanmar juga mengeluarkan pernyataan keprihatinan atas operasi di Kyauk Tan. ”Kami memahami dampak operasi seperti itu pada warga sipil di masa lalu,” demikian pernyataan bersama itu.
Pernyataan tersebut dirilis setelah pemerintah kota dan desa di Rakhine dan Chin mengeluarkan anjuran mengungsi kepada penduduk di 40 desa. Sebab, akan ada operasi pembersihan di sana. Perintah itu serta-merta memicu trauma warga. Sebab, istilah operasi pembersihan pada 2017 diikuti pembakaran ribuan bangunan, perusakan ladang, dan pengungsian ratusan ribu orang.
Sekretaris Kongres Etnis Rakhine Zaw Zaw Htun mengatakan sedikitnya 1.700 orang mengungsi ke Ponnagyun. Sementara 1.400 orang lainnya mengungsi ke sejumlah desa lain. Mereka sangat kekurangan pangan dan aneka kebutuhan lain.
Sementara Jaringan HAM Burma yang berbasis di Inggris menyatakan penduduk 39 desa mengungsi sejak ada imbauan pekan lalu. Kyauk Tan, yang disebut PBB dan menjadi lokasi operasi, adalah kawasan yang dihuni puluhan ribu orang Rohingya dan suku lain di Myanmar.
Menteri Perbatasan Myanmar Min Than mengatakan bahwa memang ada operasi militer. Operasi itu dinyatakan hanya berdampak pada sebagian penduduk Rakhine. Dalam anjuran yang dikeluarkan pemerintah Rathedaung itu, operasi tersebut dinyatakan untuk memburu pemberontak.
Min Than berkeras bahwa Tatmadaw memburu teroris. Operasi bisa berlangsung lebih dari sepekan sehingga warga diminta mengungsi. Warga yang tetap tinggal di lokasi operasi akan dianggap sebagai penyokong kelompok Arakan. (AFP/REUTERS)