Trump Setuju Arab Saudi Ikut Perjanjian Israel-UEA
Presiden Amerika Serikat Donald Trump setuju jika Arab Saudi mengikuti langkah Uni Emirat Arab yang telah memulihkan hubungan diplomatik dengan Israel. Namun, Riyadh belum memiliki niat untuk itu.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON, RABU — Presiden Amerika Serikat Donald Trump berharap Arab Saudi mau ikut bergabung dalam perjanjian antara Israel dan Uni Emirat Arab untuk memulihkan hubungan diplomatik dan menjalin hubungan baru yang lebih baik. ”Saya setuju,” jawab Trump, Rabu (19/8/2020), ketika ditanya wartawan apakah dirinya sepakat jika Arab Saudi bergabung dalam kesepakatan tersebut.
Dalam perjanjian Israel-UEA, Israel bersedia menangguhkan rencana aneksasi wilayah Tepi Barat. Perjanjian itu juga memperkuat penentangan terhadap kekuatan regional Iran yang oleh Uni Emirat Arab, Israel, dan AS dianggap menjadi ancaman di Timur Tengah. ”Ini perjanjian yang bagus dan melibatkan negara-negara yang tidak terbayangkan mau bersepakat,” kata Trump.
Sejauh ini Arab Saudi dinilai belum berniat memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Israel. Meskipun demikian, Riyadh tetap memegang komitmen perdamaian dengan Israel berdasarkan Inisiatif Perdamaian Arab tahun 2002. Saat itu, Arab Saudi mensponsori Inisiatif Perdamaian Arab yang menyerukan penarikan penuh Israel dari wilayah Palestina yang mereka duduki setelah Perang Enam Hari tahun 1967. Kompensasinya, perdamaian dan normalisasi penuh hubungan dengan Israel.
Akan tetapi, saat ini Riyadh belum berminat untuk mengikuti langkah Uni Emirat Arab yang memulihkan hubungan diplomatik dengan Israel. Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan di sela-sela kunjungannya ke Jerman menegaskan, Arab Saudi masih mengesampingkan kemungkinan itu.
”Perdamaian dengan Palestina harus dicapai berdasarkan perjanjian internasional sebagai prasyarat untuk normalisasi hubungan,” kata Faisal kepada wartawan di Berlin. ”Setelah itu tercapai, semuanya mungkin,” ucapnya.
Lebih lanjut, Faisal justru mengkritik Israel. Dalam konferensi pers yang juga dihadiri Menlu Jerman Heiko Maas, Faisal mengatakan, kebijakan sepihak Israel, yaitu menganeksasi dan membangun permukiman di Tepi Barat, sebagai tindakan yang tidak sah dan mengancam solusi dua negara.
Di sisi lain, Faisal menanggapi positif normalisasi hubungan diplomatik AS-Uni Emirat Arab dengan salah satu kompensasi adalah penangguhan aneksasi Tepi Barat. ”Segala upaya yang dapat menahan ancaman aneksasi dapat dipandang positif,” kata Faisal
Meskipun diam-diam diduga Arab Saudi menjalin hubungan dengan Israel, sejumlah pihak menilai tidak mungkin Riyadh akan meresmikan hubungan diplomatik dengan Israel. Apabila Riyadh memutuskan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, langkah itu oleh sejumlah pihak, khususnya warga Palestina, akan dilihat sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan mereka.
Selain itu, langkah tersebut akan merusak citra Arab Saudi sebagai pemimpin dunia Islam. ”Gagasan bahwa Arab Saudi akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel (itu) tidak masuk akal,” kata Aziz Alghashian, dosen pada Universitas Essex yang mengkhususkan diri dalam isu kebijakan Kerajaan Arab Saudi terhadap Israel.
”Kendala terbesar untuk normalisasi Saudi-Israel bukanlah ketakutan akan reaksi domestik dan regional,” katanya. Menurut Alghashian, Arab Saudi —bila ingin tetap dilihat sebagai pemimpin Arab dan dunia Islam—tidak akan mengambil langkah sebagaimana yang telah dilakukan Uni Emirat Arab.