Dubes Lebanon untuk Jerman Disiapkan Jadi Perdana Menteri
Pascamundurnya pemerintahan Lebanon setelah insiden ledakan 4 Agustus, Lebanon butuh pemimpin untuk mengatasi berbagai krisis yang melanda. Faksi-faksi politik berkomitmen untuk bersama-sama membentuk pemerintahan baru.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
BEIRUT, SENIN — Duta Besar Lebanon untuk Jerman Mustapha Adib tengah disiapkan menjadi perdana menteri berikutnya di Lebanon. Ia mendapat dukungan dari para politisi senior kelompok Sunni, Minggu (30/8/2020).
Adib ditunjuk empat mantan perdana menteri pada malam konsultasi yang mengikat antara presiden dan parlemen. Adib menjabat Dubes Lebanon di Jerman sejak tahun 2013. Ia juga penasihat mantan Perdana Menteri Najib Mikati. Adib juga berperan dalam menyusun undang-undang pemilu tahun 2005 dan 2006 serta pernah menjadi anggota pimpinan kabinet tahun 2011.
Adib (48) memiliki gelar PhD di bidang ilmu hukum dan politik. Ia juga mengajar di beberapa universitas di Lebanon dan Perancis.
Pengumuman penyiapan Adib sebagai PM Lebanon keluar sehari sebelum Presiden Perancis Emmanuel Macron tiba dalam lawatan dua harinya di Lebanon. Macron akan menekan para pejabat Lebanon membentuk pakta politik baru guna membawa negara itu keluar dari berbagai krisis, kebuntuan politik, serta salah urus dan korupsi yang sudah mengakar.
Lawatan tersebut bakal menjadi lawatan kedua Macron ke Lebanon dalam kurun sebulan terakhir. Sebelumnya, ia tiba di Lebanon beberapa hari setelah ledakan dahsyat di pelabuhan Beirut, 4 Agustus lalu, yang menewaskan 190 orang dan melukai 6.000 orang lainnya. Pemerintahan Perdana Menteri Hassan Diab yang didukung Hezbolah mundur kurang dari seminggu setelah insiden ledakan tersebut.
Minggu pagi kemarin, pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah, mengatakan bahwa organisasinya akan bekerja sama dan memfasilitasi pembentukan pemerintahan yang dapat memperbaiki kondisi ekonomi serta melakukan reformasi besar. Hezbollah, kelompok berbasis warga Syiah di Lebanon, juga mendukung pemerintahan sebelumnya yang mundur.
Sejauh ini, Adib menjadi satu-satunya nama yang muncul sebagai favorit untuk mengisi posisi perdana menteri. Berdasarkan sistem pembagian kekuasaan Lebanon yang sektarian, PM haruslah seorang Muslim Sunni. Kandidat yang mendapat dukungan paling banyak akan diminta membentuk kabinet baru.
Namun, kelas politik Lebanon yang terpecah sering kali terjebak dalam menentukan siapa yang menempati jabatan politisi senior. ”Target dari tindakan politik dan nasional saat ini adalah menyelamatkan Lebanon dari penderitaannya,” kata Fouad Siniora, mantan perdana menteri, membacakan pernyataannya.
Sikap Hezbollah
Kelompok milisi Hezbollah, yang didukung Iran dan memiliki peran dominan dalam politik Lebanon, telah mendapat kritik yang keras di tengah krisis besar di negara tersebut. Krisis ekonomi yang tak terduga telah membuat mata uang Lebanon kehilangan 80 persen nilainya, memicu pengangguran, kemiskinan, dan inflasi yang tinggi.
Kasus Covid-19 dan kematian akibat penyakit ini pun melonjak sehingga membuat otoritas memberlakukan kebijakan pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi. Namun, kebijakan itu pada kenyataannya banyak diabaikan, terutama di wilayah-wilayah kumuh. Ledakan di pelabuhan Beirut semakin menghancurkan roda perekonomian Lebanon, negara yang sangat bergantung pada impor.
Menyadari besarnya krisis yang dihadapi Lebanon, Nasrallah berjanji Hezbollah akan bekerja sama mencegah kevakuman politik. ”Dalam memilih perdana menteri ataupun membentuk pemerintahan, kami akan kooperatif dan memfasilitasi negara ini dari kevakuman,” katanya dalam sebuah pidato, Sabtu lalu.
Nasrallah juga menuturkan bahwa Hezbollah terbuka kepada Perancis untuk merundingkan kontrak politik di Lebanon dengan syarat semua faksi di Lebanon terlibat.
Minggu (30/8/2020) kemarin, Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia Barat (ESCWA) menyatakan lebih dari separuh populasi Lebanon terancam tidak bisa mengakses pangan hingga akhir tahun 2020. Laju inflasi akhir tahun 2020 diperkirakan 50 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan akhir 2019 yang sebesar 2,9 persen.
ESCWA mengatakan, rata-rata harga produk makanan pada periode Juli 2019 hingga Juli 2020 telah meroket 141 persen. Meledaknya gudang penyimpanan di pelabuhan Beirut semakin mendorong harga-harga meningkat. (AP)