Kelompok Lobi Bisnis Negara Barat Protes Aturan Ketat Keimigrasian Jepang
Kebijakan ketat Pemerintah Jepang dalam keimigrasian saat pandemi Covid-19 menuai protes kelompok lobi bisnis negara-negara Barat. Meski dilematik, Jepang memiliki alasan kuat.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, SELASA – Gabungan kelompok-kelompok lobi bisnis negara-negara Barat, Selasa (18/8/2020), memprotes kebijakan larangan perjalanan yang diberlakukan otoritas Jepang. Langkah yang diambil Jepang untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19 itu dinilai mempersulit masuknya investasi asing dan dapat merugikan ekonomi Jepang. Langkah tegas Jepang juga dinilai tidak sejalan dengan langkah-langkah terkait aturan keimigrasian selama pandemi di negara-negara lain.
"Kebijakan ini bertentangan dengan perlakuan yang diterima Jepang dari negara G-7 (kelompok yang beranggotakan tujuh negara dengan perekonomian terbesar di dunia) dan negara-negara terkemuka lainnya yang memperlakukan penduduk asing dalam jangka panjang setara dengan warga negaranya dalam masalah kesehatan," demikian pernyataan kelompok lobi bisnis tersebut.
Surat bersama itu ditandatangani oleh kelompok lobi bisnis dari Inggris, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat (AS), dan Eropa. Kelompok bisnis asal AS dan Eropa sebelumnya telah mengeluarkan keluhan serupa secara terpisah soal kebijakan di Jepang itu.
Banyak negara memberlakukan pembatasan perjalanan untuk memerangi pandemi Covid-19. Namun, Jepang termasuk negara paling ketat dengan melarang masuknya wisatawan dan pemegang visa lebih dari 140 negara sejak pandemi Covid-19. Jepang juga baru mengizinkan warganya kembali ke negara itu jika mereka mengikuti tes Covid-19 di pintu-pintu masuk Jepang serta melakukan isolasi mandiri setelahnya.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi warga non-Jepang. Mereka yang telah tinggal di Jepang, tetapi tengah berada di luar negeri sebelum dan selama pandemi, menghadapi kesulitan yang jauh lebih tinggi untuk masuk kembali ke negara itu.
Kelompok-kelompok bisnis Barat menyatakan langkah yang diambil Pemerintah Jepang itu justru dinilai merugikan Jepang dari sisi ekonomi. Jika berlanjut, kebijakan ini akan mengurangi keinginan warga maupun perusahaan-perusahaan asing untuk berinvestasi di Jepang. Sejauh ini belum ada tanggapan dari Pemerintah Jepang.
Media The Japan Times menyatakan, kemerosotan ekonomi kuartalan terburuk pasca-Perang Dunia II itu mengancam menghancurkan reputasi Perdana Menteri Shinzo Abe. Sejak terpilih kembali sebagai PM pada akhir 2012, Abe telah menerapkan langkah-langkah, seperti pelonggaran moneter yang berani di bawah kebijakan Abenomics. Kebijakan itu bertujuan menarik perekonomian Jepang keluar dari keterpurukan yang disebabkan oleh krisis keuangan global tahun 2008.
Dalam pidato parlemen pada Januari tahun ini, Abe memuji aneka pencapaiannya. Ia mengatakan, ekonomi negara telah tumbuh 13 persen selama tujuh tahun terakhir. Ia sempat sesumbar, pendapatan pajak akan mencapai rekor tertinggi.
Dubai masih ketat
Pengetatan masuknya warga negara asing juga masih diberlakukan oleh Pemerintah Dubai di Uni Emirat Arab (UEA). Pemerintah Dubai masih mewajibkan warga asing yang sebelumnya tinggal di kota itu sebelum pandemi, namun kini berada di luar negeri, untuk mendapatkan izin dari Pemerintah UEA sebelum mereka kembali masuk ke negara itu. Penangguhan masuknya warga asing non-warga UEA mulai diberlakukan sejak Maret lalu, semata-mata untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19.
Dubai pada Juli dibuka telah kembali untuk turis asing. Turis asing tidak memerlukan izin masuk ke negara itu. Sejak Maret warga negara UEA secara bertahap juga telah diizinkan untuk kembali ke UEA. Mereka diizinkan masuk dengan izin khusus atau dengan mendaftar secara daring. Namun, hingga kini warga UEA dilaporkan masih banyak yang berada di luar negeri.
Pekan lalu kebijakan pemerintah pusat yang mewajibkan warga UEA untuk meminta persetujuan sebelum mereka kembali ke negara itu telah dicabut. Namun, Pemerintah Dubai masih mewajibkan penduduk untuk mengajukan izin masuk ke negara dan kota itu. Mereka yang akan masuk ke wilayah UEA juga wajib menjalani tes Covid-19 dan dinyatakan bebas penyakit itu untuk dapat masuk.
Penghapusan karantina
Masih terkait kebijakan perjalanan dan keimigrasian, sejumlah perusahaan maskapai dan pengelola bandara dilaporkan akan meminta rekomendasi penghapusan karantina bagi para penumpang pesawat. Dalam dokumen yang diterima Reuters disebutkan bahwa diusulkan agar negara-negara dapat langsung menerima penumpang pesawat yang telah dinyatakan negatif Covid-19 dalam waktu 48 jam perjalanan. Waktu perjalanan itu diusulkan telah sama layaknya alternatif karantina bagi mereka. Usulan tersebut akan dibawa pada pertemuan gugus tugas Covid-19 global yang dipimpin Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tengah pekan ini.
Usulan itu diharapkan dapat ikut mendorong kembali pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang secara global. Proposal tersebut menyerukan penggunaan uji PCR (Polymerase Chain Reaction) yang dilakukan di luar bandara. Meskipun rekomendasi satuan tugas itu bersifat sukarela, pedoman Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) biasanya diadopsi 193 negara anggotanya.