Pemerintah Ukraina dan Pasukan Separatis Mulai Gencatan Senjata
Penyelesaian konflik dengan Rusia menjadi salah satu prioritas Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky seusai dilantik pada 2019. Konflik di Donbass, Ukraina timur, menewaskan belasan ribu orang dalam enam tahun terakhir.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
MOSKWA, SENIN — Ukraina dan kelompok separtis di Donbass, provinsi di Ukraina timur dan berbatasan dengan Rusia, memulai gencatan senjata pada Senin (27/7/2020). Kiev menilai, gencatan senjata itu sebagai terobosan atas konflik yang telah berlangsung sejak 2014 tersebut.
Kantor berita Tass melaporkan, milisi Republik Rakyat Donetsk (RRD) mengumumkan larangan penggunaan segala jenis senjata. ”Berkaitan dengan kesepakatan pada 22 Juli 2020 dalam perundingan Kelompok Penghubung Trilateral di Minsk, kami memasuki gencatan senjata sepenuhnya dan tanpa batas,” kata pemimpin milisi RRD, Denis Sinenkov, Minggu (26/7/2020).
Keputusan serupa diberlakukan oleh milisi Republik Rakyat Lugansk (RRL). RRD dan RRL merupakan dua kelompok separatis di Donbass. Mereka menyatakan merdeka dari Ukraina pada 2014. Mereka diduga disokong Rusia yang pada 2014 merebut Semenanjung Crimea dari Ukraina dan mendudukinya sampai sekarang.
”Kami berharap pemerintah dan tentara Ukraina mengambil langkah serupa (mematuhi gencatan senjata),” kata pimpinan milisi LLR Yan Leschenko, sebagaimana dikutip Tass.
Leschenko mengatakan, LLR siap membatalkan gencatan senjata jika Ukraina melanggar kesepakatan yang dicapai pada 22 Juli 2020 itu. Kesepakatan itu hasil pembicaraan yang disokong Jerman-Perancis dan melibatkan Rusia-Ukraina. Selama beberapa tahun terakhir, belasan ribu orang tewas di Donbass.
Selepas pernyataan RRD dan RRL, Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan ditelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. ”Kedua presiden membahas perincian berbagai aspek tentang penyelesaian krisis Ukraina. Para pihak sepakat tentang pentingnya meningkatkan kemangkusan perundingan dalam kerangka Kelompok Penghubung Minsk,” demikian dinyatakan Kantor Kepresiden Rusia, sebagaimana dikutip Tass.
”Kedua presiden memberikan penilaian positif pada langkah tambahan untuk mengendalikan gencatan senjata yang disepakati kelompok penghubung pada 22 Juli dan diterapkan pada 27 Juli. Mereka menekankan pentingnya pemantauan tanpa syarat untuk kesepakatan ini oleh semua pihak terkait,” demikian dinyatakan Kantor Kepresiden Rusia sebagaimana dikutip Tass.
Hak swatantra
Selain gencatan senjata, Putin dan Zelensky dilaporkan membahas masalah-masalah yang melemahkan Donbass dan status swatantra (otonomi) Donbass. Mereka juga membahas soal penarikan pasukan serta pembukaan pos pemeriksaan.
”Para pihak membahas soal undang-undang khusus soal pemerintahan lokal di beberapa distrik di Donetsk dan Luganks yang telah dipertimbangkan dalam Kelompok Penghubung Trilateral. Juga aturan tentang desentralisasi yang diharapkan dari amendemen konstitusi Ukraina. Presiden Ukraina secara khusus menekankan langkah lanjutan berupa pelepasan warga Ukraina yang ditahan di Donbass, Crimea, dan Rusia,” lanjut Kremlin.
Sayangnya, kesepakatan itu tidak kunjung diwujudkan. Baku tembak antara pasukan Ukraina dan pasukan pemberontak di Ukraina timur terus terjadi. Selain itu, Zelensky meminta kendali atas seluruh Donbass dikembalikan dulu sebelum digelar pemilu di sana. Permintaan itu berkebalikan dengan kesepakatan Minsk.
Akibatnya, baku tembak terus terjadi. Pada Desember 2019, perwakilan empat negara yang berunding di Minsk kembali bertemu di Paris untuk menindaklanjuti Kesepakatan Minsk. Pekan lalu, perwakilan empat negara kembali berunding melalui telekonferensi video dan menyepakati gencatan senjata.
Penyelesaian konflik dengan Rusia menjadi salah satu prioritas Zelensky selepas dilantik pada 2019. Beberapa bulan setelah dilantik, perundingan Zelensky dengan Putin membuat Moskswa setuju melepaskan tiga kapal Angkatan Laut Ukraina yang disita Rusia pada akhir 2018. Beberapa bulan sebelum kapal-kapal itu dikembalikan ke Kiev, Moskwa terlebih dulu memulangkan para awaknya. (AFP/REUTERS)