Ingatan Demokrasi di Hong Kong Perlahan Mulai Dihapus
Pemerintah China pernah berjanji UU Keamanan Nasional baru di Hong Kong takkan memberangus kebebasan dan kemerdekaan warga Hong Kong. Kini malahan rasa takut ditebarkan dan mengancam kebebasan berbicara dan berpendapat.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
HONG KONG, MINGGU — Sejak Pemerintah China memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional China yang baru secara resmi di Hong Kong, 1 Juli 2020, buku-buku rujukan tentang demokrasi yang ditulis para aktivis demokrasi terkenal di Hong Kong mulai menghilang dari perpustakaan-perpustakaan umum. Salah satunya, perpustakaan di Distrik Wong Tai Sin, Hong Kong.
Di antara penulis yang bukunya tak ditemukan lagi dalam katalog daring perpustakaan, Sabtu (3/7/2020), adalah Joshua Wong, salah satu tokoh aktivis muda Hong Kong. Selain itu juga buku karya Tanya Chan, anggota parlemen pro-demokrasi Hong Kong.
UU Keamanan Nasional China yang mulai diberlakukan awal pekan ini merupakan perubahan paling radikal di Hong Kong sejak Inggris mengembalikan kota semi-otonomi itu kepada China tahun 1997.
Menurut Hong Kong Free Press, para pemimpin otoriter China memberlakukan UU keamanan itu untuk memulihkan stabilitas setelah satu tahun Hong Kong diguncang aksi protes pro-demokrasi. Beijing beralasan, UU keamanan yang baru itu tidak akan mengekang kebebasan warga Hong Kong.
Pemerintah China pernah berjanji UU baru itu tidak akan memberangus kebebasan dan kemerdekaan warga Hong Kong. UU itu dijanjikan hanya menyasar pada sebagian kecil orang saja. Namun, janji tinggallah janji. Kini rasa takut yang ditebarkan dan mengancam kebebasan berbicara dan berpendapat.
Aparat kepolisian Hong Kong menangkapi siapa saja yang menyimpan selebaran dan slogan yang mendorong kemerdekaan atau otonomi yang lebih luas. Banyak tempat usaha yang juga mulai mencopot selebaran atau tulisan apa pun yang terkait dengan aksi protes.
Joshua Wong yakin menghilangnya buku-buku rujukan demokrasi itu terkait dengan UU keamanan yang baru. ”Teror-teror meluas. UU keamanan nasional itu jelas alat untuk memberangus kebebasan berpendapat,” tulis Wong dalam akun Facebook.
Menurut AFP, hasil pencarian buku melalui situs perpustakaan umum menunjukkan setidaknya tiga buku yang ditulis Wong, Chan, dan ilmuwan Hong Kong Chin Wan sudah tidak tersedia di perpustakaan mana pun di Hong Kong.
Sementara South China Morning Post melaporkan, setidaknya sembilan buku karya Wong, Chan, dan aktivis Horace Chin tidak tersedia lagi bagi publik. Enam buku Chin Wan sebagai bagian dari seri ”On the Hong Kong City-State” juga tidak lagi tersedia di perpustakaan.
Departemen Layanan Budaya Hong Kong yang mengoperasikan perpustakaan mengatakan, buku-buku bertema demokrasi itu memang sedang ditarik untuk dikaji apakah melanggar UU keamanan nasional yang baru atau tidak.
”Selama proses itu, buku-buku itu tidak tersedia untuk dipinjam dan dijadikan referensi,” sebut pernyataan tertulis departemen itu.
UU keamanan nasional baru itu dibuat untuk menindak kegiatan subversif, pemisahan diri, terorisme, dan berkolusi dengan pasukan asing.
Dengan UU itu, China akan memiliki yurisdiksi pada kasus-kasus tertentu dan memberdayakan aparat keamanan untuk membuka toko secara terbuka di Hong Kong untuk pertama kalinya.
Kelompok-kelompok pejuang hak asasi manusia dan para pengamat hukum mengatakan penjelasan lebih rinci tentang aturan hukum yang baru itu dirahasiakan sampai pada hari diberlakukan. UU itu melarang pandangan politik tertentu bahkan jika diekspresikan secara damai.
Kampanye atau ajakan apa pun untuk kemerdekaan atau otonomi yang lebih luas dilarang dalam UU itu. Ketentuan lain yang tidak jelas menyebutkan larangan menghasut kebencian terhadap pemerintah China atau Hong Kong.
Di China daratan, UU keamanan nasional yang serupa kerap digunakan untuk menghajar siapa saja yang melawan pemerintah.
Pemberangusan buku-buku bertema demokrasi itu kini membuat banyak pihak mempertanyakan nasib kebebasan akademis. Di Hong Kong terdapat beberapa perguruan tinggi yang terbaik di Asia.
Berbeda dengan kampus-kampus di China, budaya kampus di Hong Kong masih bisa bebas membahas dan menulis isu-isu sensitif dan yang dianggap tabu di China.
Pemerintah China sudah menyatakan menginginkan pendidikan yang lebih patriotik di Hong Kong terutana setelah gelombang unjuk rasa pro demokrasi yang diperjuangkan oleh anak muda. (AFP)