China Berpacu Kencang dalam Perlombaan Vaksin dengan Amerika dan Inggris
Sejumlah negara dan perusahaan farmasi kini berlomba mengembangkan vaksin Covid-19, termasuk China, Amerika Serikat, dan Inggris. Menjadi yang pertama berhasil akan menjadi prestasi tersendiri.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
BEIJING, KAMIS — Dalam perlombaan mengembangkan vaksin Covid-19, China ingin membuktikan diri menjadi yang terdepan dibandingkan negara lain yang sama-sama mengembangkan calon vaksin Covid-19. Perusahaan milik negara, SinoPharm, misalnya, menyebut bahwa karyawan hingga pimpinan perusahaan mereka telah menerima suntikan calon vaksin bahkan sebelum pemerintah memberikan izin uji klinis pada manusia.
”Mengulurkan tangan dalam menempa pedang kemenangan,” demikian unggahan daring SinoPharm berikut foto para pekerja, ilmuwan, pebisnis, hingga pejabat Partai Komunis sedang disuntik dengan calon vaksin yang mereka kembangkan, Kamis (16/7/2020).
Klaim SinoPharm yang menyebutkan bahwa 30 ”sukarelawan khusus” itu ikut dalam uji klinis sebelum izin uji klinis dari pemerintah keluar memunculkan polemik soal etik dari para pengamat Barat.
”Gagasan orang mau mengorbankan diri lumayan banyak di China,” kata Yanzhong Huang, pakar kesehatan global di Council on Foreign Relations, sebuah organisasi nirlaba AS.
Namun, ujar Yanzhong, dengan adanya pejabat pemerintah dan pimpinan perusahaan mengikuti uji klinis, pekerja lain mungkin merasa tertekan untuk juga berpartisipasi. Hal itu justru akan melanggar prinsip kesukarelawanan yang menjadi dasar etika kedokteran modern.
Menjadi negara yang pertama berhasil mengembangkan vaksin Covid-19 akan menjadi prestasi ilmiah sekaligus politik bagi China. ”Berhasil mengembangkan vaksin Covid-19 menjadi pertarungan suci,” kata Lawrence Gostin, pakar hukum kesehatan masyarakat global di Georgetown University. ”Kompetisi politis untuk menjadi yang pertama tidak kalah penting dari perlombaan ke bulan antara AS dan Rusia.”
Saat ini, China memosisikan dirinya sebagai penantang yang kuat dalam perlombaan vaksin ini. Delapan dari 23 calon vaksin Covid-19 yang memasuki uji klinis di dunia berasal dari China. Tiga dari delapan calon vaksin itu telah memasuki fase III untuk menguji efikasinya. SinoPharm bersama satu perusahaan lain dari China telah mengumumkan bahwa calon vaksinnya kini memasuki fase akhir uji klinis.
SinoPharm telah memulai uji klinis fase III di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dengan jumlah partisipan sebanyak 15.000. Uji klinis ini dilakukan bekerja sama dengan China National Biotec Group (CNBG), perusahaan komputasi awan dan kecerdasan buatan di Abu Dhabi, Group 42 (G42), dan Departemen Kesehatan Abu Dhabi.
Menurut CEO G42 Healthcare Ashish Koshy, uji klinis yang dimulai sejak Rabu (15/7/2020) itu merupakan uji klinis fase III pertama dari calon vaksin yang menggunakan metode inaktivasi. Metode inaktivasi ini telah dikenal luas dan sudah digunakan dalam mengembangkan vaksin flu dan campak.
SinoPharm memilih UEA karena di negara itu terdapat penduduk dari sekitar 200 negara yang berbeda dan UEA telah fokus pada penelitian kedokteran.
China melirik negara lain untuk melakukan uji klinis calon vaksinnya karena sedikitnya pasien Covid-19 di dalam negeri China saat ini. Perusahaan China lain, Sinovac, juga sedang melakukan uji klinis fase III di Brasil.
China dan SinoPharm telah berinvestasi besar dalam teknologi inaktivasi vaksin. Metode ini dilakukan dengan membiakkan virus utuh di laboratorium kemudian mematikannya. Materi ini yang lalu dipakai sebagai vaksin. Metode ini dipakai juga dalam membuat vaksin polio. Sementara kompetitor vaksin Covid-19 dari Barat memakai teknologi terbaru yang belum banyak terbukti.
Kepala Bagian Ilmiah Sanofi Gary Nabel menilai bahwa adanya perbedaan metode pengembangan vaksin Covid-19 bagus. Hal ini memberikan alternatif bilamana ada calon vaksin yang gagal. (AP/REUTERS)